Penulis buku Ahmadinejad, Kisah Rahasia Sang Pemimpin Radikal, yaitu Kasra Naji, menyebut Ahmadinejad adalah calon presiden yang lusuh. Berikut penuturannya : kala mencalonkan diri jadi Presiden Iran untuk pertama kalinya, Ahmadinejad, jelas, menjadi Calon Presiden paling lusuh. Iklan politiknya tertayang di media hanya karena “keberuntungan” (bahwa ada peraturan setiap kandidat memperoleh hak yang sama berpromosi di stasiun televisi). Itupun berisi rekaman video dengan kualitas gambar buruk, berisi pesan yang teramat klise bagi rakyat Iran —tentang penghargaan terhadap para pahlawan perang Iran versus Irak (halaman 66). Melihat promosi seperti itu, publik Iran hanya punya satu pikiran: bahwa Ahmadinejad adalah calon presiden pertama yang harus mundur. Mereka menilai mantan Walikota Teheran ini tak layak. Tanggapan “mengentengkan” ini wajar belaka. Ahmadinejad bukan politisi kaliber sebagaimana para calon presiden yang lain (misalnya Ali Akbar Rafshanjani). Jangan tanya soal modal uang dan kapital, publik mengenal Ahmadinejad adalah sosok yang bersahaja, bahkan tak terdapat sofa di ruang tamu rumahnya. Mobil pribadinya pun hanya sebuah Peugot tua. Lalu bagaimana dukungan politik dari pihak lain?. Hampir semua media massa meyakini satu hal, bahwa beberapa hari lagi datang berita penting : Ahmadinejad mengundurkan diri dari pertarungan kursi Presiden Iran. Tak ada satupun media massa yang mendukung tokoh Islam Radikal ini. Pun, yang menyedihkan, sekutu terdekat, kawan-kawannya seperjuangan, juga beberapa politisi parlemen, sama-sama menjauh dari dirinya.
Keyakinan bahwa Ahmadinejad akan habis, kian diperkuat dengan beberapa kali survey, yang menunjuk popularitas Ahmadinejad berada di nomor 2 (dihitung dari belakang, dari 8 kandidat, artinya, ia hanya menempati posisi ke enam). Lalu dunia menatap dengan gembira, terutama Eropa dan Amerika Serikat. Mereka optimis, bahwa kelompok Islam Radikal di Iran sudah habis, salah satu tokohnya yaitu Ahmadinejad tak akan terpilih menjadi presiden. Tetapi di 17 Juni 2005 itu seolah-olah mimpi buruk datang. Ahmadinejad menang dalam pertarungan, menempati posisi kedua di bawah Ali Akbar Rafsanjani, dan itu artinya berhak bertarung di putaran kedua. Persis sejarah mencatat, diputaran kedua dirinya lah yang unggul, menyalip posisi mantan Presiden Ali Akbar Rafsanjani. Dunia terperangah. Seorang duta besar Inggris lalu mengirim faximile yang berbunyi: “ini adalah hasil dari perkembangan yang tak terduga”.
Pada awal kemenangannya jadi Presiden Iran, lawan-lawan yang kalah menghujat terjadi kecurangan sistematis. Kemenangan di luar dugaan ini adalah hasil rekayasa. Mereka menuding Pasukan Pengawal Revolusi, Pemimpin Agung Ayatulloh Khamenei, dan tokoh bangsa yaitu Ali Movahedi telah mengotori pemilihan umum demi kemenangan Ahmadinejad. Berikutnya, karena gagal menghadang laju kemenangan, lawan politik melansir isu keterlibatan Ahmadinejad dalam tragedi penyanderaan berdarah di Kedutaan Besar AS, di Tahun 1979, yang berlangsung selama 444 hari, di era Presiden Richard Nixon. Pihak yang kalah, memfitnah bahwa Ahmadinejad adalah pelaku yang berlumuran darah, dan sangat kotor. Serangan ini begitu gencar, menghumbalang di dalam dan luar negeri. Berbagai saksi mata dari Inggris, Amerika Serikat, dan mereka yang disandera di saat itu mengaku bahwa Ahmadinejad adalah “pelaku penyanderaan”. Tetapi serangan ini pun sirna. Segera setelah keluar pernyataan resmi dari CIA, bahwa Ahmadinejad tak terlibat!. “Mencoba meramalkan apa yang terjadi di Iran adalah main tebak-tebakan”, demikian ujar seorang diplomat Inggris, demi melihat kemenangan Ahmadinejad. Bila Inggris terlihat hati-hati, Amerika Serikat lain lagi. Negara adidaya ini terlihat berang. Mereka melihat masa depan demokrasi di Iran telah habis, bersama dengan kekalahan telak kubur moderat dan Islam modernis. Para pemimpin dunia melihat dengan beragam cara. Begitu banyak julukan tersemat kepada Ahmadinejad, seiring dengan beragam kontroversi yang dimunculkannya. “Presiden berjiwa labil”, “pemimpin arogan dan bodoh”, dan “menjijikan”, adalah beberapa tudingan yang dialamatkan ke Presiden Iran ini. Sebuah pertemuan, ketika Ahmadinejad melakukan lawatan ke Amerika Serikat, berlangsung di Columbia University, sambutan sang rektor menyebutnya sebagai loose cannon, yaitu orang ceroboh yang selalu mengejutkan! (Halaman 143).
Mengapa julukan arogan, keras kepala, bodoh, dan ceroboh begitu gencar? Atau bahkan The Loose Cannon, alias ceroboh dan megejutkan. Dunia tak terlalu pening bila kebencian Ahmadinejad terhadap Israel hanya sebatas retorika. Tak terhitung gaya Anti Israel (tetapi kemudian berkompromi) yang hinggap di kalangan pemimpin Arab. Tetapi hanya Akhmadinejad yang menikam ke ulu hati Ummat Yahuid, dengan menyebut Holocaust (pembantaian di kamp-kamp konsentrasi rezim Nazi) adalah mitos dan bohong! Ahmadinejad bahkan memetik kemarahan komunitas Yahudi yang Anti Zionis —dan anehnya, mereka sudah ribuan tahun menetap di Iran, ketika mengadakan Konferensi Holocaust di Iran. Dengan mengundang para tokoh rasis dunia, mulai dari pemimpin Xu Xluk Klan di Amerika Serikat, pengagum Nazi, dan lain-lain. Presiden Iran ini juga memercikan bensin di tengah upaya perdamaian Timur Tengah, dengan menyebut bahwa “Israel harus dihapus dari peta dunia.” Banyak lagi. Seorang fanatik Imam Mahdi ini bahkan nyaris disebut mengidap delusi, penghayal yang tidak lagi rasional. Berkali-kali kalangan moderat Iran disakiti dengan tingkah polah Ahmadinejad. Paling menonjol terkait dengan ancaman dunia internasional terhadap Iran, bila negeri itu tetap ngotot mengolah industri nuklir. Sang presiden menjawab serampangan, bahwa “pengayaan nuklir iran adalah kereta tanpa rem dan tak perlu perseneling, meluncur tanpa boleh berhenti”. Sontak pernyataan mengejutkan ini membuat dunia marah, dan tekanan terhadap Iran kian dahsyat. Presiden Iran inipun dinilai berkali-kali membuat perbuatan memalukan, seperti mengirim Surat Pribadi kepada Angela Markel, George W Bush, dan pemimpin dunia lain (sesuatu yang tak pernah dilakukan oleh pemimpin Iran lain). Juga tentang seruannya agar Program Keluarga Berencana dihapuskan di Iran, dengan tujuan memperbanyak orang Islam di Iran.
Tak pelak, dibalik berbagai kelemahan dan dosa politik Ahmadinejad, buku ini memperlihatkan bahwa Sang Presiden tegar dalam membela kaum papa. Ia juga menjalin hubungan baik dengan para pemimpin sosialis, dan mencoba membangun poros anti Amerika Serikat. Sebuah poster, menunjukkan adanya koalisi bertajuk keadilan, yang menggambarkan Ahmadinejad, Evo Morales, Hugo Chavez, Fidel Castro dan Daniel Ortega. Setidaknya, dunia memang selalu punya orang-orang yang tak menjadi penjilat Amerika Serikat. Rekomendasi ..... Buku ini sangat bagus untuk dibaca !.
Referensi : kompas.com/endibiaro.blogdetik.com
Keyakinan bahwa Ahmadinejad akan habis, kian diperkuat dengan beberapa kali survey, yang menunjuk popularitas Ahmadinejad berada di nomor 2 (dihitung dari belakang, dari 8 kandidat, artinya, ia hanya menempati posisi ke enam). Lalu dunia menatap dengan gembira, terutama Eropa dan Amerika Serikat. Mereka optimis, bahwa kelompok Islam Radikal di Iran sudah habis, salah satu tokohnya yaitu Ahmadinejad tak akan terpilih menjadi presiden. Tetapi di 17 Juni 2005 itu seolah-olah mimpi buruk datang. Ahmadinejad menang dalam pertarungan, menempati posisi kedua di bawah Ali Akbar Rafsanjani, dan itu artinya berhak bertarung di putaran kedua. Persis sejarah mencatat, diputaran kedua dirinya lah yang unggul, menyalip posisi mantan Presiden Ali Akbar Rafsanjani. Dunia terperangah. Seorang duta besar Inggris lalu mengirim faximile yang berbunyi: “ini adalah hasil dari perkembangan yang tak terduga”.
Pada awal kemenangannya jadi Presiden Iran, lawan-lawan yang kalah menghujat terjadi kecurangan sistematis. Kemenangan di luar dugaan ini adalah hasil rekayasa. Mereka menuding Pasukan Pengawal Revolusi, Pemimpin Agung Ayatulloh Khamenei, dan tokoh bangsa yaitu Ali Movahedi telah mengotori pemilihan umum demi kemenangan Ahmadinejad. Berikutnya, karena gagal menghadang laju kemenangan, lawan politik melansir isu keterlibatan Ahmadinejad dalam tragedi penyanderaan berdarah di Kedutaan Besar AS, di Tahun 1979, yang berlangsung selama 444 hari, di era Presiden Richard Nixon. Pihak yang kalah, memfitnah bahwa Ahmadinejad adalah pelaku yang berlumuran darah, dan sangat kotor. Serangan ini begitu gencar, menghumbalang di dalam dan luar negeri. Berbagai saksi mata dari Inggris, Amerika Serikat, dan mereka yang disandera di saat itu mengaku bahwa Ahmadinejad adalah “pelaku penyanderaan”. Tetapi serangan ini pun sirna. Segera setelah keluar pernyataan resmi dari CIA, bahwa Ahmadinejad tak terlibat!. “Mencoba meramalkan apa yang terjadi di Iran adalah main tebak-tebakan”, demikian ujar seorang diplomat Inggris, demi melihat kemenangan Ahmadinejad. Bila Inggris terlihat hati-hati, Amerika Serikat lain lagi. Negara adidaya ini terlihat berang. Mereka melihat masa depan demokrasi di Iran telah habis, bersama dengan kekalahan telak kubur moderat dan Islam modernis. Para pemimpin dunia melihat dengan beragam cara. Begitu banyak julukan tersemat kepada Ahmadinejad, seiring dengan beragam kontroversi yang dimunculkannya. “Presiden berjiwa labil”, “pemimpin arogan dan bodoh”, dan “menjijikan”, adalah beberapa tudingan yang dialamatkan ke Presiden Iran ini. Sebuah pertemuan, ketika Ahmadinejad melakukan lawatan ke Amerika Serikat, berlangsung di Columbia University, sambutan sang rektor menyebutnya sebagai loose cannon, yaitu orang ceroboh yang selalu mengejutkan! (Halaman 143).
Mengapa julukan arogan, keras kepala, bodoh, dan ceroboh begitu gencar? Atau bahkan The Loose Cannon, alias ceroboh dan megejutkan. Dunia tak terlalu pening bila kebencian Ahmadinejad terhadap Israel hanya sebatas retorika. Tak terhitung gaya Anti Israel (tetapi kemudian berkompromi) yang hinggap di kalangan pemimpin Arab. Tetapi hanya Akhmadinejad yang menikam ke ulu hati Ummat Yahuid, dengan menyebut Holocaust (pembantaian di kamp-kamp konsentrasi rezim Nazi) adalah mitos dan bohong! Ahmadinejad bahkan memetik kemarahan komunitas Yahudi yang Anti Zionis —dan anehnya, mereka sudah ribuan tahun menetap di Iran, ketika mengadakan Konferensi Holocaust di Iran. Dengan mengundang para tokoh rasis dunia, mulai dari pemimpin Xu Xluk Klan di Amerika Serikat, pengagum Nazi, dan lain-lain. Presiden Iran ini juga memercikan bensin di tengah upaya perdamaian Timur Tengah, dengan menyebut bahwa “Israel harus dihapus dari peta dunia.” Banyak lagi. Seorang fanatik Imam Mahdi ini bahkan nyaris disebut mengidap delusi, penghayal yang tidak lagi rasional. Berkali-kali kalangan moderat Iran disakiti dengan tingkah polah Ahmadinejad. Paling menonjol terkait dengan ancaman dunia internasional terhadap Iran, bila negeri itu tetap ngotot mengolah industri nuklir. Sang presiden menjawab serampangan, bahwa “pengayaan nuklir iran adalah kereta tanpa rem dan tak perlu perseneling, meluncur tanpa boleh berhenti”. Sontak pernyataan mengejutkan ini membuat dunia marah, dan tekanan terhadap Iran kian dahsyat. Presiden Iran inipun dinilai berkali-kali membuat perbuatan memalukan, seperti mengirim Surat Pribadi kepada Angela Markel, George W Bush, dan pemimpin dunia lain (sesuatu yang tak pernah dilakukan oleh pemimpin Iran lain). Juga tentang seruannya agar Program Keluarga Berencana dihapuskan di Iran, dengan tujuan memperbanyak orang Islam di Iran.
Tak pelak, dibalik berbagai kelemahan dan dosa politik Ahmadinejad, buku ini memperlihatkan bahwa Sang Presiden tegar dalam membela kaum papa. Ia juga menjalin hubungan baik dengan para pemimpin sosialis, dan mencoba membangun poros anti Amerika Serikat. Sebuah poster, menunjukkan adanya koalisi bertajuk keadilan, yang menggambarkan Ahmadinejad, Evo Morales, Hugo Chavez, Fidel Castro dan Daniel Ortega. Setidaknya, dunia memang selalu punya orang-orang yang tak menjadi penjilat Amerika Serikat. Rekomendasi ..... Buku ini sangat bagus untuk dibaca !.
Referensi : kompas.com/endibiaro.blogdetik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar