Tak ada makan siang yang "gratis" ! (No Name) .... Who Get What How and When (Harold Laswell : 1981)
Euforia kedatangan Obama mulai kembali menjangkiti Indonesia. Setelah terundur dua kali rencana kedatangannya ke Indonesia, kedatangan Obama kali ini (9 Nopember) kembali menyedot perhatian publik ditengah-tengah "malapetaka-musibah" yang tidak berhenti di negeri tercinta ini. Beberapa analisis dalam melihat kedatangan Obama ke Indonesia mulai bermunculan kembali. Mulai dari menganggap kedatangan Obama sebagai kedatangan "anak hilang" hingga over-confident beberapa pengamat yang menganggap kedatangan si Hussein Barrack ini sebagai refleksi begitu strategisnya Indonesia di mata negara Paman Sam tersebut. Pertanyaannya : "Apakah Indonesia dianggap penting oleh Amerika Serikat?". Menarik menyimak tulisan Prof Wiliam Liddle, tgl 3/11/2010 yang dimuat dirubrik Harian kompas. Kejujuran beliau memaknai kunjungan Obama ke Indonesia, dan prioritas pemerintahan AS saat ini, membuat kita harus tahu diri agar tidak terlalu banyak berharap. Hasil pemilu terakhir membuktikan kecerdasan pemilih AS yang membuat ke seimbangan baru, dengan menangnya partai Republik pada pemilu sela, sudah cukup untuk menjadi mayoritas di DPR dengan 230 kursi dari total 435 kursi DPR, setelah mendapat tambahan sekitar 69 kursi.
Kekalahan partai Demokrat, disebabkan frustasi-nya rakyat AS atas krisis yang belum dapat dilalui. Ketersediaan lapangan kerja yang terbatas, tingkat pengangguran yang tinggi, membuat harapan (ekspektasi) yang tinggi terhadap Obama berlahan mulai hilang. Kebijakan-kebijakan Obama yang populis dari jaminan kesehatan, sampai dana talangan Milyaran $ bagi korporasi besar, tidak membuat rakyat AS merasa puas, karena yang paling dibutuhkan ketersediaan lapangan kerja. Tidak heran bila Obama berkunjung ke Asia adalah dengan motif ekonomi, di awali dengan kunjungan ke India, menghasilkan kontrak 10 milyar US Dollar, “Kerja sama ini bakal membuka 54.000 lowongan kerja baru di negara saya,” begitu kata Obama di depan pertemuan para pengusaha Amerika dan India di Mumbai. Tidak heran di India, Obama berkunjung selama 3 hari, sementara di Indonesia, datang pada tanggal 9 november dan tanggal 10 november lansung menuju ke Korsel. Jadi dapat kita pahami, Obama perlu bergerak cepat agar ekonominya negaranya cepat pulih, dengan mencari mitra Negara yang tepat, agar cepat bangkit dari krisis, selain India, menurut William Liddle, adalah negara Cina yang dapat membantu perekonomian Amerika di Asia. Soal peran politik, Prof. William Lidde juga menjelaskan, Indonesia bukanlah posisi Indonesia terletak jauh di bawah posisi Amerika dalam percaturan politik global masa kini. Di panggung dunia, Indonesia belum menjadi pemain sedang, apalagi besar. Lebih terperinci, sumber daya politik yang dimiliki Indonesia dan bisa dimanfaatkan untuk membantu atau melawan Amerika, tentu demi mengajukan kepentingan Indonesia sendiri, masih sangat sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain. Kenyataan itu berarti bahwa Indonesia gampang dilupakan atau dikesampingkan pemain lain.
Saya kira pendapat ini benar dan kita tidak usah harus malu, mengakui segala kelemahan negara kita, agar kita pandai menempatkan diri dan tidak besar kepala akan capaian ekonomi dan peran politik Indonesia baik regional dan internasional. Kita tahu AS banyak persoalan yang harus mereka tuntaskan, dari perang Irak, Afganistan dan Timur Tengah, baik itu terkait dengan Israel Palestina, Iran dan mitra strategis amerika lainnya termasuk Arab Saudi, sebagai suplayer minyak terbesar ke AS. Di kawasan Asean saja, penghormatan Negara tetangga kita terutama Malaysia dan Singapura, adalah semu, penuh "keberpura-puraan", mereka hanya mengiyakan kepentingan Indonesia ketika itu tidak merugikan mereka, pada saat kita membutuhkan bantuan kepada Negara tetangga, baik itu soal kesejahteraan TKI kita di Malaysia, maupun soal koruptor yang berlindung di Singapura, mereka tak mau memenuhi permintaan Negara kita. Apalagi bila kita berbicara dalam konteks yang lebih luas, baik itu Asia maupun dunia. Inilah makna tulisan sang professor, bahwa Indonesia gampang dilupakan dan dikesampingkan pemain lain. Sehingga wajar Obama harus berpikir realisistis dan pragmatis demi kepentingan Bangsanya, bukan hanya romantisme masa lalu, bahwa Indonesia pernah menjadi bagian dari hidupnya. Kondisi ini tidak lantas harus membuat kita berkecil hati, melihat bangsa sendiri dari sudut pandang orang lain, adalah bagian dari introspeksi bagi bangsa ini, ditengah bencana yang terus melanda bumi pertiwi, ternyata kebersamaan kita muncul, rasa kepedulian atas nasib saudara kita tidak pernah lemah, ini sebuah momentum untuk membangkitkan nasionalisme .
Kita punya modal kuat, dari sumberdaya alam dan rasa ikatan nasionalisme yang selalu teruji pada setiap ada musibah besar melanda negeri, dari pengamen sampai rakyat biasa, dari pekerja sampai para guru, berlomba memberikan bantuan walau hanya sekedarnya. Saya kira para pemimpin tinggal memoles ini, dengan memberikan tauladan, baik itu perkataan dan perbuatan, keberpihakan bukan kata-kata, tapi perbuatan, hukum bukan hanya diatas kertas, tapi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak memanpaatkan kesempatan bagi para pejabat dan DPR/D untuk bersenang-senang dan memperkaya diri sendiri atau kelompok, apalagi ditengah derita rakyatnya, kekayaan alam yang melimpah bukan hanya milik korporasi asing atau konglomerat, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia. Dengan inilah bangsa lain akan menghargai kita.
:: Sumber : Sobron H (kompasiana)/William Liddle (kompas)
Kekalahan partai Demokrat, disebabkan frustasi-nya rakyat AS atas krisis yang belum dapat dilalui. Ketersediaan lapangan kerja yang terbatas, tingkat pengangguran yang tinggi, membuat harapan (ekspektasi) yang tinggi terhadap Obama berlahan mulai hilang. Kebijakan-kebijakan Obama yang populis dari jaminan kesehatan, sampai dana talangan Milyaran $ bagi korporasi besar, tidak membuat rakyat AS merasa puas, karena yang paling dibutuhkan ketersediaan lapangan kerja. Tidak heran bila Obama berkunjung ke Asia adalah dengan motif ekonomi, di awali dengan kunjungan ke India, menghasilkan kontrak 10 milyar US Dollar, “Kerja sama ini bakal membuka 54.000 lowongan kerja baru di negara saya,” begitu kata Obama di depan pertemuan para pengusaha Amerika dan India di Mumbai. Tidak heran di India, Obama berkunjung selama 3 hari, sementara di Indonesia, datang pada tanggal 9 november dan tanggal 10 november lansung menuju ke Korsel. Jadi dapat kita pahami, Obama perlu bergerak cepat agar ekonominya negaranya cepat pulih, dengan mencari mitra Negara yang tepat, agar cepat bangkit dari krisis, selain India, menurut William Liddle, adalah negara Cina yang dapat membantu perekonomian Amerika di Asia. Soal peran politik, Prof. William Lidde juga menjelaskan, Indonesia bukanlah posisi Indonesia terletak jauh di bawah posisi Amerika dalam percaturan politik global masa kini. Di panggung dunia, Indonesia belum menjadi pemain sedang, apalagi besar. Lebih terperinci, sumber daya politik yang dimiliki Indonesia dan bisa dimanfaatkan untuk membantu atau melawan Amerika, tentu demi mengajukan kepentingan Indonesia sendiri, masih sangat sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain. Kenyataan itu berarti bahwa Indonesia gampang dilupakan atau dikesampingkan pemain lain.
Saya kira pendapat ini benar dan kita tidak usah harus malu, mengakui segala kelemahan negara kita, agar kita pandai menempatkan diri dan tidak besar kepala akan capaian ekonomi dan peran politik Indonesia baik regional dan internasional. Kita tahu AS banyak persoalan yang harus mereka tuntaskan, dari perang Irak, Afganistan dan Timur Tengah, baik itu terkait dengan Israel Palestina, Iran dan mitra strategis amerika lainnya termasuk Arab Saudi, sebagai suplayer minyak terbesar ke AS. Di kawasan Asean saja, penghormatan Negara tetangga kita terutama Malaysia dan Singapura, adalah semu, penuh "keberpura-puraan", mereka hanya mengiyakan kepentingan Indonesia ketika itu tidak merugikan mereka, pada saat kita membutuhkan bantuan kepada Negara tetangga, baik itu soal kesejahteraan TKI kita di Malaysia, maupun soal koruptor yang berlindung di Singapura, mereka tak mau memenuhi permintaan Negara kita. Apalagi bila kita berbicara dalam konteks yang lebih luas, baik itu Asia maupun dunia. Inilah makna tulisan sang professor, bahwa Indonesia gampang dilupakan dan dikesampingkan pemain lain. Sehingga wajar Obama harus berpikir realisistis dan pragmatis demi kepentingan Bangsanya, bukan hanya romantisme masa lalu, bahwa Indonesia pernah menjadi bagian dari hidupnya. Kondisi ini tidak lantas harus membuat kita berkecil hati, melihat bangsa sendiri dari sudut pandang orang lain, adalah bagian dari introspeksi bagi bangsa ini, ditengah bencana yang terus melanda bumi pertiwi, ternyata kebersamaan kita muncul, rasa kepedulian atas nasib saudara kita tidak pernah lemah, ini sebuah momentum untuk membangkitkan nasionalisme .
Kita punya modal kuat, dari sumberdaya alam dan rasa ikatan nasionalisme yang selalu teruji pada setiap ada musibah besar melanda negeri, dari pengamen sampai rakyat biasa, dari pekerja sampai para guru, berlomba memberikan bantuan walau hanya sekedarnya. Saya kira para pemimpin tinggal memoles ini, dengan memberikan tauladan, baik itu perkataan dan perbuatan, keberpihakan bukan kata-kata, tapi perbuatan, hukum bukan hanya diatas kertas, tapi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak memanpaatkan kesempatan bagi para pejabat dan DPR/D untuk bersenang-senang dan memperkaya diri sendiri atau kelompok, apalagi ditengah derita rakyatnya, kekayaan alam yang melimpah bukan hanya milik korporasi asing atau konglomerat, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia. Dengan inilah bangsa lain akan menghargai kita.
:: Sumber : Sobron H (kompasiana)/William Liddle (kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar