Jumat, 31 Januari 2014

Lawak dan Sinisme (Lain) Terhadap Politik

Oleh : Muhammad Ilham

Begitulah ............. !!

Acara Parodi Politik Sentilan Sentilun dan acara sejenisnya, justru melawan dengan melawak. Sayatannya, sayatan daging, masyarakat bisa ketawa, jualan pun terjual pula. ada sarkasme dan sinisme dalam bahasa "ketawa" yang terkandung didalamnya. 

Dengarlah, ketika Butet Kertaradjasa (Sentilan Sentilun) berkisah dengan sedikit improvisasi : Bertanyalah seorang anak 10 tahun pada si ayah, "Ayah, apa itu politik?" Sebuah pertanyaan "high" bagi anak seusianya. Setelah cukup lama terdiam, sang ayah-pun menjawab dengan improvisasi, "Politik itu seperti keluarga kita. Ayah mendapatkan uang untuk keluarga kita, ayah adalah KAPITALIS. Sedangkan IBUmu memakai uang yang ayah cari itu untuk menguruskan keluarga kita, jadi IBU adalah NEGARA. Sedangkan, kak IRA (nama imajiner : Pembantu Rumah Tangga) adalah golongan pekerja. Kamu adalah rakyat dan adik kamu adalah generasi masa depan. Lai paham wang ??" Si anak bingung. Ia tak paham sedikitpun. Lantas si ibu menyela, "Tak apa, malam ini waktu hendak tidur, kamu fikirkan apa yang ayah ucapkan itu, kemudian coba pahami. Oke. ayo, habiskan makanan, cuci kaki, gosok gigi ... bobok !" 

Si Anak yang 10 tahun ????? ........... semalaman si anak berusia 10 tahun itu tidak dapat lelapkan matanya gara-gara memikirkan, apa itu politik. Ia resah, dan mengambil kesimpulan, "ingin tidur dekat ayah dan ibunya". Ketika sampai di kamar orang tuanya itu, si anak melihat ibunya telah lena-lelap, sementara sang ayah entah kemana. Akhirnya, ia mengambil keputusan, "tidur saja di kamar Kak IRA (si pembantu rumah tangga). Ketika ia membuka kamar si pembantu, terlihat ayahnya lagi main "cacing gila" dengan si Kak IRA. Terpana, ia lantas menuju kamarnya. Tidur !! 

Sewaktu bersarapan esok pagi, si ayah bertanya, "Sudah tahu apa itu politik?" 

Si anak menjawab dengan ketus, "sudah !". 

Si anak tanpa mengangkat muka melihat ayah dan ibunya, dengan tenang menjawab. "Sewaktu NEGARA sedang asyik tidur, golongan KAPITALIS menodai golongan PEKERJA. Akibatnya rakyat diabaikan dan masa depan bergelumang najis ! Itulah POLITIK".

Sumber foto : aris thofihara fb

In Memoriam Sang Guru

Oleh : Muhammad Ilham

Bulan ini, tiga tahun yang lalu, guru dan "lawan tanding" diskusi yang menarik itu, wafat. Teruntuk, Al-Muqarram, Buya Drs. H. Syamsir Roust, M.Ag.  

" .... politik itu, tahu bila mau kanai dan bilo manganai"
(defenisi sederhana a-la Buya Syamsir Roust) 

Mengingat Buya Syamsir, demikian selalu kami panggil beliau di kampus, teringat saya dengan ungkapan Penyair Latino, Gabriel Marcia-Marquez: "Kehadiran yang diharapkan/kehadiran yang membahagiakan". Buya Syamsir Roust ditakdirkan Tuhan untuk selalu disambut bahagia orang-orang yang berinteraksi dengannya. Setiap ia datang ke kampus, hampir dimanapun ia duduk, orang akan merasa bahagia dan senang untuk berinteraksi, berdiskusi bahkan berdebat dengannya. Sebagai akademisi, ia mampu menyederhanakan tema diskusi yang pelik, dengan "joke-joke" yang mengena dan masih terkenang di benak hampir semua koleganya. Dalam ketebatasan fisik beberapa tahun menjelang beliau wafat, beliau tetap datang ke kampus untuk mengajar dan berdiskusi dengan mahasiswa dan teman sejawatnya. Kedatangannya akan membuat semua orang bahagia. Sesekali ia sakit, maka akan keluar ungkapan dari mulut koleganya : "rindu nian kita pada Buya Syamsir Roust". Beruntung-lah almarhum, kehadirannya dirindukan orang.  

Ia akademisi tulen. Sifat dan substansi akademisi ada pada dirinya. Mau mendengar, mau bertanya dan mau berargumentasi. Ia akan bertanya bila ia tak tahu tentang sesuatu hal. Saya merasakan hal demikian. Setiap ia datang ke kampus, selalu saja ada hal-hal baru yang didiskusikan-nya dengan saya. Saya yang murid, dan ia yang guru, justru bila ia tak tahu, ia akan bertanya.... !. Ia yang begitu bangga (pernah) menjadi "murid" antropolog kondang Parsudi Suparlan ini, ibarat pengikut aliran de-konstruksionisme dalam berdiskusi. Ia mampu mengemas suatu argumentasi yang berlawanan dengan pendapat umum atau pendapat yang mapan. Ia mampu membungkusnya dengan contoh-contoh "sederhana" tapi mengena (suatu kelebihan yang bermula karena beliau juga seorang muballigh Muhammadiyah kondang ini).  

Rest in Peace Buya !. Buya orang baik, Insya Allah, Allah Robbi Izzati akan menempatkan Buya bersama-sama dengan orang baik. Secara pribadi, saya amat sangat kehilangan seorang guru dan teman diskusi yang "menyentak".  

Buya nan ispiratif Drs.H. Syamsir Roust, M.Ag (wafat pada Sabtu/22 Januari 2011 Pukul 14.00 WIB siang, lebih kurang, di Rumah Sakit M. Djamil Padang. Dikebumikan di kampung halamannya tercinta, Taram Payakumbuh, kampung kecil yang ia banggakan dan selalu jadi buah bibirnya di kala hidup.