Jumat, 01 Juni 2012

Kala Batu Bicara

Oleh : Muhammad Ilham

Seandainya-lah batu bisa bersuara, begitu panjang riwayat yang akan kita tulis ... !
(Rabindranath Tagore)

Kala Brainwood, seorang arkeolog Amerika yang punya dedikasi dan kesungguhan keilmuan luar biasa (dibidangnya), menemukan beberapa peninggalan-peninggalan arkeologi di situs sekitar lembah Mesopotamia, dunia menjadi "terperangah". Orang menjadi tahu, dulu, di lembah ini, pernah terdapat peradaban tinggi dengan segala maha karya-nya. Sejarah Sumeria, Assiria dan figur-figur besar seperti Hammurabi yang dikenal dengan "masterpiece"-nya Kodeks Hukum yang tersohor itu (bahkan dimasukkan sebagai satu-satunya prasasti paling tua yang mengakui Hak Asasai Manusia), sang "Kaizer" Nebukadnezar - terekonstruksi. Hampir seluruh data yang ditemukan arkeologi ini berupa data-data "diam" yang tak tertulis. Data-data ini kemudian "berbicara", bahwa dalam konteks zaman yang sangat klasik (5000 SM.), negeri di lembah dua sungai ini, pernah menjadi pusaran - centrum - peradaban dunia, pada masanya. Data-data megalit dalam bentuk lumpur yang telah membatu, menyibak kebanggaan historis negeri ini, hingga sekarang.

Karena Brainwood, mereka punya sejarah yang "berbicara" sehingga kini. Ketika masih berkuasa, Syah Reza Pahlevi misalnya, menjadi raja yang punya rasa romantisme sejarah hingga begitu bangga memakai simbol-simbol Cyrus Agung. Demikian juga Saddam Hussein kala masih digdaya, selalu menganggap dirinya sebagai "penyambung lidah" Nebukadnezar. Mereka pantas dan sah secara historis untuk bangga dengan sejarah mereka. Seandainyalah, Brainwood dan data-data megalit (batu tua, biasanya agak besar) yang ditemukannya tidak "berbicara", mungkin rakyat Iran dan Irak tidak akan bisa "bertengadah muka" sekedar untuk mengatakan bahwa dalam satu episode panjang sejarah ummat manusia, mereka pernah punya peradaban tinggi yang bisa menjadi referensi dan identitas historis mereka. Tak ada yang sia-sia dalam penciptaan Allah SWT, apapun bentuk dan "rona" ciptaan-Nya. Karena itu pula, tak ada yang sia-sia dalam disiplin ilmu, semuanya memiliki kontribusi dalam memberikan identitas, penyadaran, dan kebahagiaan ummat manusia. Karena itu jugalah, ajaran normatif agama (Islam) dan agama-agama lainnya, mengajarkan untuk tidak sombong dan menganggap diri lebih dari yang lain, karena setiap orang, siapapun dia, memiliki nilai lebih dan kurang, demikian juga suatu disiplin ilmu, memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri yang bila diintegrasikan, saling melengkapi. Jadi, dengan ini, saya ingin menjawab pertanyaan seorang kawan yang selalu ketawa dan sinis melihat kesungguhan dan kerja ilmiah kawan-kawan lain yang bergelut dalam bidang arkeologi - ilmu yang "mencintai" batu-batu atau bahan material tua.

Sumber foto : www.time.com

Tidak ada komentar: