Jumat, 27 Desember 2013

Politic .... ?

Sore itu :
bertanyalah seorang mahasiswa saya, "dalam pemahaman yang teramat sederhana, berdasarkan apa yang sering terjadi selama ini di lingkungan kita, apa sebenarnya praktek politik itu ?". 

(Maka) .... seumpama gambar inilah, dinda. Bentuk wajahnya jelas.  
Tapi lihatlah, begitu banyak kepentingan dan tarik menarik.

artgallery

Kang (D)jalal dan PDI-P

Oleh : Muhammad Ilham

Dr. KH. Djalaluddin Rahmat atau biasa dipanggil Kang Djalal ini, ketika saya menjadi mahasiswa (1992-1999), merupakan idola banyak orang-orang kampus, khususnya berbasis keilmuan (Islam) berbarengan dengan Cak Nur, Cak Nun, Amien Rais dan Gus Dur. Beliau adalah "referensi" sangat menarik tentang Islam dan Peradaban. Saya bangga padanya. Pikirannya bernas, cerdas, memiliki kedalaman ilmu agama yang luar biasa (padahal ia Doktor Komunikasi Politik .... jadi ingat dengan kedalaman ilmu Imaduddin Abdulrahim yang Doktor matematik itu). Analisisnya tajam, bahasa Arab bagus, bukunya banyak dibaca dan gaya bahasanya amat menarik. Ia idola banyak mahasiswa dan orang Indonesia. Belakangan Saya terpana, mengapa pengarang buku "Islam Aktual" dan "Islam Alternatif" serta Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) ini melabuhkan aspirasi politiknya ke PDI-P, mengapa bukan ke Partai Islam ?

Suatu ketika, disebuah media online, Kang Djalal yang pintar dan zuhud ini, ditanya mengapa mau menjadi calon legislatif partai yang bukan berbasis Islam ?. Pendiri Yayasan Mutahhari Bandung yang terkenal itu, kemudian menjawab, "hanya PDI-P yang tidak mengkafirkan saya. Hanya PDI-P yang selama ini melindungi kebebasan berpendapat kami. Partai Islam serta Menteri Agama, hanya menjadikan kami sebagai komoditas politik dan memonopoli sorga".
 
Konon, ummat Islam di Indonesia berkurang drastis secara statistik. Mengapa ? ...... karena Syi'ah dianggap bukan Islam.  hehe !!! 

(c) muhsin labib

Sang Ibu (Anumerta)


"Melihat foto ibu, aku percaya tentang kebaikan hati manusia".
[WS. Rendra]

Dengan ibunda terkasih, (almarhumah) Nurlian binti Ibnu Fudhil. Wisuda, September 1998. dalam ringisan sakit akibat penyakit, ia tak tersenyum. padahal wanita penyuka bedak beras ini, adalah wanita yang selalu senyum pada siapapun. ibunda saya gendong ke atas panggung, pasca wisuda.


AL-FATIHAH .... !!
Nurlian binti Ibnu Fudhil
(1947 - 2000)




Foto yang saya dapatkan beberapa hari lalu, di susun selip buku mahasiswa saya dulu yang lusuh. Seperti Archimedes yang berteriak "EUREKA .. !", saya juga berteriak dengan linangan air mata. Bagi saya, Ibu @ Umak, adalah mata air yang melimpah, sejak dari pelukan sampai ke penghujung kehidupannya. Di akhir hidupnya, saya merasa bahagia, karena (sempat) mentunaikan keinginannya sejak masa gadis, "naik bendi keliling kota Padang".

"Media Darling" Zaman

Oleh : Muhammad Ilham

hbr.org
Betapapun hebatnya seorang pemimpin, pasti ada celah-celah tertentu yang enak untuk dikecam. Bila ia sukses di satu bidang, dibidang lain ia akan "ditembak". Dan biasanya, kesuksesan besar dan kelebihan utama seseorang itu akan abih tandeh oleh secuil kesalahannya. Jangankan Habibie, Mega, Abdurrahman Wahid ataupun SBY, tokoh besar se"gadang" Soekarno dan Gamal Abdel Nasser juga tak luput dari hal sedemikian. Soekarno, misalnya. Siapa yang meragukan kebesaran dan ketokohannya. Pemersatu bangsa, proklamator, tokoh bangsa, pejuang kemerdekaan tanah air sejak muda, penggali Pancasila ...... tapi (masih ) teramat sering kita mendengar tentang "kegenitannya". Bahkan - meminjam istilah tokoh posmo Jean Bauddrillard - Soekarno dianggap "megalomania", orang yang gemar serba besar dan serba cemerlang. Bahkan Cindy Adams, penulis biografi Soekarno, pernah mempertanyakan (sekaligus menjawab sendiri), mengapa Soekarno begitu suka menggunakan berbagai lambang dan logo kebesaran di dadanya. "Pasti terlihat gagah dan jumawa", kata Cindy Adams. Soekarno-pun meng-iyakannya. Ditengah "megalomania"nya ini, sejarah mencatat rakyat masih susah. Tapi kenyataannya, ketika "Putra Fajar" ini meninggal dunia, ia tidak meninggalkan kekayaan buat keluarganya. Walau gosip tentang kekayaannya yang "tertanam" di negeri antah berantah (hingga) kini masih terus dijaga oleh sebagain orang. Soekarno yang "besar" itu (tetap) terus disalahpahami.

Jokowi sekarang menjadi "media darling", bahkan mengalahkan "pemilik sah ideologis yang dianutnya" - Megawati. Ketika anarkisme atas nama agama sedang berkembang di negeri ini, orang merindukan Gus Dur. Ketika Ahmadiyah, Syi'ah dan aliran keagamaan lainnya disudutkan, kerinduan terhadap ayah Yenny Wahid ini membuncah di setiap nafas publik. Ketika berbicara masalah NKRI, orang akan mengingat Megawati dan ayahnya Soekarno. Pada suatu ketika, orang merindukan kemajuan teknologi, masyarakat akan mengingat Habibie. Setiap BBM mau naik, pak Harto akan disebut dalam "zikir" publik. begitulah ........ kita dan termasuk saya, kadang-kadang mudah melihat sisi-sisi jelek seorang pemimpin. Nilai baik dan inspiratif yang mereka tawarkan, justru dianggap pencitraan. Saya yakin, beberapa tahun ke depan, tak kecil kemungkinan, Gus Dur, Megawati dan SBY dibaca dengan penuh gairah pada masa cucu-cicit kita kelak. Sedangkan Presiden pada masa mereka, akan dihantam teruk. Semoga tidak dan semoga saya salah.

>>> merupakan penggalan artikel saya di Kompasiana dengan judul, "SBY, Jokowi & Objektifitas". Dalam bentuk makalah lengkap, diterbitkan oleh Jurnal Fakultas Adab IAIN STS Jambi, Desember 2013 dengan judul, "Aktor Sejarah dan Politisi : Dimensi Subjektifitas Historis dan Subjektifitas Politik".

Doa (dari) Hati


" .... Dalam berdoa, lebih baik menghadirkan hati meskipun tanpa kata-kata, 
ketimbang menghadirkan kata-kata tanpa hati."
[Mahatma Gandhi]


(c) ikhsan santana

Berkonflik Dengan "Saudara" Sendiri

Oleh : Muhammad Ilham

"Mengapa Ken Dedes mau menikah dengan si Sudra Ken Arok yang telah membunuh suaminya (baca : Tunggul Ametung)?". Padahal Tunggul Ametung satu kasta dengan Ken Dedes, sementara Ken Arok berasal dari kasta rendah, kasta Sudra ?. (Rupanya), bagi Ken Dedes, menikah dengan Tunggul Ametung yang satu kasta dengannya merupakan "aib" karena berbeda aliran. Bagi Dedes, biar menikah dan "berdamai" dengan "lain kasta" dibandingklan dengan beda aliran, walau satu kasta. "Kisah" ini (walau butuh verifikasi), terasa memiliki "benang merah" dengan apa yang berlaku dengan sesama muslim, antara Arab Saudi dan Iran di Jazirah Timur Tengah yang "tak pernah damai" itu. Arab Saudi mau bekerjasama dengan Israel (hanya) untuk menghancurkan "kawan" seagamanya. Lalu, argumentasi apa yang pantas untuk kita ketengahkan, kalau bukan alasan politis dan dominasi (dengan mengatasnamakan ajaran Islam) ?. 

Dulu, Arab Saudi menyediakan tempat di Dahran (hanya) untuk pasukan Jenderal Norman Schwarzkopf (maaf bila salah ejaan), hanya untuk menyerang Saddam Hussein. Kini, Arab Saudi berjabaterat saling bermutalissimbiotik dengan rezim Yahudi Israel, hanya untuk menyerang Iran ....... Lantas, dalam konteks ini, mengapa kita berbusa berbuih-buih memuja muji rezim Arab Saudi, Mengapa kita menjadikan Palestina sebagai komoditas politik, padahal yang "terdekat" (baca : Arab Saudi) tak sedikitpun menaruh simpati terhadap perjuangan rakyat Palestina. Arab Saudi yang Ken Dedes, mau bekerjasama dengan Israel hanya untuk membunuh "orang terdekatnya" bernama Tunggul Ametung. Berbeda aliran dalam satu kasta, (mungkin) jauh lebih memiliki kualitas aib tinggi dibandingkan berbeda kasta.

Berikut laporan TribunNews.com (cc : SundayTimes) : " .............. Israel dan Arab Saudi akan Bekerjasama Menyerang Iran".

TRIBUNNEWS.COM – Sebuah surat kabar Inggris, minggu pagi melaporkan bahwa Israel akan bekerjasama dengan Arab Saudiuntuk serangan militer melawan Iran. Kedua negara, yakni Israel dan Arab Saudi, ingin bersatu melawan Iran, karena khawatir negara-negara Barat akan datang untuk berdamai dengan Iran, meringankan sanksi, dan memungkinkan Republik Islam Iran melanjutkan program nuklirnya. Menurut Sunday Times, Riyadh telah setuju membiarkan Israelmenggunakan wilayah udaranya dalam serangan militer terhadap Iran, dan bekerja sama atas penggunaan helikopter penyelamat, pesawat tanker dan drone. "Arab Saudi ikut geram dan bersedia untuk memberikan Israel semua bantuan yang dibutuhkan," ungkap sebuah sumber diplomatik yang tak disebutkan namanya kepada koran itu. Laporan itu muncul ketika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sedang melobi kesepakatan bersama sebuah aliansi internasional menentang perjanjian yang memungkinkan Iran untuk terus memperkaya uranium. 

Pada hari Minggu, Israel akan menyambut Presiden Prancis Francois Hollande, yang pekan sebelumnya memberikan omong kosong pada kesepakatan antara enam kekuatan dunia dan Iranyang akan meringankan sanksi dengan imbalan langkah awal menuju batas pengayaan. Netanyahu pada hari Jumat mendesak Prancis untuk tetap teguh dalam tekanan pada Iran menjelang babak baru pembicaraan mengenai program nuklir Republik Islam itu di Jenewa. Setelah bertemu Hollande, Netanyahu akan pergi ke Moskow pada hari Rabu untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin dan akan melobi kesepakatan. “Sebagai perdana menteri Israel, saya harus menjaga keberlangsungan hidup negara saya,” tegas Netanyahu. CNN melaporkan bahwa Netanyahu juga mengatakan dalam wawancara bahwa ia akan melakukan apa pun yang perlu dilakukan untuk melindungi Israel.

Sumber Foto: Dodi Esvandi

Kriminalisasi Pemikiran Kelompok Intoleran


Menurut Muhammad Ilham, fenomena tersebut sebagai bentuk "Kriminalisasi Pemikiran" yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak mengakui kebhinekaan di Indonesia.  Dalam aspek manapun, penyerangan termasuk rencana penyerangan, adalah sesuatu yang menyalahi 'semangat bernegara'. Tidak ada dasar juridis maupun historis orang melakukan penghancuran sebuah tradisi keilmuan, ujar dosen sejarah dan sosiologi politik itu, Sabtu (23/11). 


IRAN RADIO BROADCASTING (irib) - Sebuah lembaga kecil di Yogyakarta baru-baru ini menjadi target ancaman penyerangan oleh kelompok intoleran yang menuding tempat berdiskusinya para mahasiswa itu sebagai agen penyebaran ajaran Syiah kota pelajar itu. Tapi rencana aksi anarkis terhadap Institut Rausyan Fikr berhasil digagalkan berkat kesigapan aparat keamanan dan pemerintah Yogyakarta. Sebelumnya, beredar ancaman penyerangan yang sudah merebak sejak Kamis, 21 November 2013. Yayasan yang berlokasi di jalan Kaliurang ini menerima peringatan dari kepolisian dan Kantor Wilayah Kementerian Agama, Sleman, tentang adanya ancaman serangan yang diduga akan dilakukan kelompok yang mengklaim sebagai Majelis Mujahidin Indonesia, Forum Umat Islam dan Front Jihad Islam usai shalat Jumat. Sejumlah spanduk terpampang di berbagai lokasi strategis di Yogyakarta yang menyatakan Syiah bukan Islam, dan Rausyan Fikr sebagai agen penyebar ajaran Syiah. 

"Mereka tidak hanya keliru, tetapi sudah sesat," kata komandan lapangan Front Jihad Islam Yogyakarta Nurohman  dengan nada berapi-api, Jumat, (22/11), seperti dilansir media lokal.

Sementara itu, Juru bicara Rausyan Fikr, Edy Syarif membantah tudingan tersebut. Menurut Edy, yayasan yang berdiri sejak tahun 1995 ini hanya forum kajian pemikiran Islam dari berbagai aliran, termasuk Syiah. Selain aktif membuka kelas filsafat dan pemikiran Islam, Rausyan Fikr juga menerbitkan buku-buku filsafat dan keagamaan, termasuk Syiah yang mencapai 20 buku.  "Secara institusi tidak Syiah, tetapi orang-orangnya ada yang Syiah" ujar Edy. 

Mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta ini menolak anggapan bahwa Yayasan Rausyan Fikr sebagai bagian dari lembaga Syiah Indonesia. Menurutnya, Rausyan Fikr bukan anggota IJABI maupun ABI, dua organisasi payung penganut Syiah di Indonesia. "Yayasan ini hanya rajin menggelar kajian terhadap pemikiran tokoh Syiah seperti Muthahhari, Ali Syariati dan lain-lain, " tegasnya. Pernyataan Edy diamini oleh beberapa orang yang pernah terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan Rausyan Fikr. Iqbal Aji Daryono, yang pernah mengikuti kursus filsafat Islam di Rausyan Fikr mengungkapkan institusi itu sangat terbuka dan tidak ada ajakan menjadi Syiah. 

"Saya pernah ikut kursus filsafat Islam di Rausyan Fikr. Kami diskusi secara sangat sehat dengan tradisi rasionalisme yang menyenangkan. Semua berpikir terbuka. Buku-buku yang dipelajari di sana juga sangat beragam dari Mutadha Muthahhari hingga Karl Marx. Tak ada sama sekali ajakan untuk menjadi Syiah, dan di sana saya tetap bisa nyaman dengan ke-Sunnni-an saya, " tutur alumnus Jurusan Jurnalistik UGM yang saat ini berdomisili di Australia, Sabtu (23/11) di jejaring sosial. Ketua Dukuh Manggung, Depok, Sleman, Sujiman mengatakan mereka yang belajar di Rausyan Fikr, yang dituding Syiah oleh sejumlah kalangan intoleran, adalah warga negara yang baik dan terbuka, serta berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Sujiman juga membantah tudingan kelompok intoleran bahwa aktivitas keagamaan di Institut Rausyan Fikr berbeda dengan penganut Islam lainnya. "Saya kira tidak, wong mereka juga shalat jamaah di masjid kampung kok. Kayaknya sama aja tu. Tapi saya tidak tahu kalau ada pihak yang menilai beda. Sebagai penganut Islam, saya kok menilai sama aja tu," kata Sujiman, seperti dilansir sorot jogja Jumat (22/11). Seperti menimpa Rausyan Fikr, seorang dosen di Bandung yang Sunni Ahad (23/11) mengeluhkan beredarnya pesan singkat melalui BBM bahwa lembaga Quran miliknya mengajarkan Syiah. Serangan kubu intoleran juga dilancarkan tehadap Ketua PB NU yang dituding melindungi Syiah di Indonesia. Pada 9 November lalu, situs Arrahmah secara keras menyerang Ketua PB NU dalam tulisan berjudul "Dr. Said Aqil Siradj Dulu dan Kini". Situs Islam garis keras pimpinan Muhammad Jibril, yang pernah ditahan polisi karena terlibat aksi terorisme, menyerang ketua PB NU gara-gara kiai Said menyebut Syiah sebagai bagian dari Islam dalam sebuah pernyataannya beberapa waktu lalu. 

Eskalasi gelombang tekanan kelompok intoleran terhadap minoritas Muslim Syiah di Tanah Air semakin meningkat belakangan ini. Menurut Muhammad Ilham, fenomena tersebut sebagai bentuk "Kriminalisasi Pemikiran" yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak mengakui kebhinekaan di Indonesia. "..dalam aspek manapun, ...penyerangan termasuk rencana penyerangan, adalah sesuatu yang menyalahi 'semangat bernegara'. Tidak ada dasar juridis maupun historis orang melakukan penghancuran sebuah tradisi keilmuan," ujar dosen sejarah dan sosiologi politik itu, Sabtu (23/11). "Bila ini dilakukan, seperti ancaman penyerangan terhadap Rusyan Fikr, [maka] termasuk 'kriminalisasi tradisi keilmuan'," tegas dosen IAIN Imam Bonjol Padang. (IRIB Indonesia)

Buat Sahabat Saya : Afifa & Malika Ilham

Oleh : Muhammad Ilham

Nak .... tadi malam, ayah menonton film "The Day After Tomorrow". Ada satu penggal dialog yang pantas untuk ayah sampaikan pada ayunda berdua :

" ....... apakah kalian ingin terlihat cantik, berumur panjang, dikenang indah dan dihargai oleh generasi setelah kalian ?. Tirulah langit dan bumi, nak. Langit dan bumi berumur panjang dan bisa bertahan dengan sangat lama, karena mereka ada tidak untuk kepentingan diri mereka sendiri, mereka ada untuk kepentingan yang lain. Langit dan bumi rendah hati dan tanpa pamrih. Semua manusia ingin dirinya dihargai, oleh karenanya demi penghargaan kepada orang lain, selalu berusaha untuk menempatkan diri rendah hati di depan orang lain. Orang yg berbuat demikian justru akan mendapat tempat terdepan ". 

Memang benar, kalian adalah kertas putih, awalnya. Tapi ayah terus belajar untuk mengetahui, kertas putih jenis apakah kalian. Apakah kertas putih HVS, Kertas Buram, Art Paper, Kertas Minyak, Duplex dan lain-lain. Tanpa mengetahui jenis kertasnya, berarti ayah "mendustai" zaman kalian.


Salam sahabat. Kalian berdua, adalah sahabat terbaik ayah.




Inspirasi : Film "The Day After Tomorrow", Minggu Malam, GlobalTV, pukul 23.00 - 00.30 WIB

Muaro Jambi Temple


Desember, 8-11/12/2013