Jumat, 27 Januari 2012

Soempah Pemoeda, Lapangan Tengah dan Julia Perez

Oleh : Muhammad Ilham

84 tahun yang lalu, pemuda Indonesia bersumpah. Bila Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (Dirjen PAUD) selalu mengatakan bahwa anak usia dini adalah "masa keemasan" (golden age), maka usia muda yang dimiliki pemuda adalah usia pengatur "ritme" bangsa. Mereka adalah ibarat pemain bola Lapangan Tengah. Pelatih-pelatih bola tenar yang pernah dicatat sejarah persepakbolaan dunia, selalu menganggap para pemain lapangan tengah teramat penting. Mereka pengatur serangan, penentu turun naiknya tensi permainan. Pensuplay bola ke striker dan seterusnya. Pelatih Spanyol (juara dunia) tahun lalu Vicente del Bosque, bahkan menganggap pemain lapangan tengah adalah nyawa tim. Jangan tanya sang pelatih kharismatik negara Jerman der Kaizer Franz Beckenbauer, ia pasti menganggap striker Jerman kala juara dunia Karl-Heinz Rumenigge tidak berarti apa-apa bila tidak ditopang pemain tengah mereka yang solid dan disiplin. Sebagai play maker yang menguasai wilayah lapangan tengah, Beckenbauer merasakan bagaimana arti pentingnya wilayah sentral ini dalam mengatur irama pertandingan. Hampir semua pelatih besar dunia senada dengan del Bosque dan Beckenbauer. Mulai dari pelatih Argentina eksentrik Cesar Luis Menotti, para pelatih papan atas Italia seperti Dino Zoff, Cesare Maldini, Marcello Lippi dan Fabio "Don" Capello, Carlos Alberto Perreira dari Brazil, pelatih fenomenal Manchester United Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger bersama Arsenal-nya di daratan Inggris hingga pelatih klub Barcelona yang berjuluk Azzulgrana sekaliber Pep Guardiola, akan merasa khawatir luar biasa bila para pemain tengah mereka cedera atau melemah. Bahkan the special one Jose Mourinho, sejak di FC. Porto - Chelsea - Inter Milan hingga Real Madrid pernah dengan lantang mengatakan : "tanpa pemain lapangan tengah yang kuat, tim tidak memiliki arti apa-apa".

Mungkin pemuda tidak bisa disamakan dengan pemain lapangan tengah, atau para elit-pimpinan negara diumpamakan dengan striker. Tapi, arti penting pemuda dalam sebuah tim yang bernama negara, ibarat para pemain lapangan tengah dalam negara yang bernama "tim sepakbola". Dan bila diumpamakan dengan ungkapan Mourinho diatas, maka : "tanpa pemuda yang kuat dan berkualitas, negara ini tidak memiliki arti apa-apa". 28 Oktober, 84 tahun yang lalu, pemuda Indonesia bersumpah .............. !!



Dahulu, Founding Father sekaligus Presiden Republik Indonesia pertama - Ir. Soekarno - pernah mengatakan harapannya sekaligus ingin menegaskan betapa strategisnya posisi pemuda. Dalam pidatonya, sang orator ini mengatakan :
Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku ubah dunia.

Dan Sutardji Calzoum Bachri juga memekikkan :

"Wahai Pemuda, Mana Telurmu"


Apa gunanya merdeka/Kalau tak bertelur Apa guna bebas/Kalau tak menetas? Wahai bangsaku/Wahai pemuda/Mana telurmu? Kepompong menetaskan kupukupu Kuntum mengantar bunga/Putik memanggil buah Buah menyimpan biji/Biji menyimpan mimpi/
menyimpan pohon
/dan bungabunga Uap terbang menetas awan/
mimpi jadi/sungai pun jadi menetas jadi/hakekat lautan Setelah kupikir pikir manusia itu/ternyata burung berpikir Setelah kurenung renung/manusia ternyata burung merenung/Setelah bertafakur Tahulah aku/Manusia harus bertelur Burung membuahkan telur Telur menjadikan burung Ayah menciptakan anak Anak melahirkan ayah Wahai para pemuda/Menetaslah kalian Lahirkan lagi/Bapak bagi bangsa ini! Ayo Garuda/Mana telurmu? Menetaslah/Seperti dulu Para pemuda/bertelur emas Menetaskan kau/Dalam sumpah mereka



Tadi sore jelang malam menjelang maghrib, saya sempat menonton acara Hitam Putih di TransTV. Acara yang "dikomandani" mentalist Dedy Corbuzier tersebut menghadirkan Julia Perez sebagai bintang tamu. Mungkin karena bertemakan Hari Sumpah Pemuda, artis sensual yang pernah mencalonkan diri (mau) jadi Bupati Pacitan tersebut juga menaruh harapan pada para pemuda. (Katanya) ia ingin mengutip pidato Soekarno. Dengan mengepalkan tangan dan "membusungkan dada", artis pemeran Hantu Jamu Gendong ini kemudian berpidato singkat : "Berikan aku sepuluh pemuda gagah, maka akan aku goncangkan dunia".
Julia Perez pun mendelik dan tersenyum sensual.
"Sepuluh orang pemuda, akan kugoncangkan !", katanya kembali.

(Saya tersenyum kecut, lantas berangkat bersama si bungsu ke masjid, sholat maghrib. Disepanjang jalan, saya berfikir, bagaimana bila disandingkan Soekarno dan Julia Perez mengucapkan kata-kata : Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku ubah dunia"?. Pemuda bagi Soekarno adalah potensi besar untuk mengubah dunia. Ada kerja keras dan tanggung jawab disana. Sementara Jupe yang manis-sensual itu, justru ingin meminta sepuluh pemuda gagah, dan ia ingin mengguncangkan (mereka). Ada aura "sensual-erotika" disana. Apalagi Julia Perez menutup pidatonya dengan kerlingan mata manja, kerlingan mata yang bagi saya prikitiw. Mungkin banyak pemuda Indonesia (sekarang) yang memilih Julia Perez ! Semoga saya salah !


Teks Soempah Pemoeda dibacakan pada waktu Kongres Pemoeda yang diadakan di
Waltervreden (sekarang Jakarta) pada tanggal 27 - 28 Oktober 1928 1928.

Panitia Kongres Pemoeda terdiri dari :

Ketua : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Wakil Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V : Rochjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi)

Peserta :

Abdul Muthalib Sangadji/Purnama Wulan/Abdul Rachman/Raden Soeharto/Abu Hanifah/Raden Soekamso/Adnan Kapau Gani/Ramelan/Amir (Dienaren van Indie)/Saerun (Keng Po)/Anta Permana/Sahardjo/Anwari/Sarbini/Arnold Manonutu/Sarmidi Mangunsarkoro/Assaat/Sartono/Bahder Djohan/S.M. Kartosoewirjo/Dali/Setiawan/Darsa/Sigit (Indonesische Studieclub)/Dien Pantouw/Siti Sundari/Djuanda/Sjahpuddin Latif/Dr.Pijper/Sjahrial (Adviseur voor inlandsch Zaken)/Emma Puradiredja/Soejono Djoenoed Poeponegoro/Halim/R.M. Djoko Marsaid/Hamami/Soekamto/Jo Tumbuhan/Soekmono/Joesoepadi/Soekowati (Volksraad)/Jos Masdani/Soemanang/Kadir/SoemartoKarto Menggolo/Soenario (PAPI & INPO)/Kasman Singodimedjo/Soerjadi/Koentjoro Poerbopranoto/Soewadji Prawirohardjo/Martakusuma/Soewirjo/Masmoen Rasid/Soeworo/Mohammad Ali Hanafiah/Suhara/Mohammad Nazif/Sujono (Volksraad)/Mohammad Roem/Sulaeman/Mohammad Tabrani/Suwarni/Mohammad Tamzil/Tjahija/Muhidin (Pasundan)/Van der Plaas (Pemerintah Belanda)/Mukarno/Wilopo/Muwardi/Wage Rudolf Soepratman/Nona Tumbel

Catatan :
Sebelum pembacaan teks Soempah Pemoeda diperdengarkan lagu"Indonesia Raya" gubahan W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya.

  1. Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempat di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda, pada waktu itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong.
  2. Golongan Timur Asing Tionghoa yang turut hadir sebagai peninjau Kongres Pemuda pada waktu pembacaan teks Sumpah Pemuda ada 4 (empat) orang yaitu : (a). Kwee Thiam Hong, (b). Oey Kay Siang dan c. John Lauw Tjoan Hok serta (d). Tjio Djien kwie
Referensi teks Soempah Pemoeda : Marwati Djoened Poesponegoro (dkk.), 1996
Foto : detik.com

The Turning Point of Abbasid Empire

Oleh : Yulniza & Muhammad Ilham

Dinasti Abbasiyah dikenal dalam sejarah sebagai salah satu Dinasti besar yang mampu melahirkan capaian-capaian peradaban dan ilmu pengetahuan paling unggul untuk masanya dalam sejarah peradaban Islam. Tulisan ini ingin mengetengahkan “sudut lain” dari keberadaan dinasti tersebut, yaitu era kejatuhannya dengan menggunakan analisis teori siklus Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun mengemukakan salah satu teorinya yang terkenal tentang pertumbuhan dan perkembangan suatu Negara atau dinasti. Menurutnya ada lima tahapan pertumbuhan dan perkembangan suatu Negara atau dinasti, yaitu : (1). Tahap Pertama yaitu tahap sukses, penggulingan seluruh oposisi dan penguasaan kedaulatan, dari dinasti-dinasti sebelumnya. Dalam menetapkan dan menentukan keputusan, penguasa tidk sendirian melainkan mengikutsertakan bawahan nya. (2). Tahap Kedua dimulai dengan tindakan sewenang-wenang penguasa terhadap rakyatnya. Menetapkan keputusan sendiri tanpa mengikut sertakan bawahan, bahkan menjauhkan mereka agar tidak ikut ambil bagian dalam urusan pemerintahan. Seluruh kekuasaan berada ditangan keluarganya. Ia mencanangkan seluruh keagungan yang telah ia bangun untuk anggota “rumahnya”. (3). Tahap Ketiga merupakan tahap bersenang-senang, ketika buah kedaulatan telah dinikmati, keinginan akan harta, menciptakan hal-hal yang bersifat monumental serta popularitas. Segala perhatian penguasa terfokus dan tercurah pada urusan pajak, mengatur uang belanja, pemasukan dan pengeluaran, mendirikan bangunan-bangunan besar, konstruksi-konstruksi kokoh, kota-kota luas dan monument-monumen yang menjulang, memberikan hadiah-hadiah kepada orang-orang terhormat dan pemuka-pemuka suku yang disegani. Pada tahap ini, ia mengabulkan permohonan yang diajukan oleh para pengikutnya, baik berupa uang maupun jabatan. (4). Tahap Keempat merupakan tahap kepuasan hati, tentram, damai. Pada tahap ini penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang dibangun oleh para pendahulunya. Semua tradisi dan kebiasaan tersebut diikuti persis seperti apa adanya dan sangat hati-hati. (5). Tahap Kelima merupakan tahap boros dan berlebihan. Pada tahap ini pemegang tampuk kekuasaan menjadi potensi perusak bagi kebaikan dan keberhasilan yang telah dikumpulkan oleh para pendahulunya. Ia menuju pemuasan hawa nafsu, kesenangan menghibur diri dan memper-tontonkan kedermawanannya kepada orang-orang dalam. Ia juga mengambil bawahan yang berwatak jahat untuk dipercayai melakukan tugas-tugas penting. Padahal mereka tidak memiliki kemampuan untuk memikul beban seberat itu dan tidak mengetahui apa-apa yang seharusnya mereka lakukan. Sang penguasa berusaha merusak orang-orang besar yang dicintai oleh rakyat. Mereka pada akhirnya membenci penguasa dan tidak mendukungnya lagi. Penguasa kehilangan banyak tentara dengan segala pemberian untuk kesenangannya. Ia menutup pintu bagi orang-orang yang secara jujur menasehati dan mengawasinya. Ia merusak dasar-dasar yang telah dibangun oleh para pendahulunya dan merobohkan apa yang telah mereka bangun. Pada tahap ini, negara atau dinasti tersebut telah berada dalam kondisi “tua” dan dihinggapi penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan lagi hingga pada akhirnya hancur.

Berangkat dari teori diatas, dapat dianalogikan dengan pertumbuhan dan perkembangan Dinasti Abbasiyah, yaitu tahap pertama dapat dianalogikan dari khalifah Abu al-Abbas sampai kepada khalifah al-Mutawakkil. Tahap kedua sampai dengan tahap yang kelima dapat dianalogikan kepada masa-masa setelah pemerintahan al-Mutawakkil sampai kepada al-Mu’tashim. Dalam hal ini penulis memperoleh kesulitan dalam membagi secara detail-elaboratif tentang kekuasaan khalifah Dinasti Abbasiyah berdasarkan teori diatas. Hal ini disebabkan karena Dinasti Abbasiyah tersebut mencapai puncaknya pada masa al-Mutawakkil, setelah itu dinasti ini mengalami fase kemunduran. Penggantinya tidak ada yang mampu mengerjakan pembangunan yang bersifat monumental. Sedangkan proses kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak bisa dilepaskan dari masa kemundurannya. Penyebab langsung kehancuran Dinasti ini adalah datangnya serangan pasukan Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H./1258 M. Mongol adalah sebuah bangsa yang berasal dari Siberia yang dating dari arah Utra menuju Mongolia. Mereka menamakan diri mereka sebagai “Putra Serigala Berbulu Hijau”dan sebagai “Rusa Tak Bertanduk”. Kehidupan mereka mirip dengan kehidupan binatang. Imperium Mongol mulai terbentuk dengan berdirinya Dinasti Chi’in di Cina Utara dan Dinasti Sung di Cina Selatan yang didirikan oleh Temujin. Ia berkuasa atas nama Jengis Khan (Penguasa Lautan, Penguasa Dunia atau bisa saja diartikan sebagai Penguasa di Tengah Laut). Jengis Khan memimpin Mongol dan sejumlah suku-suku Turki yang bergabung dengannya dalam rangka menyerbu kerajaan Hsia di Barat dan mengusir Dinasti Chin ke Sungai Kuning. Pada tahun 615 H./1218 M. setelah Gubernur Khawarizm membantai 100 orang lebih suku Mongol di Sungai Atrar, maka semenjak saat itu, pasukan Mongol mulai melancarkan serangan-serangan mereka ke wilayah-wilayah Islam. Setelah Jengis Khan meninggal, usaha-usahanya dilanjutkan oleh para cucunya.

Proses kedatangan tentara Mongol ke Baghdad, menimbulkan ragam pendapat di kalangan sejarawan. Al-Suyuthi dan Ibn Katsir berpendapat bahwa kedatangan tentara Mongol tersebut ke Baghdad ada kaitannya dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Ibn Al-Qami dari kelompok Syiah Rafidah, dimana ia sangat berambisi untuk merampas khilafah dari tangan Bani Abbas dan kemudian meyerahkannya kepada Dinasti Fathimiyah. Kesempatan emas tersebut diperolehnya sewaktu pasukan Mongol menyerbu wilayah-wilayah Islam. Ia aktif mengadakan kontak dengan pasukan Mongol untuk merebut Baghdad. Jika ia menerima surat dari pasukan Mongol, maka surat tersebut dirahasiakannya. Sebaliknya, seluruh hal yang berhubungan dengan Dinasti Abbasiyah, ia beberkan secara transparan dan detail kepada pasukan Mongol. Hal ini juga terungkap dari ungkapan sejarawan Islam klasik lainya Ibn Katsir yang mengatakan bahwa Ibn Alqami menulis surat kepada Mongol yang intinya mendukung rencana mereka untuk merebut Baghdad dan siap “melicinkan” jalan bagi pasukan Mongol. Ia membeberkan kepada pasukan Mongol tentang kondisi yang dialami oleh Dinasti Abbasiyah termasuk kelemahan-kelemahan pasukan al-Mu’tashim. Itu semua dilakukannya tidak lain karena ia melihat Dinasti Abbasiyah hancur dan khalifahnya tumbang. Sementara sebagian sejarawan berpendapat bahwa kedatangan Mongol ke Baghdad dilatarbelakangi oleh faktor pribadi mereka. Dimana mereka adalah bangsa nomad yang suka berpindah-pindah untuk mencari nafkah sekaligus menguasai daerah-daerah tersebut. Disamping itu, Hulagu Khan ini adalah cucu dari Jengis Khan yang yang bercita-cita untuk menguasai dunia. Hulagu Khan dianggap melanjutkan rintisan usaha dari kakeknya, Jengis Khan. Ia merupakan salah seorang cucu Jengis Khan yang memipin pasukan Mongol dalam penyerbuan terhadap kekuasaan Abbasiyah dan menghancurkan pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah (Baghdad). Sekaligus penyebab utama kehancuran Dinasti atau kekhalifahan bangsa Arab. Dua tahun kemudian, ia dapat menaklukan Damaskus, namun akhir dari ekspansi Hulagu Khan yang sangat ekspansif tersebut bisa cditahan dan diredam oleh Dinasti Mamluk dalam peperangan di ‘Ain Jalut tahun 659 H./1260 M.

Kebencian Ibn Alqami bertambah lagi setelah adanya tragedy di Baghdad pada tahun 655 H./1257 M. antara aliran Syiah Rafidah dan aliran Sunni. Ketika itu, aliran Sunni berhasil mengalahkan aliran Syiah Rafidah dan kemudian mengambil alih semua rumah-rumah pengikut aliran Syiah Rafidah tersebut, termasuk rumah keluarga Ibn Alqami. Ibn Alqami akhirnya dapat merayu pasukan Mongol untuk menyerang Baghdad. Ia menyarankan agar khalifah al-Mu’tashim mengirimkan hadiah yang berharga kepada Hulagu Khan agar ia membatalkan rencananya untuk menguasai Baghdad. Beberapa pembantu khalifah mengusulkan agar khalifah tidak memberikan hadiah dalam bentuk hadiah yang mewah, cukup hadiah yang secara materi biasa-biasa saja. Khalifah al-Mu’tashim sependapat dengan ususlan para pembantunya tersebut. Kemudian, beliau mengirimkan hadiah yang tidak begitu berharga kepada Hulagu Khan.

Pada sisi lain, Ibn al-Aqlami kemudian memberikan informasi kepada Hulagu Khan tentang perdebatan di istana mengenai hadiah dari khalifah untuk Hulagu Khan. Hulagu Khan kemudian mengirim surat kepada khalifah al-Mu’tashim untuk mengirimkan pembantu dekatnya yang mengusulkan pemberian hadiah yang tidak berharga tersebut. Khalifah tidak membalas surat tersebut dan tidak menanggapinya secara serius. Hal ini menambah kegeraman Hulagu Khan terhadap khalifah al-Mu’tashim dan kaum muslimin. Pada awal tahun 656 H./1258 M. Hulagu Khan mengirim-kan pasukan ke Baghdad di bawah pimpinan amir-nya sebagai bentuk kedatangan awal pasukan yang lebih besar. Sampai di Baghdad, mereka mendapati kota Baghdad dijaga dengan ketat. Akan tetapi hal tersebut tidak merubah rencana mereka untuk menyerang kota Baghdad. Mereka mengepung istana khalifah dan menyerangnya dengan “hujan panah” dari seluruh penjuru. Panah tersebut masuk ke dalam istana dan mengenai salah seorang pembantu istana. Melihat hal tersebut, khalifah al-Mu’tashim meminta kepada para pengawalnya untuk melipat gandakan pengawalan. Pada tanggal 12 Muharram 656 H./1258 M. pasukan yang berkekuatan 200.000 personil dipimpin oleh Hulagu Khan tiba di Baghdad. Mereka mengepung Baghdad dari Barat dan Timur. Cucu Jengis Khan ini meminta agar khalifah menemuinya. Al-Mu’tashim dengan kawalan hamper 700 orang keluar dari Baghdad. Menjelang sampai ke tempat Hulagu Khan, para pengawal tersebut tidak diperbolehkan mengawal khalifah sebanyak 700 orang tesebut, justru yang diperbolehkan Cuma 17 orang saja. Dan selanjutnya, pengawal-pengawal yang tinggal tersebut dibunuh. Pertemuan antara Hulagu Khan dengan khalifah al-Mu’tashim tetap berjalan seperti yang telah direncanakan.

Setiap Hulagu Khan menanyakan sesuatu kepada khalifah, khalifah menjawabnya dengan gemetar karena melihat penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh hulagu Khan pada dirinya. Usai pertemuan tersebut, khalifah kembali ke Baghdad dengan pengawalan yang cukup ketat. Ia diikuti oleh Ibn Alqami dan salah seorang kepercayaan Hulagu Khan bernama Nashiruddin al-Thusi. Tidak lama kemudian khalifah mengirimkan hadiah yang terdiri dari emas dan benda-benda berharga lainnya kepada Hulagu Khan. Namun pemberian hadiah tersebut tidak berarti karena Ibn Alqami dan Nashiruddin al-Thusi selalu mempengaruhi Hulagu Khan untuk tetap dan terus menyerang Dinasti Abbasiyah (dalam hal ini adalah khalifah al-Mu’tashim). Bahkan Ibn Alqami mengusulkan pembunuhan khalifah dan usulan tersebut didukung oleh Nashiruddin al-Thusi. Ketika khalifah al-Mu’tashim untuk kali keduanya menemui Hulagu Khan, maka Nashiruddin al-Thusi mengatakan kepada Hulagu Khan bahwa inilah saat yang tepat untuk membunuh khalifah. Akhirnya, pada hari Rabu tanggal 14 Safar 656 H./17 Januari 1258 M., khalifah al-Mu’tashim terbunuh dalam usia 46 tahun. Setelah khalifah terbunuh, pasukan Mongol memasuki Baghdad dan membunuh siapa saja yang memungkinkan untuk mereka bunuh, laki-laki, perempuan, anak-anak dan seterusnya. Disamping itu, mereka juga membunuh para khatib, imam dan penghafal al-Qur’an. Mereka dibunuh secara kejam. Selain membunuh masyarakat, pasukan Mongol ini juga memporakporandakan kota Baghdad, menghancurkan masjid, sekolah dan juga menghancurkan pilar-pilar peradaban Islam yang tidak ternilai harganya seperti membakar dan memusnahkan buku-buku di berbagai perpustakaan di kota Baghdad. Setelah terbunuhnya al-Mu’tashim, maka secara resmi berakhirlah kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang telah mampu bertahan selama lebih kurang 600 tahun. Walaupun masa jayanya tidak begitu lama, tetapi Dinasti Abbasiyah masih dapat bertahan selama lebih kurang 600 tahun. Sebuah prestasi yang cukup mengesankan.

:: Artikel lengkap (dan referensi) diterbitkan dalam Jurnal Tabuah Edisi 14/2012
:: Gambar - salah satu penggalan puisi masa Dinasti Abbasiyah (sumber : www.irna.com)

Selasa, 24 Januari 2012

Mengapa Singapura dan Israel Melarang Merokok (Sebuah Catatan Buat Suamiku)

Oleh : Imla W. Ilham (Ibunda Iffa & Malika)

" .......... biarlah tulisan beri pesan/bahwa saya punya cara menyayangimu".

Sebuah penggalan puisi dari seorang kawan, terasa teramat pas kunukilkan buat suami tercinta. Walau bukan perokok berat, saya punya kewajiban untuk menyanyangi tubuhnya, menjaga kesehatannya, dengan cara yang bukan otoriter dan menyalahkan yang keluar dari mulut saya sendiri. Dalam setiap kesempatan, saya selalu menyuguhkan padanya tulisan tentang "hidup sehat tanpa rokok". Saya yakin dan percaya, walau belum berubah secara signifikan, ia tahu, bahwa saya teramat memperhatikannya. Saya berdo'a, semoga dari hari ke hari, ia bisa mengurangi kebiasaan merokoknya. Saya yakin, ikhtiarnya dinilai Allah SWT. sebagai ibadah yang tinggi. Saya juga menyadari, saya hanya bisa bicara karena tak pernah merasakan bagaimana merokok itu sendiri. Abang ..... mari kita baca kembali artikel yang saya kutip dibawah ini tentang kualitas bangsa yang mengharamkan rokok. Senyum dan do'aku buatmu !!


Coba kita melihat ke dua Negara yang dapat disebut memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, Israel misalnya? Dan tentunya Singapura yang menjadi tangan kanan Israel di Asia tenggara saat ini, bukan rahasia lagi jija Singapura merupakan Negara yang sangat dekat dengan Amerika dan Israel. Di Isarel, merokok itu tabu! Mereka memiliki hasil penelitin dari ahli peneliti tentang Genetika dan DNA yang meyakinkan bahwa nekotin akan merusak sel utama yang ada di dalam otak manusia yang dampaknya tidak hanya kepada si perokok akan tetapi juga akan mempengaruhi “gen” atau keturunannya. Pengaruh yang utama adalah dapat membuat orang dan keturunannya menjadi “bodoh” atau “dungu”. Walaupun, kalau kita perhatikan, maka penghasil rokok terbesar di Dunia saat ini adalah orang Yahudi! Tetapi yang merokok, bukan orang Yahudi. Mengapa? Inilah yang menjadi Agenda tersembunyi dari Kaum Zionis, masyarakat Non Yahudi di biarkan merokok dengan sepuas-puasnya, sedangkan mereka sebagai produsen rokok tidak memakannya, karena selain mereka tahu bahwa di dalamnya terdapat zat yang merusak sel-sel otak atau kebodohan , selain itu untuk merusak generasi non Yahudi.

Tanpa bermaksud untuk mendramatisasi tentang orang Israel dan atau orang Yahudi, saya ingin berbagi informasi yang saya peroleh dari membaca terjemahan H. Maaruf Bin Hj Abdul Kadir (guru besar berkebangsaan Malaysia) dari
Universitas Massachuset USA tentang penelitian yang dilakukan Dr, Stephen Carr Leon. Penelitian DR Leon ini adalah tentang pengembangan kualitas hidup orang Israel atau orang Yahudi dengan meningkatkan konsumsi gizi serta larangan merokok, sedangkan upaya mengkerdilkan bangsa non Yahudi, makanan-makanan perusak termasuk di dalamnya rokok sengaja diciptakan. Negara Singapura sebagai Negara dengan yang memiliki komunitas Yahudi terbesar di Asia Tenggara, di Singapura para perokok diberlakukan sebagai warga negara kelas dua, Semua yang berhubungan dengan perokok akan dipersulit oleh pemerintahnya. Harga rokok 1 pak di Singapura adalah 7 US Dollar bandingkan dengan Indonesia yang hanya berharga 70 sen US Dollar. Pemerintah Singapura menganut apa yang telah dilakukan oleh peneliti Israel, bahwa nikotin hanya akan menghasilkan generasai yang “Bodoh” dan “Dungu”. Dengan mempertahankan ‘cultur” atau “habbit” merokok, apakah memang kita memang ingin melahirkan generasi “Bodoh” dan “Dungu” kelak? Atau sadarkah kita bahwa kita sedang terperangkap dalam grand design Pembodohan dan Pedunguan dengan mendewa-dewakan rokok? Semoga kita semakin sadar bahwa generasi kita kelak dalam ancaman rusaknya moral karena kebodohan dan kedunguan yang sedang diciptakan.

Sumber (tulisan miring) : adi supriadi/2011

Aku Bangga Punya Kampung, Namanya Air Bangis

Oleh : Imla Wifra Ilham (Ibunda Iffa & Malika)

"Aku bangga punya kampung, namanya Air Bangis"
(Iffa Ilham)

Kata-kata diataslah yang pernah diutarakan sulung saya Iffa pada kawan-kawannya beberapa waktu lalu. Karena itu pula, pada Hari Raya Idhul Adha tahun ini, Iffa pulang kampung. Dengan rasa senang, ia pulang bersama tante Mesya-nya (pengasuh Iffa dan Malika). Hanya mereka berdua, karena saya dan suami tidak mungkin bisa pulang, maklum disamping liburan yang tidak begitu lama, banyak pekerjaan yang masih terbengkalai, terutama ayah Iffa. Ia harus ngajar dan ngantor hari Senin, serta mengomandani warga di komplek perumahan kami berkaitan dengan Hari Raya Idhul Adha dan penyembelihan hewan Qurban. Sementara Malika, mungkin karena masih kecil (6 tahun), ia nampaknya tak mau berpisah dengan saya. Memang terdapat perbedaan antara Iffa dan Malika, dua putri mungil dan manis kami ini. Iffa, mungkin karena anak tertua, cenderung mandiri dan enjoy saja bila jauh dengan kami. Sementara Malika, agak takut berpisah dengan saya. Tapi bagaimanapun jua, mereka adalah anak-ana kami yang saling melengkapi, mereka berdua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Kembali ke Pulang Kampung-nya Iffa. Iffa dan tante Mesya-nya berangkat pada hari Jum'at malam lalu dengan travel. 5 jam perjalan, lebih kurang. Sejak pulang dari sekolah, Iffa nampaknya tidak sabaran. "Iffa rindu pada nenek dan kakek (biasa dipanggilnya dengan ongku)", katanya. Neneknya pun demikian, teramat sering menelepon, kapan Iffa pulang kampung. Maklum, sebagai cucu tertua, Nenek dan Ongkunya sangat sayang pada Iffa. Apalagi di kampung, Iffa memiliki dua orang mamak (biasanya ia panggil Makning dan Manda) yang juga kasih pada sulung saya ini, disamping keluarga suami (kakak dan adik suami) yang dipanggil Iffa dengan Uci dan Papa (panggilan buat adik suami yang paling kecil). Saya kakak beradik 5 orang, saya paling tua dan satu-satunya perempuan. Berarti, Iffa memiliki 4 orang mamak (adik saya semuanya laki-laki, 2 di Air Bangis dan 2 di Padang). Jadi tidaklah mengherankan apabila mamak-mamak Iffa sangat sayang padanya, maklum, mereka hanya memiliki dua orang kemenakan, Iffa dan Malika. Dalam tradisi Minangkabau, mamak memiliki peran sentral bagi kemenakannya. Dan bagi Iffa (serta Malika), Air Bangis adalah cerita indah tersendiri baginya.

Ayah Iffa dan Malika selalu menekankan untuk "sadar kampung halaman". Pernah suatu ketika ia berkisah tentang cerita kawannya yang kuliah di Michigan University Amerika Serikat. Ketika kawannya ini untuk pertama sekali kuliah di Michigan University ini, dosennya meminta ia untuk memperkenalkan diri ...... dan menceritakan tentang adat istiadat serta kampung halamannya. Pada waktu itu, ia kebingunan. Adat istiadat mana dan kampung halaman siapa yang akan diceritakannya. Ia anak blasteran domestik. Ayah dan ibunya yang kebetulan berlainan etnik ini tidak pernah satu kalipun bercerita tentang adat istiadat mereka. Apalagi, sejak lahir hingga besar, kawan suani saya ini tidak pernah diajak pulang kampung. Bila liburan, ia bersama adik-adiknya diajak orang tua mereka liburan ke Jakarta dan tempat-tempat liburan "modern" di kota-kota besar. Hidup di komplek perumahan yang heterogen serta terbiasa mempergunakan Bahasa Indonesia dalam bahasa tutur di keluarga mereka, membuat kawan suami saya ini merasa tidak memiliki yang namanya adat istadat dan kampung halaman dalam pengertian spesifik. Karena itu-lah suami saya "menginstruksikan", bahasa Air Bangis adalah bahasa "wajib" di rumah pada Iffa dan Malika. Bila di sekolahnya, silahkan ia berbahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia.

"Iffa dan Malika harus memiliki kebanggaan spesifik pada bahasa ibunya, karena dengan itu, nantinya ia akan merasa kaya. Belajar bahasa ibu jauh lebih sulit bila ia besar nantinya, dibandingkan dengan Bahasa Indonesia", kata ayah Iffa dan Malika.

"Bahasa planet Pluto nantipun bisa ia pelajari bila sudah besar, tapi bahasa kampung halaman, ia akan menemukan mendapatkan rasanya", kata suami saya kembali.

Akhirnya, praktis Iffa dan Malika kadang-kadang berbahasa gado-gado bila bercengkerama dengan kawan-kawannya di komplek perumahan kami. Maklum, bahasa kampung sering terbawa. "Biarkan saja !", kata suami saya. Saya menurut saya, karena bagi saya itu memang baik bagi Iffa dan Malika. Sedangkan liburan di kampung halaman bagi Iffa, bagi saya dan suami, merupakan bentuk menyatukan Iffa dan membuat ia bangga memiliki kampung halamannya. Disamping itu, "mengajarkan pada Iffa, ia memiliki handai taulan yang nanti harus selalu ia kunjungi bila sudah besar", ujar Ayahnya ketika melepas Iffa dan tante Mesya-nya malam Jum'at kemaren. Sementara Malika, ia menangis melepaskan kakaknya ini (biasa ia panggil teta).

"Teta jangan lama di kampung yaa ?", katanya dalam tangis. Iffa memeluk Malika. Mata saya sabak.

Minggu, 22 Januari 2012

Kebajikan Imam Abu Hanifah

Oleh : Muhammad Ilham

"Inilah pendapat dari Abu Hanifah. Dan ini sebaik-baiknya menurut pertimbangan kami. Barangsiapa yang datang dengan membawa keterangan yang lebih baik, dialah yang utama diikuti dengan benar" (Imam Abu Hanifah)

Belajarlah dari orang-orang besar, setidaknya demikian kata Boris Pasternak. Sastrawan Rusia yang mengarang novel terkenal - Dr. Zhivago - ini menyadari bahwa setiap orang-orang besar telah "bertungkuslumus" dengan dinamika sejarah. Kebesaran mereka - baik yang tercatat dengan baik oleh sejarah ataupun dipinggirkan sejarah - merupakan sebuah proses yang tidak lahir kebetulan, tapi merupakan perpaduan antara kelebihan karakter-prinsip hidup dan kemampuan menghadapi problem kehidupan. Mereka biasanya inspiratif. Kehadiran mereka juga implikatif bagi perubahan ke arah yang lebih baik. Dan, disetiap komunitas sosial, di setiap sejarah ummat manusia, kehadiran orang-orang besar selalu ada (walaupun terkadang juga : diadakan). Orang-orang besar yang dicatat dan yang membuat sejarah itu (bukan orang yang hanya menulis biografi), biasanya akan dikenang dengan rapi dan inspiratif ketika mereka memperkenalkan sebuah hal : "keteguhan terhadap prinsip". Walau untuk itu, ia dikesampingkan. Keteguhan prinsip yang tidak tergoda dengan hedonisme apatah lagi pengorbanan fisik. Imam Abu Hanifah merupakan salah satu diantara orang besar yang masuk dalam kategori ini.

Abu Hanifah, yang lebih kita kenal sebagai Imam Hanafi dikenal sebagai orang besar yang memiliki keteguhan hati sekeras batu - dan mungkin lebih keras dibandingkan batu. Imam yang dianggap sebagai peletak dasar salah satu mazhab besar dalam tradisi Sunni ini, hidup pada masa Sultan Abu Ja'far al-Manshur. Imam Abu Hanifah bukan ulama yang hanya berkutat dalam zikir-kontemplasi saja. Ia juga menjalani kehidupan yang praktis - menjadi saudagar, sebuah pergulatan profesi yang rawan dengan "garis" apa yang hak dan apa yang bathil. Tapi Imam Abu Hanifah justru melewati hari-hari praktisnya tersebut dalam ranah yang rawan itu. Ia selalu menjaga garis itu dengan baik. Pernah suatu ketika, datanglah beberapa ekor kambing dari pampasan perang ke kota Kufah. Kambing-kambing tersebut kemudian bercampur dengan kambing-kambing penduduk setempat. Maka Imam Hanafi kemudian bertanya, "Berapa tahun, biasanya, umur kambing ?". Ketika dijawab, "tujuh tahun", maka selama tujuh tahun pula ia mencegah dirinya memakan daging kambing.

Sultan Dinasti Abbasiyah, Abu Ja'far al-Manshur, yang digelari Amirul Mukminin ("pemimpin ummat beriman") sangat mengimpikan Imam Abu Hanifah menjadi Qadhi kerajaan. Suatu prestise tertinggi yang dirindukan oleh siapa saja pada masa itu - dan dalam "bentuk lain" pada masa sekarang. Tapi Imam Abu Hanifah menolak posisi itu. Merasa pinangannya ditolak, Sultan marah. Permintaan dan ucapan Sultan tersebut harus ditaati dan menjadi sebuah hukum yang harus dituruti. Ulama dari Kufah ini kemudian didera dengan cemeti. Sejarah juga mencatat, leher Imam yang kurus ini dikalungi dengan rantai. Siksaan fisik dilalui-nya tanpa menggoyahkan prinsip hatinya untuk mengambil jarak dengan kekuasaan. Bagi Imam ini, kekuasaan akan membawanya pada "kompromi" fatwa. Ketika ibunya datang membujuk dengan bahasa air mata agar menerima tawaran Sultan ini, Imam Abu Hanifah menjawab, "Oh Ibu, jika saya menghendaki kemewahan hidup di dunia ini, tentu saja saya tidak dipukuli dan tidak dipenjarakan". Ketika ia kemudian dilepaskan, si Sultan merasa menyesal. Wujud dari rasa menyesal tersebut, dari Baghdad Sultan mengirimi uang ke Imam Abu Hanifah di Kufah, 10.000 dirham. Uang itu disuruhnya diletakkan di dalam pundi di sudut rumah. Ketika Imam Abu Hanifah mau meninggal, ia meninggalkan wasiat pada anaknya, "kembalikan uang itu padaSultan di Baghdad". Baginya, uang tersebut tidak sama dengan "kambing" yang punya batas waktu untuk dikeragui jarak hak dan bathilnya. Imam Abu Hanifah begitu keras pada dirinya. Tapi pada anak muridnya, ia merupakan guru yang bahagia bila dibantah. Ia adalah seorang peneguh tradisi kemerdekaan berfikir, kemerdekaan yang tetap tegak di hadapan kekuasaan, juga kemerdekaan yang tetap dijaga di hadapan sikap "abu-abu". Sesuatu yang sangat amat langka ditemukan pada masa sekarang.

Foto : kfk-kompas.com

Dunia dalam Tangan Perempuan

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Bundo Kanduang itu bukanlah Limpapeh Rumah Gadang, wanita santun, ramah penurut, suka dirumah tak banyak ota. Bundo Kanduang seumpama Rasuna Said, Rohana Kudus dan sejenis mereka ......... garang, kritikal !
(Gusti Asnan)

Penerapan dari konsep kesetaraan gender dan aturan-aturan main baru tentang hubungan gender telah membuka kesempatan yang lebih besar kepada perempuan untuk mengubah, menggerakan dan mengontrol tubuhnya sendiri. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat kekuasaan perempuan atas tubuhnya membesar. Mereka bisa menentukan sendiri kemana akan digerakan, dipakai untuk apa dan apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Di bawah kekuasaan ini hidup perempuan (juga laki-laki) tidak lagi tergantung kepada badan-badan yang memiliki kewenangan-kewenangan, melainkanoleh kekuasaan atas perekayasaan tubuh-tubuh manusia. Dalam manifestasi nya kekuasaan ini berupa ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk prosedur, alat-alat, teknik-teknik dan cara-cara yang dipakai untuk menetapkan keputusan atas itu. Saat ini rata-rata manusia sudah ditaklukan oleh kekuasaan ini. Tapi kekuasaan ini cendrung memisahkan manusia dari tubuh moralnya, tidak menumbuhkan kecerdasan spiritua, karena itu tidak bisa untuk melindungi.

Kekuasan untuk melindungi ada pada kekuasaan spiritual, yaitu kekuatan yang menguasai tubuh moral komunitas. Kekuasaan spiritual bekerja untuk mengurangi akibat-akibat buruk dari pemakaian bermacam-macam teknik kekuasaan, apakah itu di dunia politik, ekonomi maupun dalam sistem sosial. Kekuasaan atas tubuh moral membuat sebuah komunitas tidak mudah terkontaminasi, dikalahkan atau ditaklukan oleh kekuasaan. Karena itu juga dapat mengontrol, memodifikasi dan mengubah dunia fisik. Di banyak masyarakat kekuasaan spiritual umumnya dijalankan oleh para pemimpin agama, namun diarahkan untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Di bawah kekuasaan ini tidak berarti hasrat kepada materi menjadi lenyap. Kehidupan material beroperasi dan semakin lama semakin menyerupai tubuh moral pemimpin spiritualnya. Sekalipun masih menjalankan fungsinya, kekuasaan spiritual semakin lama semakin terintegrasi kedalam kekuasaan material, melalui sistem-sistem yang mereka bentuk, dan pemakaian bermacam-macam teknik kekuasaan. Akibatnya kekuasaan spiritual tidak lagi bisa bekerja efektif untuk menguasai tubuh moral. Penyebaran kekuasaan material membuat individu-individu semakin sadar akan kebebasannya. Mereka menetapkan sendiri yang baik dan yang buruk bagi hidupnya, hingga meninggalkan kekuasaan spiritual-nya.

Sebagaimana yang dapat kita lihat, kerusakan masyarakat adalah hasil kemampuan manusia memilih apa yang dibutuhkan dan dimaui dalam hidupnya, perekeyasaan atas tubuh-tubuh dan menyebarnya kekuasaan pada individu-individu, berbarengan dengan surutnya sumberdaya spiritual yang dibutuhkan untuk menyehatkan tubuh moralnya. Pelemahan ini dimaklumi mengingat orang-orang hanya melihat dan memberi tekanan kepada kesempurnaan tubuh fisik dan daya tampung material. Pemahaman terhadap moral lalu diwujudkan dalam bentuk-bentuk tindakan yang tidak masuk akal dan menambah kerusakan, seperti terorisme, korupsi dan mengambil hak-hak hidup orang-orang lain. Sekalipun begitu kekuasaan adalah hasil proses yang kompleks, datang bersama kesadaran yang tumbuh pada individu-individu tentang adanya kekuasaan pada seseorang atau sekelompok orang. Penerimaan atas kekuasaan akibat dari melihat dan mengalami sendiri keberdayaan untuk menjalankan kekuasaan itu. Sekalipun hak-hak dimiliki, tanpa keanekaragaman yang luas dalam pemakaian hak-hak tersebut, maka bentuk-bentuk penilaian terhadap kekuasaan dan otonomi atas hak-hak itu bisa memudar, berpindah bahkan sampai menghilangkan legitimasinya. Secara pratik inilah yang menentukan diterima atau tidaknya seseorang untuk menjalankan kekuasaan. Jadi bukan hak-hak yang menetapkan kekuasaan, melainkan sifat dasar dari kekuasaan yang dijalankannya, menghasilkan bayangan pada individu-individu dimana terdapat kekuatan pemaksa atas tubuh-tubuh manusia.

Perempuan dapat menobatkan dirinya sebagai pemilik kekuasaan atas tubuh moral komunitas-komunitas, melalui hak-hak dan tanggungjawabnya untuk merawat tubuh-tubuh manusia, dalam keluarga dan masyarakat, dan dengan tidak membiarkan kekuasaan yang lain meracuni dirinya dan merusak orang2 yang berada dibawah kekuasaannya. Untuk menjalankan kekuasaan ini tidak terbatas ruang dan waktu. Perempuan dapat memakai segenap pengetahuan dan keahliannya, termasuk memanipulasi fungsi-fungsi dirinya, hak-hak dan wewenang yang khusus yang diwariskan dan ditetapkan oleh hukum adat, agama ataupun kebiasaan-kebiasaan lokal. Dengan menjalankan aktivitas ini secara tetap dan berkesinambungan maka kekuasaan perempuan atas tubuh moral akan membesar. Secara teoritik itulah yang menyokong bagi perkembangan kekuasaan perempuan. Nilai-nilai perempuan juga terbentuk melalui pengalaman menjalankan kekuasaan itu. Dengan mengetahui dimana terdapat peluang-peluang tersebut, dalam semua bentuk-bentuk kesejarahan dan budaya-budaya masyarakat, dengan tujuan akhir adalah untuk menetapkan sumber-sumber kekuatan diri perempuan dalam masyarakat, atau sebagai sesuatu yang bisa menghasilkan kekuasaan atas tubuh moral, maka menjadi mungkin bagi kita untuk menetapkan kepemimpinan perempuan sebagai kategori analisa yang berdiri sendiri, yang memiliki kedaulatan atas tubuh moral komunitas. Klaim tentang kedaulatan perempuan atas tubuh moral membuat kekuasaan ini mengambil bentuk sebagai kekuasaan tertinggi dari sebuah kolektivitas. Kekuasaan inilah yang dijalankan oleh sejumlah tokoh perempuan Minangkabau di awal abad 20, dalam gerakan reformasi adat dan agama, seperti yang dikerjakan oleh Rasuna Said, Rahma El Yunusiah, dan banyak lagi lainnya. Banyaknya perempuan yang berdaulat atas tubuh moral dan berusaha membuat menjadi wujud maka bertambah mungkin sebuah komunitas keluar dari krisis yang dialaminya.

(c) Ranny Emillia/FB Ranny Emillia : terima kasih atas diskusi kita, bu !
Sumber foto : nc.com

Senin, 16 Januari 2012

Masjid Tua nan Eksotik, Masjid Kontemporer Nan Glamour

Oleh : Muhammad Ilham

Dalam banyak hal, agama telah "bermetamorfosis" menjadi sejumlah ritus, upacara bahkan entertain. Dalam bahasa metafora Nabi Mulia Baginda Muhammad putra tersayang Abdullah, "masjid-masjid mereka ramai tetapi kosong dari petunjuk". Kesalehan tidak jarang justru digunakan untuk menyembunyikan keangkuhan dan menutupi penyelewengan. Bahkan, publik tak bisa dibohongi bahwa lembaga-lembaga agama menjadi lembaga-lembaga yang memberlakukan kasih dan "kehangatan" agama hanya sebagai komoditas. Teks-teks kitab suci digunakan sebagai amunisi untuk "menembaki" orang-orang yang dianggap sesat. Sebagaimana halnya politik, agama pada akhirnya telah kehilangan "kehangatan". "Agama, kata Baginda Nabi Muhammad SAW., adalah kecintaan dan kehangatan yang tulus. Tak ada agama kalau sudah kehilangan kecintaan dan kehangatan yang tulus tersebut". Wallahu A'lam bish Shawab.

Dan, masjid senantiasa bertambah, dengan segala corak rona dan rupa. Mendecak kagum kita melihatnya. Semoga bertambah pula "kehangatan" dan "petunjuk" yang dihadirkannya.


Masjid Kayu Tuo Minangkabau

Masjid Raya Pakandangan

Surau Atap Ijuk

Masjid Agung Palembang

Masjid Agung An-Nur Pekan Baru

Masjid Agung Semarang

Masjid (Islamic Centre) Samarinda

Sumber foto : laborsejarah FIB-Adab IAIN Padang & www.google.picture.com

Ibu,Umak, Mandeh ...... Mereka adalah yang Terhebat di Dunia

Oleh :Muhammad Ilham

Dedikasi buat Imla W.Ilham (padanya ....pada hari ibu, 22 Desember 2011 yang lalu)

Kami (Muhammad Ilham, Aura Izzatul Afifa Ilham & Aura Malika Asy-Syifa Ilham) ...... 22 Desember 2011, mempersembahkan rasa sayang kami kepada Imla Wifra Ilham. Istri paling kasih bagi suami dan ibunda paling sayang bagi Ifa dan Adek Malika. "Tak usahlah saya dimanjakan dengan mengambil alih kerja rutin sehari-hari saya pada tanggal 22 Desember keramat bagi kaum ibu itu, bukan dengan cara itu menghargai seorang ibu. Bahagianya kalian bertiga, membuat saya menjadi terus berarti menjalankan fungsi sebagai seorang ibu". Indah nian kalam itu. Biarlah gambar dan teks dibawah ini menjadi persembahan dari kami bertiga pada orang yang kami sayangi, Imla Wifra Ilham ..... IBU dari Ifa dan Adek Malika. Selamat Hari Ibu !


"Bunda adalah yang terhebat di dunia
sebab ia melahirkan kehidupan
dan memberi nyawa pada kata cinta."
Abdurahman Faiz (Nadya: Kisah dari Negeri yang Menggigil)

Ibu, dengan segala makna di dalamnya. Ia tidak sekadar menjadi istri dari seorang suami. Tetapi ibu merupakan cahaya bagi sebuah keluarga. Penerang jalan bagi anak-anaknya dan mitra kerja yang mendukung sang suami. Ibu, takkan pernah bisa diungkap dengan satu kata. Bahkan beribu kata juga tidak akan mampu mengungkap peran dan jasanya.
Bahagia dan Banggalah jadi seorang Ibu








Anakku,…
Bila ibu boleh memilih
Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu
Maka ibu akan memilih mengandungmu…
Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah

Sembilan bulan nak,… engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata…

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu
Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu
Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan
Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit,
Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia
Saat itulah… saat paling membahagiakan
Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah,
Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,
Maka ibu memilih menyusuimu,
Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat berharga
Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku,…
Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat
Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle
Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu

Tetapi anakku…
Hidup memang pilihan…
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana
Maka maafkanlah nak…
Maafkan ibu…
Maafkan ibu…
Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita,
Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang
Percayalah nak…
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak…
Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu…
(Dikutip dari Bila Ibu Boleh Memilih, kumpulan puisi hati Ratih Sanggarwati)


Insert : Foto IFA dalam gendongan ibu ketika selesai aqiqah (umur 21 hari)

Kamis, 12 Januari 2012

Iran dan Frustrasi Amerika Serikat-Israel

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Indikator keberanian Amerika Serikat dan Israil ataupun Barat dalam perang melawan sebuah negara ditunjukkan dengan serangan frontal seperti yang dilakukannya terhadap Vietnam, Irak, Afghanistan, dan Libya”. Ancaman terhadap Korea Utara dan Iran, dan serangan model teroris seperti terhadap ilmuwan Iran menunjukkan ketidakmampuan strategi mereka melawan negara yang direkomendasikan sebagai negara musuh. Serangan teror menguatkan legitimasi terhadap prestasi gemilang ilmuwan Iran. Iran benar-benar sudah berada di atas angin. Perseteruannya dengan Amerika Serikat dan Israil semenjak Revolusi 1979, menggambarkan menara kedigdayaan dan kekuatan Iran yang sulit untuk diruntuhkan, bahkan oleh ancaman militer sekalipun. Amerika Serikat dan Israil hanya bisa menekan, mengancam, menakut-nakuti, mengancam negara sahabat Iran, dan langkah “keras” yang bisa dilakukan hanya meneror, dan melakukan pembunuhan model “pencuri” yang sudah kehilangan keberanian menyerang secara “gentleman”. Apa yang dilakukan, mungkin Mossad di balik beberapa serangan bom terhadap ilmuwan-ilmuwan Iran menunjukkan legitimasi dan eksistensi Iran di percaturan dunia internasional tidak dapat diganggu-gugat.

Iran tidak hanya merusak legitimasi Amerika dan Barat di dunia Internasional, tetapi Iran sudah membentuk sebuah “invisible weapons” yang mampu meruntuhkan peradaban dan kejayaan Amerika, Barat dan Israil di mata dunia. Tidak hanya ilmuwan Iran yang sudah mampu meretas berbagai perangkat kecanggihan Amerika, tetapi hampir di semua bidang, ilmuwan Iran sudah eksis melaju dengan paradigma peradaban yang di anggap bertentangan dengan mainstream Barat kekinian. Beberapa serangan bom yang membunuh beberapa ilmuwan Iran, dalam beberapa tahun terakhir ini, hanya menunjukkan sebagai serangan nomaden dan sporadis, yang penyerang sendiri memahami bahwa serangan tersebut tidak akan mampu menghentikan kemajuan Iran dalam berbagai bidang. Penyerang hanya memamerkan bahwa mereka mampu menghambat jalannya program nuklik Iran, tetapi tidak akan mampu menghapus dan menghentikan sama sekali. Serangan demi serangan terhadap ilmuwan Iran tersebut hanya menjadi olok-olokan yang mengesahkan kehebatan Iran sebagai kekuatan tak terkalahkan melawan kekuatan Amerika, Israil dan Barat.

Beberapa ilmuwan nuklir Iran telah dibunuh dalam beberapa tahun belakangan. Pada Juni 2011, media setempat melaporkan Dariush Rezaeinejad, pria yang berusia 35 tahun dari jurusan teknik elektro di Universitas Khajeh Nasir, Teheran, dan bekerja untuk Kementerian Pertahanan Iran, dibunuh oleh beberapa pengendara motor di luar rumahnya di Teheran timur. Pada November 2010, ilmuwan nuklir Iran Majid Shahriari tewas oleh bom yang diletakkan di mobilnya dalam perjalanannya ke tempat kerja. Pada Januari 2010, Massoud Ali-Mohammad, seorang ilmuwan nuklir dari Universitas Teheran, dibunuh dengan menggunakan bom yang dikendalikan dari jauh dan ditaruh di sepeda motor yang diparkir di dekat rumahnya.




Dalam konteks diatas, pada akhirnya benar apa yang dikatakan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinedjad :

“Kalau nuklir itu buruk, mengapa anda-anda memilikinya? Kalau nuklir itu baik, mengapa kami tak boleh memiliki?”, demikian kata Presiden Iran - Ahmadinedjad. Dalam kaca mata Amerika, ia selalu buruk, sepertinya Amerika merasa diri negara paling baik sedunia ! Padahal berapa banyak negara dihancurkan oleh Amerika Serikat dengan alasan demokrasi, kalau demokrasi menghancurkan negara lain, apa bedanya dengan anarki?

..... Itu Point-nya !!

Sumber : www.antaranews.com

Minggu, 01 Januari 2012

Menguak Ka'bah

Ditulis : Muhammad Ilham

Sebuah catatan inspiratif dari Michael Wolfe, seorang penyair, pengarang , dan produser film mualaf asal California AS, ketika kali kedua dia menunaikan ritual haji ke Mekkah.

Wolfe sekaligus mendokumentasikan perjalanannya, yang kemudian disiarkan di acara Nightlife milik Stasiun TV ABC. “Bagi umat Islam, mengunjungi Ka’bah itu seperti pulang ke rumah. Saat Anda ke Mekkah, ada perasaan yang melibatkan hati seorang manusia, seolah-olah Anda sedang kembali,” kata Wolfe. Menurut dia, Ka’bah sebagai titik sentral ritual Haji saat itu, melambangkan simbol Keesaan Tuhan. Dengan berjalan mengitari Ka’bah, umat Islam mengekspresikan semangat untuk menempatkan Tuhan di pusat pusaran kehidupannya. Dan siapapun yang berada di depan Ka’bah, kata Wolfe, akan merasakan kedamaian di hatinya. Pengaruh Ka’bah terhadap para jamaah yang tengah melakukan ritual ibadah di sana, memang misterius. Bahkan, tak sedikit di antara para jamaah, yang tanpa sadar berurai air mata ketika melihat Ka’bah.

Umat Islam meyakini Ka’bah adalah tempat ibadah pertama yang berdiri di muka bumi. Hal ini terabadikan dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran 96, “Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat ibadah) manusia, adalah Baitullah di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” Sebuah cerita pra-Islam mengatakan Ka’bah didirikan oleh Adam untuk beribadah kepada Allah. Namun, sebuah riwayat hadis dari Ali bin Hussain, mengatakan Ka’bah didirikan para Malaikat sebelum kehadiran Nabi Adam di muka bumi. Malaikat saat itu diperintahkan membangun Ka’bah seperti bentuk Baitul Makmur, tempat ibadah yang berada di Surga di langit ke-7. Namun, seiring waktu berjalan, Ka’bah tersapu banjir besar ketika zaman Nabi Nuh. Ka’bah dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail, yang ceritanya terekam dalam Al Qur’an (Surat Al-Hajj : 26). Sejak Nabi Ibrahim, Ka’bah digunakan untuk ibadah Haji. Setelah itu Ka’bah berkembang menjadi Kota Mekkah diziarahi oleh orang-orang dari berbagai negeri dari jazirah Arab dan Mesir. Oleh karenanya, sepeninggal Nabi Ibrahim, pengelolaan Ka’bah beberapa kali diperebutkan, dan Ka’ba h pun beberapa kali mengalami renovasi dan pengembangan. Dari tampilan fisiknya, Ka’bah memang tidak mengadopsi desain dan arsitektur bangunan canggih. Bentuknya sederhana, sesuai namanya (Ka’bah berarti kubus) dengan ukuran panjang-lebar-tinggi: 13,16 m X 11,53 m X 12,03 m. Di dalamnya ada sebuah ruangan berukuran sekitar 10 X 8 meter persegi, dengan dua pilar menjulang ke langit-langit. Pada masa pra Islam, ruangan ini digunakan menyimpan patung-patung berhala untuk ritual masa itu. Setelah penaklukan kota Mekkah oleh Nabi Muhammad, ratusan patung itu dihancurkan serta gambar-gambar di dinding Ka’bah juga dihapus. Sudut-sudut Ka’bah mengarah ke empat penjuru mata angin, dengan posisi batu Hajar Aswad menempel di sudut timurnya.

Hajar Aswad adalah salah satu elemen penting Ka’bah. Seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad, jamaah haji biasanya mencium batu ini di sela-sela tawaf. Batu ini mulai dipasang di Ka’bah sejak Ibrahim memerintahkan Ismail untuk mencari sebuah batu untuk dipasang di salah satu celah di bangunan Ka’bah. Namun setelah sekian lama Ismail mencari batu ini, akhirnya Ibrahim mendapatkan batu ini dari Malaikat Jibril. Batu hitam yang berkilau-kilau ini sejak lama mengundang perdebatan. Menurut hadits riwayat At Tirmidzi, batu hitam itu adalah batu yang berasal dari Surga, yang dibawa oleh Nabi Adam ke bumi. Awalnya, kata hadits itu, batu itu berwarna putih. Tapi karena menyerap dosa –dosa manusia di bumi, batu ini berubah warna menjadi hitam. Sebagian muslim meyakini batu ini adalah batu meteorit berasal dari luar angkasa. Namun, hipotesa ini belum terbukti kebenarannya. Ada pula yang menyebutnya sebagai batu basalt, batu agate (batu akik), atau kaca alami. Adalah Paul Partsch, seorang kurator koleksi perhiasan Kerajaan Austro-Hungaria, yang pertama kali memperkirakan Hajar Aswad sebagai batu meteor, pada 1857. Namun, berdasarkan ciri fisiknya, Robert Dietz dan John McHonde menyimpulkan Hajar Aswad sebenarnya adalah batu akik, pada 1974. Belakangan, seorang pakar sejarah mengatakan Hajar Aswad adalah batu yang bisa mengambang di atas air. Bila benar, berarti Hajar Aswad adalah batu kaca atau batu apung. Pada 1980, Elsebeth Thomsen dari University of Copenhagen menawarkan hipotesis baru. Menurutnya, Hajar Aswad adalah fragmen kaca yang pecah akibat tumbukan meteor yang jatuh di Wabar, sebuah tempat di gurun Rub’ al Khali, 1000 km di timur Mekkah. Meteor ini diperkirakan jatuh pada 6000 tahun lalu. Namun hipotesis ini pun belum bisa dipastikan kebenarannya.

Pada 1977 ilmuwan Mesir Dr Husain Kamaluddin mempublikasikan temuan ilmiahnya bahwa Mekkah adalah pusat bumi. Dibantu pakar Matematika dari Universitas Asyuth, Dr Muhammad Al-Syafi’I ‘Abd Al-Lathif, Husain melakukan penelitian bertahun-tahun melibatkan sekian banyak tabel matematika serta bantuan program komputer. Penemuan itu ia dapatkan secara tak sengaja. “Awalnya penelitian ini bertujuan menemukan alat yang dapat membantu setiap orang mengetahui dan menentukan arah kiblat,” kata Husain, dikutip dari buku ‘Ka’bah Rahasia Kiblat Dunia’, karangan Muhammad Abdul Hamid Asy-Syarqawi dan Muhammad Raja’l Ath-Thahlawi. Husain menyiapkan peta berisi gambar benua-benua. Ternyata ia mendapatkan Mekkah berada di tengah-tengah peta dunia. Ia mendapati bahwa tanah di permukaan bumi menyebar dari Mekkah sebagai pusat dengan sangat teratur. Tak percaya dengan temuannya, ia berkali-kali mengulang percobaannya, bahkan saat ia ujikan kembali dengan peta kuno sebelum terbentuknya Amerika dan Australia. Ternyata hasilnya sama, Mekkah tetap menjadi sentral bumi, termasuk pada awal masa penyebaran dakwah Islam. Tentu saja pembuktian Husain mengundang kontroversi. Ada yang percaya, ada pula yang tak percaya dengan temuannya itu. Hal lain menarik tentang Ka’bah diungkapkan oleh Agus Mustafa dalam bukunya, Pusaran Energi Ka’bah. Menurut Agus, mengapa doa-doa seorang muslim lebih cepat terkabul ketika ia tengah berada di depan Ka’bah atau Multazam, itu ada penjelasan ilmiahnya. Agus menyodorkan hukum gaya Lorentz atau juga dikenal dengan aturan tangan kanan. Hukum itu mengatakan bahwa pada konduktor melingkar yang dialiri arus listrik berlawanan arah jarum jam, akan menghasilkan medan magnet yang mengarah ke atas. Oleh karenanya, kata Agus, ketika lautan tubuh manusia yang mengandung bioelektron mengitari Ka’bah berlawanan arah jarum jam sambil merapalkan kalimat-kalimat talbiyah, maka itu akan melontarkan medan magnet yang demikian besar ke arah langit.

Bagi seorang muslim yang taat, tentu saja pembuktian ilmiah terhadap alasan yang melatari ibadah mereka, tak terlalu penting. Benar atau tidak klaim yang mengatakan bahwa Mekkah adalah pusat dari pergerakan bumi, yang jelas Mekkah selalu menjadi magnet bagi muslim di seluruh dunia. Tokoh muslim pembela hak-hak kulit hitam Amerika Serikat, ElHajj Malik El-Shabazz atau lebih dikenal dengan Malcom X, begitu terpesona dengan semangat persatuan umat yang terjadi selama ibadah haji yang diikuti. Pengalamannya di sana mengubah pandangan rasisnya selama ini. Kemudian itu diabadikannya dalam sepucuk surat bagi kawannya di Amerika Serikat. “Di sini, ada puluhan ribu peziarah, yang berasal dari seluruh dunia. Mereka berasal dari beragam warna, dari mata biru, pirang, hingga kulit hitam Afrika. Tapi kami semua melakukan ritual sama, memperlihatkan semangat kebersamaan dan persaudaraan, yang selama ini, berdasarkan pengalaman di Amerika, saya kira hal itu tidak pernah ada.” Selama sebelas hari, Malcolm makan dan minum di piring dan gelas yang sama, tidur di tempat tidur yang sama dan salat kepada Tuhan yang satu. “Saya merasakan ketulusan yang sama dari mereka. Karena keyakinan mereka terhadap Tuhan telah mengenyahkan segala perbedaan dari pikiran mereka." Islam memang tak membedakan ras, warna, pangkat dan kedudukan. Islam hanya menghargai nilai ketakwaan dari penganutnya. Tak hanya mengajarkan kebersamaan dan persatuan, drama yang terjadi di Ka’bah dan Mekkah, sering menginspirasi atau bahkan mengubah cara pandang dan hidup seseorang. Dan itu, kerap kali membuat orang meneteskan air mata haru tatkala harus kembali pulang ke negara mereka. Wolfe menggambarkan keharuannya ketika harus meninggalkan Ka’bah dan Mekkah, dengan satu pepatah kuno. Pepatah itu berbunyi, “Sebelum kamu mengunjunginya, Mekkah akan selalu menanti Anda. Ketika Anda meninggalkannya, Mekkah akan selalu memanggilmu kembali. Selamanya.”

Sumber : vivanews.com/sorot