Sabtu, 25 Agustus 2012

Dr. Ahmadinejad, Honourable President of Islamic Republic of Iran


"Barat sejak awal hanya berniat menjarah minyak Libya dan hanya mendukung Moammar Khadafi jika menguntungkan mereka. Bahkan, Barat tak akan segan menyingkirkan Khadafi bila dinilai tak bisa menyokong keinginan mereka. Tunjukkan pada saya satu saja pemimpin Eropa atau Amerika yang belum pernah berkunjung ke Libya atau memiliki persetujuan dengan Khadafi" 

(Dr. Ahmadinejad, Honourable President of Islamic Republic of Iran : Reuters




Dr. Mahmoud Ahmadinejad was born in 1956 in the village of Aradan in the city of Garmsar. He moved and stayed in Tehran together with his family while he was still one-year old and completed his primary as well as his low and high secondary education there. In 1975, he successfully passed the university entrance exam with high marks and started his academic studies on the subject of civil engineering in the Science and Technology University in Tehran. In 1986, he continued his studies at MS level in the same university. In 1989, he became a member of the Board of Civil Engineering Faculty of the Science and Technology University. In 1997, he managed to obtain his Ph.D. on transportation engineering and planning from the Science and Technology University. 

Dr. Ahmadinejad is familiar with English language. During the years when he was teaching in the university, he wrote many scientific papers and engaged in scientific research in various fields. During the same period, he also supervised the theses of tens of students at MS and Ph.D. levels on different subjects of civil engineering, road and transportation as well as construction management. While still a student, Dr. Ahmadinejad engaged in political activities by attending religious and political meetings before the Islamic Revolution. With the victory of the Islamic Revolution, he became a founder and also a member of the Islamic Association of Students in the Science and Technology University. During the war imposed on Iran, Dr. Ahmadinejad was actively present as a member of the volunteer forces (Basij) in different parts and divisions of the battlefronts particularly in the war engineering division until the end of the war. Dr. Ahmadinejad is married and has three children- two sons and one daughter.

Sumber : President.ir

Kamis, 16 Agustus 2012

Mencintai Indonesia dengan Sederhana : Dirgahayu Indonesia


Indonesia... tahun 2014 masih puluhan purnama lagi, 
tapi kegaduhan politik sudah bersimaharajalela. 
Engkau sudah nampak letih. 
Namun apapun itu, biar orang kata saya Chauvinis, namun saya suka akan engkau. 
Satu harapan saya, bila suatu masa kelak, bahtera tak satu kata, kata pisah terus menggema
semoga Husnul Khatimah!




Kesadaran terhadap konsep ke-Indonesia-an itu, 
bermula dari kesadaran rakyat kecil, 
bukan berkembangbiak di kalangan elit.

DIRGAHAYU INDONESIA, 67 tahun.
17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2012

sumber foto : Muhammad Ilham Fadli facebook

Selasa, 14 Agustus 2012

Aidit dan Idealisme Politik

Oleh : Muhammad Ilham 

DN. AIDIT
DN Aidit @ Dja'far Nawawi Aidit @ Dipa Nusantara Aidit (dan ada juga yang memanggilnya dengan Dani Nusantara) ini adalah putra Haji Aidit keturunan Maninjau Minangkabau. Namanya masuk dalam kategori “haram-jadah” diperkatakan dalam sejarah bangsa ini. Tapi biarlah, terpulang pada yang membaca dan memahaminya. Bak kata revolusioner legendaries Cuba – Ernesto Che Guevarra – revolusi biasanya diletuskan oleh orang gila dan dipimpin oleh orang yang berani, kemudian dinikmati kaum oportunis. Aidit nampaknya hanya merasakan “dua hal” – ia gila dan ia berani. Terlepas setuju – tak setuju dengan ideologi yang dikumandangkannya, tapi seperti yang diakui Prof. Taufik Abdullah, ia termasuk kategori politisi dan pemimpin yang memiliki visi dan strategi serta pembangun institusi yang tangguh. Sebuah hal yang membedakan Aidit bersama-sama dengan “kawan-kawan sezamannya” dengan politisi masa kini. Ia tidak hanya diletakkan dalam footnote (catatan kaki) sejarah, tapi “kehadirannya” dalam memberikan warna pada arah sejarah  bangsa ini – terlepas suka tidak sukanya kita sebagai anak bangsa – tidak diperbincangkan orang. Ia ibarat Tambiluak bagi Peristiwa Situjuah, ataupun Aru Pallaka bagi sejarah heroik kepahlawanan Bugis, atau bias diumpamakan Brutus. Tapi orang tidak tahu, DN Aidit adalah politisi yang sangat anti korupsi, keras dan disiplin. Ada kata-katanya yang kemudian menjadi diktum anggota PKI, "Masuk PKI itu harus siap hidup susah, siap tak punya apa-apa, bahkan mengorbankan segalanya”. Tak salah bila ia lebih suka hidup susah membesarkan partai dibandingkan dengan tawaran ayahnya untuk pulang ke Bangka Belitung, menjalankan usaha ayahnya yang dikenal sebagai tuan tanah dengan luas tanah sejauh mata memandang.

Aidit sangat membenci korupsi, ia menciptakan banyak jargon-jargon politik untuk melawan korupsi termasuk “Hancurkan 3 setan kota, dan 7 setan desa”. Koruptor yang berbisnis wewenang dan menjual kekuasaannya untuk para cukong ia sebut sebagai “Kapitalis Birokrat”. Aidit juga sangat disiplin dalam soal kehidupan pribadi. Ia anti POLIGAMI, kader Partai tidak boleh senang-senang. Untuk poligami sendiri Aidit sangat keras dan ini kemudian menciptakan polemik diam-diam dengan Njoto yang saat itu ada kisah affair dengan perempuan Russia, padahal Njoto sudah punya isteri dan banyak anak. DN Aidit marah besar dengan Njoto. Aidit juga menyerang kesukaan Bung Karno soal perempuan dan banyak Jenderal yang juga suka main perempuan. Ia selalu mengejek Ahmad Yani yang sudah meniru-niru Bung Karno soal perempuan. DN Aidit terus menerus bekerja untuk rakyatnya, ia gebrak konflik di politik Agraria, satu orang petani, satu hektar tanah. Ia buat perahu-perahu yang banyak untuk nelayan. PKI-lah satu-satunya partai yang berani mengepung pangkalan-pangkalan minyak asing dengan gerakan rakyat sampai mereka ketakutan, Bung Karno sampe dibikin pusing dengan gerakan pemuda rakyat ini. Melihat tingkah laku politisi kita di akhir-akhir ini, berbeda sekali dengan Aidit, Hatta, Agus Salim dan Natsir dari Masjumi mereka benar-benar berjuang untuk idealisme-nya bukan untuk duit para cukong. Kiranya pendidikan politik harus kembali diajarkan di SMA dan kampus-kampus Universitas.

SILAHKAN TAK SUKA AIDIT. SEMUA ANAK BANGSA INI MEMILIKI HAK.

Tapi yakinlah, dari AIDIT kita bisa belajar bahwa politisi dulu berani mati digantung soal idealisme – bukan gantung di Monas .. hehe -  apapun idealisme mereka, tapi sekarang idealisme itu sudah mati digantikan dengan politik uang. Kita nampaknya sudah apatis dan pesimis dengan Partai Politik belakangan ini. Seakan-akan Partai Politik adalah sumbu korupsi. Tapi, sejarah masa AIDIT memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa pada suatu fase dalam sejarah politik Indonesia, ada idealisme, dan itu tumbuh di dalam tubuh Partai. Tapi sekarang, idealism tersebut dikonversi menjadi politik uang.

Referensi & Sumber Foto : Anton DHN

KH. Mustafa Bisri : "Aku Harus Bagaimana ?"


aku pergi tahlil, kau bilang itu amalan jahil
aku baca shalawat burdah, kau bilang itu bid’ah
lalu aku harus bagaimana…?

aku bertawasul dengan baik, kau bilang aku musrik
aku ikut majlis zikir, kau bilang aku kafir
lalu aku harus bagaimana…?

aku shalat pakai lafadz niat, kau bilang aku sesat
aku mengadakan maulid, kau bilang tak ada dalil yang valid
lalu aku harus bagaimana…?

aku gemar berziarah, kau bilang aku alap-alap berkah
aku mengadakan selametan, kau bilang aku pemuja setan
lalu aku harus bagaimana…?

aku pergi yasinan, kau bilang itu tak membawa kebaikan
aku ikuti tasawuf sufi, malah kau suruh aku menjauhi

ya sudahlah… aku ikut kalian…

kan ku pakai celana cingkrang, agar kau senang
kan kupanjangkan jenggot, agar dikira berbobot
kan ku hitamkan jidat, agar dikira ahli ijtihad
aku kan sering menghujat, biar dikira hebat
aku kan sering mencela, biar dikira mulia

ya sudahlah… aku pasrah pada Tuhan yang ku sembah… !!





















(sebuah nukilan kritis berbentuk puisi dari KH. MUSTOFA BISRI anak dari KH. BISRI MUSTOFA - Hadratusyeikh Nahdlatul Ulama. Dianggap sebagai salah seorang ulama besar NU selain, misalnya Ulama-Ulama Langitan. Satu generasi dengan Gus Dur. Termasuk salah satu idola "generasi muda/intelektual muda NU". Hobinya : membaca kitab dan berkumpul dengan seniman dan rakyat biasa)

:: siap sholat Taraweh tadi, saya (ditanya : tepatnya) dikritisi oleh seorang jama'ah bahwa sholat itu pakai kain sarung, bukan celana panjang, karena itu BID'AH. Dan ia mendefenisikan BID'AH sebagai "tidak pernah dilakukan Rasulullah dalam ritual ibadah". Berangkat dari ini, saya kemudian mengatakan, "mari kita beri penguatan makna BID'AH tersebut".

- Orang yang tidak sayang sama istri dan anak-anaknya .... ITU BID'AH (karena Nabi SAW. tidak pernah melakukan ini)
- Orang yang tidak ramah pada tetangganya, ITU BID'AH (karena Nabi SAW. dikenal orang yang ramah, murah senyum lagi menyenangkan hati orang banyak)
- Orang yang tidak mau berbeda pendapat, ITU BID'AH (karena Nabi SAW. yang Ummi tersebut bahkan mau mendengar masukan dan arahan dari sahabat dan anaknya sendiri yang perempuan)
- Dan seterusnya.

Lantas Jama'ah saya tadi berkata, "Itu Bukan Ritual Ibadah, pak!".
Saya jawab, "saya hargai pendapat Bapak, tapi izinkan saya memiliki pendapat ..... Bapak adalah SEKULER, karena ibadah bagi Bapak hanyalah sebatas Sarung dan Celana doank. Padahal, TACIRIK-pun bisa jadi ibadah".
Alhamdulillah beliau tersenyum. Kami-pun minum AQUA gelas di Musholla sambil terus ma ota-ota (sesuatu yang dahulunya - bila meminjam versi Bapak tadi - juga BID'AH).

Terlepas dari apa yang diutarakan di atas, saya hanya ingin mengatakan, "Wallahu a'lam bish shawab".

Sumber foto : lkis.org
Sumber : Muhammad Ilham Fadli Facebook 

Getaran Ka'bah yang Berbentuk Kubus

Oleh : Muhammad Ilham 

"Bayangkan dirimu, kata sosiolog Iran tamatan Sorbonne Ali Shariati, sebagai sebuah partikel besi di dalam sebuah medan magnet, seolah-olah engkau berada diantara berjuta-juta burung putih yang sedan melakukan mikraj". Ali Shariati yang dikenal sebagai ideolog Revolusi Islam Iran ini, benar dan menyentuh. Sebuah partikel besi diantara semesta jutaan partikel besi lainnya, sekor burung putih di antara jutaan burung putih.   Ka'bah, kata Ali Shariati yang satu kelas dengan "si jagal" Polpot kala kuliah di Sorbonne ini, adalah sebuah kebersahajaan, tanda menyerahnya manusia di hadapan sang Azza wa Jalla. Ia hanyalah sebuah kubus tanpa ornamen nan indah, kecuali kaligrafi pada kiswah yang membungkusnya - ia praktis tanpa keelokan, tanpa ornamen, tanpa keinginan menjadi impresif. Ia berdiri begitu saja di halaman dalam Masjidil Haram, dan - sebagaimana kata Muhammad Assad - "tak menyentak". Muhammad Assad, penulis Islam keturunan Yahudi Eropa itu benar. Dalam bukunya Jalan ke Mekkah, sebuah buku nan indah tentang perjalanan hidupnya, Assad mengatakan, "Saya telah menyaksikan di berbagai negeri kaum Muslimin, tempat para tangan seniman besar menciptakan karya yang diilhami, tapi justru dalam kesederhanaan Kubus Ka'bah, yang menyangkal segala keindahan garis dan bentuk, tercermin satu sikap bahwa betapapun indahnya segala apa yang dapat dibuat oleh tangan-tangan manusia, adalah congkak jika dibandingkan dengan kebesaran Tuhan". "Oleh karena itu, kata Assad, semakin sederhana yang dapat disombongkan manusia, merupakan hal yang terbaik yang dapat dibuatnya untuk menyatakan kebesaran Tuhan". 









 
Sumber Foto : google.picture.com (cc) Muhammad Ilham Fadli facebook

Dua Kategori Manusia


Tidakkah ?
Kalian melihat sekelompok manusia yang sangat fasih berbicara dan lihai berkata-kata,
padahal hatinya lebih gelap dari gelapnya malam yang gulita ?
Dan sebagian manusia tidak dapat mengungkapkan isi hatinya dengan lidah,
padahal hatinya bercahaya bak pelita yang gemerlapan
(Imam Ja’far ash Shadiq)


 sumber foto : google.picture.com (cc) hening rumahhati

Selasa, 07 Agustus 2012

Asketisme Pedagang Zen

Oleh : Muhammad Ilham

Kerja adalah ibadah ...... dan hasil kerja adalah untuk mengeluarkan orang dari kesulitan dan ketidakmampuan mereka, dan Kaya adalah bentuk "pertemuan"dari keduanya 
(Robert N.Bellah)


Pada waktu berbuka kemaren, mata saya tertumbuk pada sebuah buku yang dibawa oleh istri saya tentang "Maju a-la ZEN". Saya juga heran, mengapa "soulmate" saya ini membawa buku ini, biasanya ia tidak begitu menyukai buku-buku sejenis ini. Sambil menanti makan malam (perbukaan) yang sedang diolah di dapur, saya coba baca buku "Maju a-la ZEN" ini. Awalnya saya tidak begitu respek, tapi makin saya baca makin menarik, seumpama minum air laut, makin haus bila makin diminum. Dari buku ini, ada satu hal yang menarik bagi saya, ajaran Shuzuki Shosan, pendeta Budha aliran ZEN yang hidup pada masa Tokugawa. Ajaran ZEN ini dianggap aliran atau ajaran yang "paling" bertanggung jawab terhadap perkembangan kapitalisme Jepang pada zaman modern ini, yang pada akhirnya memberikan julukan bagi orang Jepang sebagai "binatang ekonomi", sebuah julukan yang diberikan orang "Timur" dan "Barat" pada manusia-manusia keturunan Dewi Ameterasu Omikami ini. Mereka dikenal sebagai bangsa yang sangat agresif mencari laba. Iklannya gemerlap merambah seluruh suduut belahan-bulat dunia ini. Merk atau Brand Jepang apa kini yang tidak dikenal oleh masyarakat dunia, bahkan sampai ke pelosok desa paling "pelosok sekalipun.

Tentu saja orang Jepang tidak akan menyukai julukan "binatang ekonomi" ini. Bukan saja karena mereka menolak realitas tingkah laku yang memang secara pas digambarkan. Tapi karena mereka beranggapan persepsi orang lain tentang bangsa Jepang adalah keliru. Memburu laba bukanlah tujuan mereka atau nilai-motivasi yang berada dibelakang kegiatan orang Jepang. Kerja keras yang tekun dan rajin untuk memenuhi kebutuhan orang banyak, itulah basis dasar kegiatan apapun juga dalam berbagai bentuk profesi kerja : apakah pedagang, seniman ataupun sebagai seorang samurai. Dan, ini merupakan kontribusi ZEN. Ajaran ini mendapatkan tempat ketika sebagian besar penduduk negara Sakura ini kehilangan alasan untuk hidup, setelah mengalami perang saudara bertahun-tahun dan ketika memasuki masa damai, justru mengalami kesulitan untuk mengadaptasi diri. Ajaran kerja, sebagai cara untuyk mencapai kebebasan, nampaknya mengena di hati rakyat Jepang. Kerja dengan penuh kejujuran dalam ajaran ZEN merupakan bentuk dari sikap hidup Askestisme (Zuhd). Kerja adalah pekerjaan suci dan harus dihayati dalam kerangka religius. Kerja untuk mencari keuntungan justru ditolak. Kerja a-la ZEN bukanlah suatu kegiatan ekonomi, tapi suatu latihan untuk hidup zuhd.

Menurut buku ini, orang Jepang sangat menghargai seseorang yang sikapnya terhadap kerja bersifat religius. Nilai ini hanya akan bisa diejawantahkan dengan kerja produktif. Seorang pedagang dalam organisasi dagang Jepang a-la ZEN menganggap distribusi barang sebagai tugassuci untuk membebaskan setiap orang dari kekurangan. Mungkinkah karena ini, maka "religiusitas kerja"nya membuat Jepang unggul sebagai pengrajin industri dan sekaligus pedagang ? Mungkinkah karena ini pula .... dunia merasakan kehadiran "Jepang" di mana-mana ? .......... Dan ketika menjelang sahur, kala istri sedang asyik menyiapkan masakah sahur untuk kami, beberapa saat kemudian ia berkata, "bang, makanan sudah selesai saya masak, ayo kita makan bareng anak-anak," kata istri saya ketika saya masih membaca buku ini. Wajahnya nampak bahagia, mungkin ia ikhlas memasak masakan paling enak buat saya, walau dengan harga bahan baku murah. Ia hidangkan buat kami tanpa raut muka letih ............. dan mungkin karena ini pula, kehadiran masakah istri saya, sangat saya rindukan. Masakan itu terasa ada dimana-pun saya ada ...... hah, ingat orang Jepang, yang kehadiran "barang-barang" mereka ada dimana-mana.

Rasis itu, Otaknya Kecil


Perilaku Rasis atau familiar dengan istilah yang lebih komplit -  SARA, 
pada dasarnya adalah perilaku yang terdapat pada manusia
 "berotak kecil"


Sumber Foto : bin'scorner

Isn't History Repeating Itself ( Hitler & Israel, Now)

Ditulis ulang : Muhammad Ilham 

Sebagaimana yang dilansir oleh detik.news.com (cc) AFP News, pertemuan Gerakan Non Blok (GNB) untuk membahas Palestina dibatalkan setelah Menlu Mary Natalegawa bersama empat menteri luar negeri lainnya ditolak Israel masuk ke Ramallah. Mereka yang ditolak ini merupakan menteri dari negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. "Sebuah keputusan telah diambil untuk melarang perwakilan diplomatik dari beberapa negara yang tidak mengakui Israel," ujar salah seorang pejabat Israel seperti dilansir AFP, Minggu (5/7/2012). Pada Minggu hari ini, sedianya di Ramallah Palestina akan diselenggarakan pertemuan Gerakan Non-Blok (GNB) tingkat menteri, namun mendadak dibatalkan. Hal itu disebabkan karena Lima menteri luar negeri, salah satunya Marty Natalegawa, ditolak masuk Ramallah. Total 13 menteri sedianya akan mengikuti acara ini. Pihak Israel mendadak menolak lima menteri yang telah hadir dan tengah menuju Ramallah. Lima menteri itu adalah menteri dari Malaysia, Indonesia, Bangladesh, Kuba dan Aljazair. Lima menteri ini bersama dengan para menteri lainnya sedianya hadir untuk menghadiri pertemuan dua hari dalam konferensi Luar Biasa Tingkat Menteri Luar Negeri Gerakan Non-Blok mengenai Palestina (Extraordinary Ministerial Meeting of the Non-Aligned Movement Committee on Palestine) di Ramallah pada hari Minggu ini. 

Apa yang dilakukan negara Israel terhadap negara-negara lainnya - kecuali Amerika Serikat  dan sekutu-sekutunya - dalam lingkup pergaulan internasional, menurut AFPNews menunjukkan kesamaan dengan apa yang dilakukan oleh "musuh historis" mereka yaitu Adolf Hitler, "sombong dan menganggap diri benar, walau melanggar nilai-nilai kemanusiaan universal". Israel pada prinsipnya mengulang (repeating) apa yang dilakukan oleh Hitler, setengah abad yang lalu.




















Sumber Foto : AFPNews.com & binscorner.com

Senin, 06 Agustus 2012

One Queen & 11 US Presidents : Luar Biasa !!



Ratu Elizabeth II dengan Barack Hussein Obama

Dengan George Walker Bush (jr)

Bersama Bill Clinton

Dengan George Bush

Bersama Ronald Reagan

Dengan Jimmy Carter

Dengan Richard Nixon

 Berdansa dengan Gerald Ford



 Dengan Lyndon Baines Johnson

 Bersama John F. Kennedy

 Dengan Harry S. Truman

Sumber Foto : bin's corner.com

Minggu, 05 Agustus 2012

Menolak Bakrie Award = Menolak Aburizal Bakrie


Karena (memang) "tak ada makan siang yang gratis", maka mereka menolak untuk menjadi "kudo palajang bukik" bagi kepentingan politik pencitraan-personal. Dengan menolak Bakrie Award, terlepas motif personal ataupun kelompok, pada dasarnya mereka ingin menyampaikan pesan bahwa mereka menolak Aburizal Bakrie.


Rohaniwan Franz Magnis Suseno ''mempelopori'' penolakan terhadap Penghargaan Ahmad Bakrie (Bakrie Award) pada 2007. Ketika itu Romo Magnis menolak menerima hadiah Bakrie Award dengan alasan bencana lumpur Lapindo yang disebabkan anak perusahaan Bakrie.  


Sastrawan Sitor Situmorang sejatinya mendapatkan anugerah sastra pada Penghargaan Ahmad Bakrie 2010. Namun penyair ini menolak menerima hadiah dengan alasan serupa yang dikemukakan Franz Magnis Suseno.



Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dari 1978 sampai 1983 dalam Kabinet Pembangunan III Daoed Joesoef, diberi gelar ''Pemikir Sosial'' dalam Penghargaan Ahmad Bakrie 2010. "Mengikuti hati nurani sendiri," adalah alasan penolakan Daoed tersebut.



Seno Gumira Ajidarma menerima pemberitahuan akan mendapat penghargaan Ahmad Bakrie tahun ini. Namun doktor ilmu sastra Universitas Indonesia itu menolak dengan mengatakan "sebaiknya penghargaan tersebut diberikan pada orang lain yang dianggap layak."



Budayawan Goenawan Mohamad (GM) memberikan keterangan pers terkait pengembalian penghargaan Bakrie Award yang diterimanya pada tahun 2004, di Komunitas Salihara, Jakarta, Selasa, 22 Juni 2010. Pengembalian piala dan uang sebesar Rp 154 juta (dihitung dengan memasukkan bunga SBI sejak 2004 sampai 2010) tersebut dilakukan atas akumulasi kekecewaan GM terhadap tindakan yang berkaitan dengan Aburizal Bakrie.

Sumber Foto : TEMPO (cc) tempointeraktif.com