Kawasan Budaya Melayu adalah salah satu kawasan perkembangan budaya
Islam diantara kawasan kawasan besar budaya Islam seperti Arab, Irak, Turki dan
Afrika Hitam. Pertumbuhan dan perkembangan Islam di kawasan ini telah
mempertemukan Islam dengan tradisi-tradisi lokal yang beragam, namun dalam
pertumbuhannya telah melahirkan dinamika yang spesifik, terutama dalam
perkembangan tradisi keilmuan Perkembangan Tradisi keilmuan (intelektual) dan socio-cultural
di kawasan rumpun Melayu secara
historis pada dasarnya telah berlangsung lama semenjak masuk dan berkembangnya
Islam di wilayah ini. Selama lebih dari empat abad tradisi keilmuan dan
perkembangan sosial budaya menghiasi perjalanan hidup masyarakat
Melayu-Nusantara. Penyebutan Rumpun Melayu-Nusantara, menurut Azyumardi Azra,
lebih didasarkan pada kesamaan aspek Socio-cultural dan sistem religi
(Islam) yang bekembang dan dianut oleh masyarakat yang hidup di negara-negara
kawasan Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura,
sebagian Philipina, Thailand, Vietnam, Kamboja dan sebagian masyarakat Islam
Afrika Selatan dan Bengladesh (Azra, 1999).
Kenyataan tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa nilai-nilai ajaran
Islam (the spirit of Islam) sudah merupakan akar budaya bangsa-bangsa
rumpun Melayu. Bahkan dalam tataran yang
lebih luas, the spirit of Islam tersebut mampu diperankan sebagai etos
pembangunan. Oleh karenanya sebutan Melayu lebih identik dengan Islam. Ketika
wilayah-wilayah rumpun Melayu (Nusantara) dikuasasi oleh negara-negara Barat
(Inggris, Belanda, dan Portugis), kejayaan dan kekuatan politik Melayu-Islam
dan segenap tradisi keilmuan serta socio-cultural mulai mengalami
kemunduran. Satu demi satu kesulthanan Islam yang ada di lingkungan Melayu
Nusantara jatuh di bawah kekuasaan penjajah. Bahkan akhir dari intervensi Barat
menjadikan rumpun Melayu terpecah kepada beberapa negara nasional, di mana
antara satu sama lain telah dibatasi oleh garis demarkasi yang tidak boleh
dilanggar. Akibatnya spirit ke-Melayu-an seakan-akan telah hilang. Pengalaman
sejarah yang pahit ini secara politis sangat merugikan bangsa-bangsa Melayu.
Kekuatan bangsa Melayu yang pada masa lalu terjalin kuat, kini pecah. Bahkan
dalam percaturan politik internasional agak terpinggirkan.
Oleh karena itu berbagai langkah untuk menghimpun kembali kekuatan
bangsa-bangsa Melayu, terutama Indonesia
dan Brunei Darussalam dalam berbagai bidang (terutama bidang sosio cultural dan
tradisi keilmuan) sangat mungkin dilakukan. Kreatifitas penelitian dan misi
kebudayaan adalah salah satu upaya menggali tradisi sejarah yang pernah
berkembang pada masa lalu, perlu dipererat. Ini sangat diperlukan, karena
bangsa-bangsa rumpun Melayu dihadapkan kepada persaingan global, terutama
dengan negara-negara Barat non-Muslim yang sangat kompetitif terutama dalam hal
kemajuan teknologi. Amir Syakib Arsalan, salah seorang intelektual Muslim
Mesir, melalui bukunya yang berjudul : Limaza taakhkhara al-muslimuun, wa
limaza taqadam ghairuhum (1939), seakan-akan memberikan spirit berarti bagi
membangkitkan kesadaran umat Islam tak terkecuali Muslim rumpun Melayu, agar
mampu menggapai kemajuan yang saat ini berkembang sangat pesat.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka Lembaga Penelitian
IAIN Imam Bonjol Padang mengajukan tawaran kerjasama dengan kerjaan Brunei
Darussalam dan mana-mana pertubuhan di bawah naungan Kerajaan (seumpama
Universiti Brunei Darussalam atau Institut Pengajian Islam Omar Ali Saifuddin)
untuk menggali kemajuan tradisi intelektual dan sosial budaya yang pernah
dicapai oleh bangsa-bangsa Melayu-Nusantara masa lalu melalui sebuah jaringan
penelitian.
Mempererat hubungan silaturrahmi dan bertukar
pikiran diantara cendikiawan, intelektual, ilmuan dan budayawan dua bangsa
serumpun.
Mengungkapkan kemajuan tradisi intelektual dan
tradisi budaya yang pernah berkembang di antara kedua bangsa serumpun, terutama
antara Minangkabau dan Brunei Darussalam.
Menggali dan mengumpulkan data keilmuan dan sosial
budaya (persamaan dan perbedaan) yang berkembang di antara kedua bangsa
serumpun, kemudian disosialisasikan dan dijadikan sebagai acuan untuk mencapai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi masa depan.
Terjalinnya hubungan yang erat antara insan
akademik kedua bangsa serumpun (Minangkabau dan Brunei Darussalam) dalam upaya
menggali tradisi budaya dan tradisi keilmuan, sehingga kekayaan intelektual dan
kultural masyarakat Melayu masa lalu dapat dikenali oleh generasi masa kini dan
masa datang.
Tema pokok penelitian ini adalah :
“Mencari
Akar Identitas Budaya Melayu Islam : Studi Komparasi Realitas Budaya di Minangkabau dan Brunei
Darussalam”.
Untuk
tema pokok tersebut di atas, dirancangkan beberapa topik sebagai berikut :
Pemikiran Syekh Thaher Jalaluddin Al-Falaki dan
Pembaharuan Pemikiran Islam di Minangkabau dan Malaysia (in-clude Brunei
Darussalam Awal Abad XX).
Tulisan Jawi (Arab Melayu) dan Tradisi Intelektual
di Rumpun Melayu-Nusantara : Studi tentang Peranan Tulisan Jawi dalam
Perkembangan Islam dan Tradisi Keilmuan di Brunei Darussalam dan Minangkabau.
Diktum Adat Basandi Syara’ ,
Akar Tradisi Sosio Kultural Melayu-Islam (Kajian Antropo-Historis Brunei
Darussalam dan Minangkabau).
Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA) dan Pengaruh Pemikirannya di
Brunei Darussalam.
Topik-topik
di atas adalah beberapa alternatif yang masing-masing dapat dikembangkan ke
dalam proposal lengkap, serta akan di tambah dan diubah-suaikan sejalan dengan
tema pokok penelitian, setelah didapatkan persepakatan kerjasama Kerajaan Brunei Darussalam/Pertubuhan
Pendidikan Tinggi Islam di Brunei Darussalam, pada masa yang akan datang.
(Proposal lengkap, tidak dipublish)
Sumber foto : jppn.com
(Proposal lengkap, tidak dipublish)
Sumber foto : jppn.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar