Minggu, 07 November 2010

Hulagu Khan

Oleh : Muhammad Ilham

Pasukan tangguh, jago perang dari gurun nan tandus, penuh kutu dan tidak memahami makna mandi. Pada mereka, pusat peradaban dunia - dinasti Abbasiyah - hancur. Buku-buku, mahakarya intelektual masa itu, mereka bakar dan buang, kulitnya mereka buat jadi penambal sepatu.

Hulagu Khan, nama yang sangat familiar bagi yang membaca kehancuran peradaban Islam Abbasiyah. Benarlah yang dikatakan Philip K. Hitti dan Fernand Braudel, "hanya Muhammad SAW. yang tidak, semua semua aktor sejarah yang lahir dalam belaian gurun tandus, akan memiliki kecenderungan barbar, ganas dan alot dalam peperangan". Bila diletakkan "pada zamannya", apa yang dikatakan Hitti dan Braudel, bisa diterima. Hulagu Khan yang merupakan "cucu genetik-biologis" Jenghis Khan, hidup dalam lingkungan stepa dan gurun tandus (Mongolia dan Dobi). Dalam sejarah, penaklukkan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dan anak-cucunya, bisa dikategorikan sebagai penaklukan yang membuat bulu kuduk merinding - setidaknya demikian yang terbaca dari buku-buku sejarah. Bahkan, Timur Leng (pendiri dinasti Timurid) yang tersohor itu, dikenal sebagai petarung tangguh yang "kejam disatu sisi, sentimentil disisi lain", kata sejarawan Harold Lamb. "Sipincang dari Timur" (julukan bagi Timur Leng) yang muslim ini pernah membuat tugu dari ratusan kepala orang-orang taklukannya, di sebuah daerah di Asia Tengah. Ia ibarat Hajjaj, yang dicatat sejarah sebagai "tangan kanan" salah seorang khalifah Dinasti Ummayah paling kejam. "Beringas dan gemar membunuh, tapi sangat kontemplatif kala menghadap Tuhan pada malam hari," kata Ira M. Lapidus.

Dan Hulagu Khan, juga meninggalkan cerita-cerita yang "menyeramkan". Kala Baghdad (dinasti Abbasiyah) ditaklukkan tahun 1258. Tepian sungai Tigris itu menampakkan pemandangan ganjil. Dari dataran sekelilingnya, kecemerlangan kota tampak jelas. Gedung-gedung megah bertaburan tertata secara rapi. Saat itu, hampir tidak ada kota di dunia segemerlap Baghdad. Namun ribuan tenda mendadak bermunculan di luar kota. Itulah tenda pemimpin Mongol, Hulagu Khan, beserta 200-an ribu pasukannya. Sejarah mencatat, Khalifah Al-Mu'tashim dan para pembesar Kekhalifahan Abbasiyah dengan senang hati menemui Hulagu. Ia membawa berbagai macam hadiah. Hulagu menerima mereka dengan dingin. Ia memenggal kepala khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Hulagu kemudian memerintahkan pasukannya untuk meratakan Baghdad dengan tanah. Bukan hanya istana dan gedung-gedung kerajaan saja. Namun juga rumah penduduk, masjid, serta madrasah, universitas dan perpustakaan. Kemegahan Baghdad habis tanpa bekas. Seluruh warga tewas dibantai, kecuali yang sempat lari menyelamatkan diri. Peristiwa ini merupakan salah satu penghancuran terbesar kebudayaan masyarakat Islam yang telah berkembang selama lebih 6 (enam) abad. Hulagu tetap tinggal di tendanya. Ia sepenuhnya mewakili karakter masyarakatnya, bangsa Mongol, saat itu yang sangat sederhana namun brutal. Mulanya bangsa itu adalah kelompok-kelompok kecil pemburu dan penggembala di padang stepa di utara Cina hingga Siberia.

Mereka mempercayai sebagai keturunan Alanja Khan yang mempunyai dua anak kembar, Tatar dan Mongol. Adalah Yasugi Bahadur Khan yang diyakini sebagai pemersatu kelompok-kelompok Mongol. Setelah meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Temujin yang berusia 13 tahun. Pada 1206, Temujin mendapat gelar Jenghis Khan. Ia membangun pasukan laki-laki dan pertempuan dalam kelompok 10, 200, serta 1.000 orang yang masing-masing dipimpin oleh seorang komandan. Dengan pasukannya itu, ia menaklukkan Cina dan menguasai sepenuhnya Asia Tengah. Kota-kota indah seperti Samarkand, Bukhara dihancurkan sama sekali. Penduduk dibantai habis-habisan. Sultan Ala Al-Din mencoba menghadang gerak pasukan itu di Bukhara. Ia tewas dalam pertempuran. Jalal Al-Din, anaknya, terpaksa lari ke India. Jenghis Khan mewariskan semangat berpetualang dan kebrutalan itu pada anak cucunya. Keempat anaknya, Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli melanjutkan petualangan tersebut, menjarah wilayah-wilayah Islam.

Salah seorang cucu Jenghis, kemudian malah membangun armada laut yang melakukan ekspedisi militer hingga wilayah Nusantara, sehingga melahirkan insiden Tarik - Jawa Timur, yang melahirkan kerajaan Majapahit. Chagatai menguasai wikayah Ferghana hingga Azerbaijan. Saudaranya, Tuli menduduki Khurasan. Saat itu, kerajaan Islam terpecah belah dan tak mempunyai kekuatan berarti. Sangat mudah bagi pasukan Mongol -yang menghormat matahari terbit-untuk menaklukkan mereka. Sebelum meninggal pada 1256, Tuli sudah menguasai sebagian wilayah Irak. Hulagu tinggal melanjutkannya untuk menaklukkan Baghdad. Damaskus, Yordania, Nablus dan Gaza dengan mudah dikuasai pasukan Hulagu. Mereka mengincar Mesir yang dikuasai kesultanan Mamluk. Panglima Kitbugha mengirim utusan ke Mesir yang meminta Sultan Qutuz menyerah. Utusan Qitbhuga malah dibunuh. Di 'Ain Jalut, Sultan Qutuz bersama panglima Baybars memimpin sendiri pasukannya bertempur melawan pasukan Hulagu. Untuk pertama kalinya, pasukan Mongol dapat ditaklukkan.


Kekuasaan Mongol dilanjutkan oleh anak cucu Hulagu, yang dikenal dengan sebutan dinasti Ilkhan. Abaga, anak Hulagu, memeluk Krtisten. Penggantinya, Ahmad Teguder (1282-1284) masuk Islam, namun dibunuh oleh Arghun, raja keempat yang bertindak kejam terhadap orang-orang Islam. Posisi umat Islam membaik di masa raja ke tujuh Ikhan, Mahmud Ghazan (1295-1304). Ia sempat menganut ajaran Budha sebelum beralih ke Islam. Ghazan tertarik pada masalah peradaban. Ia membangun perguruan tinggi untuk mazhab Syafii serta Hanafi, observatorium, perpustakaan, bahkan juga padepokan atau semacam biara buat kaum sufi. Ia meninggal dalam usia 32 tahun, dan digantikan Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi'ah garis keras. Sultan terakhir dari Dinasti Ilkhan adalah Abu Sa'id (1317-1335). Kekuasaannya hancur setelah terjadi bencana kelaparan hebat akibat serangan badai dan hujan es. Kekuasaan pun terpecah belah, sampai kemudian dihancurkan oleh Timur Lenk, penakluk brutal lainnya yang juga keturunan Mongol. Serbuan Jenghis Khan hingga Hulagu Khan benar-benar membuat masyarakat Islam harus membangun kehidupan baru dari tingkat yang paling dasar. Tidak ada lagi wujud peradaban yang tersisa dari wilayah Asia Tengah, Selatan hingga Timur Tengah. Dinasti Mamluk mampu mempertahankan wilayah Mesir. Dari Mesirlah, kemudian peradaban Islam dibangun kembali.

Sumber : Ira M. Lapidus (1998), Hodgson (1997), Abdul L.Talib (2007) dan Hitti (1982)
:: Bahan kuliah tambahan buat mahasiswa saya mengenai "Titik Balik Peradaban Dunia" di Kelas Sejarah Peradaban Eropa.

Tidak ada komentar: