Bermula dari artikel tentang " Ahmadinedjad Tidak Keberatan Bila Anaknya Berhubungan dengan Yahudi" (detik.nes.com/internasional) dan artikel saya yang berjudul "Ketika Hitler Masih Hidup" Muhammad Ilham BLOG: Ketika Hitler (Masih) "Hidup" maka diskusi-pun berlangsung :
Ning Surachman Manusia dilarang untuk rasis. Kebanyakan tak mengerti apa itu yahudi dan apa itu zionis. Sehingga pukul rata dengan mengatakan semua Yahudi jahat, orang Arab itu bakhil, atau apalah itu.. Untuk mengubah pola pikir itu sulit.
Dina Y. Sulaeman berita yg di detik com itu ngasih info yangg seolah-olah sudah disepakati/sahih soal ras-nya Ahmadinejad.. pdhl cerita sebenarnya nggak gitu..pernah saya tulis di ini:http://dinasulaeman.wordpress.com/2009/10/11/benarkah-ahmadinejad-yahudi/Dalil yang dipakai Telegraph (dan dikutip pula oleh Kompas) adalah “karena dulu nama family Ahmadinejad adalah Saburjian”. Saburjian, kata koran itu, adalah nama keluarga yang umum dipakai oleh orang Yahudi. Nah, klaim ini perlu dikritisi lagi. Apa benar orang Yahudi di Iran pakai nama Saburjian? Saya tak menemukan data valid tentang hal ini. Bahkan, kata Saburjian ini tak saya temui di kamus Moin (kamus Farsi-Farsi yang tebalnya setengah meter). Padahal, kata Telegraph (dan Kompas), Saburjian ini konon artinya “penenun Sabour”. Sabour sendiri katanya nama selendang khas Yahudi. Aneh juga kok kamus sekaliber Moin tak memuat kata itu.
Budi Hartono Tidak ada yang terlalu surpise. Adolf Hitler juga Yahudi, tapi kita tahu apa yang Hitler lakukan?
Muhammad Ilham Fadli Saya sederhana saja, dinda Dina Y. Sulaeman dan Budi Hartono, Yahudi atau apapun-lah, bagi saya tak masalah. Yahudi adalah entitas agama. Sedangkan Zionisme adalah ideologi dengan Israel sebgai "ejawantahnya". Yang menjadi persoalan adalah Zionisme dan Israelnya, bukan Yahudinya. So ....... butuh keterangan lebih lanjut, apakah Hitler juga Yahudi bung Budi Hartono.
Nano Hadinoto Betul sekali. Yahudi adalah bangsa, adalah etnis, adalah entitas agama, yang berakar sama dengan Islam dan Kristiani. Zionisme adalah ideologi yang hanya mementingkan kepentingan sendiri, tanpa memperhatikan kesejahteraan semua manusia yang hidup diwilayah itu.
Muhammad Ilham Fadli Pak Nano Hadinoto .... dalam konteks di atas, pada akhirnya kita bisa memahami dan mencari "benang merah", mengapa AS begitu "dekat teramat sekali" dengan Israel. Bukan karena Yahudi-nya .... tapi ZIONIS-nya (cf. Lihat, misalnya analisis Paul Findley, Mereka Berani Bicara) ...... kata kuncinya : AIPAC (American Israel Public Agency)
Budi Hartono Demikianlah adanya info tersebut bisa dilihat pada http://dunia.news.viva.co.id/news/read/172958-tes-dna---hitler-keturunan-yahudi-dan-afrika. Sejarah memang kadang mengejutkan, seperti halnya politik, sering kali jauh dari konsisten Disamping Hitler, kita juga Tahu bahwa Karl Heinrich Mark adalah Yahudi bahkan lahir dari keluarga religius Yahudi, namun apa lacur, dalam manifesto komunis-karena kognisi mark yg mungkin kecewa- ia begitu ektrem untuk menyatakan bahwa "agama adalah candu". Mungkin pula Hitler mengalami kognisi buruk konspirasi YAHUDI akibar Perjanjian Versailes yg merugikan Jerman dan dibalik itu adalah kominitas Yahudi. Btw, saya setuju bahwa Yahudi BUKANLAH ZIONIS tapi ZIONIS sudah barang tentu Yahudi. Toh saat ini, YAHUDI bukanlah sekedar pertalian darah, AGAMA dan BANGSA, tapi sudah menjadi perilaku dan kebiasaan.
Muhammad Ilham Fadli Ya ..... saya juga dahulunya sering baca tentang hal ini. Tapi, seumpama GENOSIDA (debatable), persoalan Hitler itu Yahudi atau tidak, umumnya sepakat mengatakan, beliau dari ras non-Yahudi, walau ada satu dua yang menganggap tidak. Tapi pointnya, bagi saya adalah : YAHUDI agama, yang kita takutkan itu ZIONISME yang kadang-kadang juga hadir di sekeliling kita, di seputaran kita. Masalah hadits di atas, kita juga harus lihat ASBAB-nya (dalam ilmu musthala'ah hadits dikenal dengan ashbabul wurud). "Pengetahuan" Nabi kala itu, hanya pada tiga agama itu, Yahudi, Majusi dan Nasrani ..... beliau yang mulia ini tak tahu tentang entitas agama lain seumpama Budha dan Hindu yang juga dianut oleh masyarakat "lain" di luar jazirah Arabia. Intinya, konteks hadits tersebut, bersifat kontekstual, dan analisisnya juga harus kita letakkan dalam konteks itu. "Tantangan" bagi nabi ada pada tiga agama .... Nasrani, Majusi dan Yahudi sesuai dengan pengetahuan nabi. Oleh karena, pemahaman dan melokalisir pada tiga agama itu, rasanya tak juga adil bagi kita pada masa sekarang .... Semua terpulang pada Allah SWT. kita hanya "menafsirkan". Demikian bung Budi Hartono.
Budi Hartono iya, saya sepakat, terutama pada kalimat : "Intinya, konteks hadits tersebut, bersifat kontekstual, dan analisisnya juga harus kita letakkan dalam konteks itu. "Tantangan" bagi nabi ada pada tiga agama. Nasrani, Majusi dan Yahudi sesuai dengan pengetahuan nabi. Oleh karena, pemahaman dan melokalisir pada tiga agama itu," semoga para "Pembela Islam" mendapatkan pencerahan atas kalimat dari pak Muhammad Ilham
Muhammad Ilham Fadli Konteks Agama adalah Candu dalam Manifesto Komunisme Marx juga harus juga ditelaah. MARX bukan menganggap agama itu candu, tapi agama yang dijadikan "struktur" ... struktur yang mengeksploitasi kalangan bawah. "Sabarlah ..... kamu ditakdirkan oleh Tuhan menjadi budak, jadi terima", demikian perumpamaan yang (sering) dikemukan Marx. Ia bukan hanya benci pada Yahudi, tapi pada semua agama. Sayang beliau hidup dalam suasa era industrialisasi dengan "anak kandungnya" Kapitalisme, dimana terjadi eksploitasi kalangan atas pada kalangan bawah (borjuis pada proletar). Dan ia melihat agama dijadikan "alat" untuk eksploitasi itu. Bila ia hidup pada masyarakat ACEH dan melihat "getaran" aura Hikayat Sabeel melawan Belanda yang kapitalitik, saya yakin MARX akan merubah pendapatnya : "(ternyata : agama itu potensial melawan borjuis). Ini-lah yang dianalisis dengan bagus oleh HOS Cokroaminoto dan beberapa pentolan komunisme di Minangkabau pada era 1920-an.
Nano Hadinoto Leluhur Adolf Hitler beberapa generasi keatas adalah murni orang Eropa non Yahudi. Ayahnya, Alois Hitler (sebelumnya bernama Schicklgruber) adalah pegawai bea cukai kekaisaran Austria, ibunya Clara Poelzel. Mereka adalah keluarga pedesaan, dan saleh beragama Katholik. Selesai sekolah, ia pindah dari kota kelahirannya Braunau am Inn di batas Austria-Jerman, ke Jerman (yang waktu itu merupakan kumpulan kerajaan kerajaan), yakni ke kerajaan Bavaria (Jerman: Bayern). Masuk militer pada Perang Dunia II kedalam Resimen Infantri Cadangan no 16 Diraja Bavaria. kebencian penduduk terutama grass root pada orang Yahudi yang hanya sedikit itu kala itu menyala-nyala (sampai di generasi saya, teman teman di Austria dan Jerman, terutama yang usianya 10-20 tahun lebih tua dari saya). Orang Yahudi dianggap borju, padahal banyak yang pas pasan hidupnya. Kesenjangan terbesar bangkit dari sisi agama, karena agama Yahudi yang bertumpu pada Kitab Taurat MENOLAK keberadaan Yesus, apalagi sebagai Tuhan. Tuhan bagi umat yahudi adalah Yahweh (atau Elohim, El Lah)yang mahaesa. Grass root rata rata sangat saleh Katholik atau Kristen-Protestan jadi sentimen sekali. Karl Marx memang keturunan Yahudi, anak pemilik pabrik. Sebagai turunan Yahudi dia ditolek dikalangan elit "pribumi" Eropa yang Krsitiani, tetapi keYahudian juga membuat dia tak nyaman. Dia melihat agama, yang memang sejak abad pertengahan di Eropa hingga revolusi indiustri diabad ke XIX- awal abad ke XX, sangat berkolaborasi dengan penguasa, terutama bangsawan. Jadi dinilai sangat meng-exploitasi rakyat kecil. Dizaman dia, abad XIX-XX awal, hapir tak terbayangkan, agama mampu membangkitkan revolusi melawan penguasa. Sayang dia tak mengalami, bagaimana gereja Katholik di Latin Amerika bangkit sebagai pembela petani dan rakyat kecil di Amerika Latin, dan di-kejar kejar militer. Agama sebagai pembangkit kesadaran rakyat belum terlihat di Eropa saat itu. Padahal ini terjadi ditempat lain. Tan Malakka misalnya melihat Islam sebagai sumber kekuatan melawan penjajahan. Juga haji Misbah. HOS Cokroaminoto diilmahi oleh agama Islam dalam kesadaran nasionalnya.
Sumber foto : arrahmah.com
Ning Surachman Manusia dilarang untuk rasis. Kebanyakan tak mengerti apa itu yahudi dan apa itu zionis. Sehingga pukul rata dengan mengatakan semua Yahudi jahat, orang Arab itu bakhil, atau apalah itu.. Untuk mengubah pola pikir itu sulit.
Dina Y. Sulaeman berita yg di detik com itu ngasih info yangg seolah-olah sudah disepakati/sahih soal ras-nya Ahmadinejad.. pdhl cerita sebenarnya nggak gitu..pernah saya tulis di ini:http://dinasulaeman.wordpress.com/2009/10/11/benarkah-ahmadinejad-yahudi/Dalil yang dipakai Telegraph (dan dikutip pula oleh Kompas) adalah “karena dulu nama family Ahmadinejad adalah Saburjian”. Saburjian, kata koran itu, adalah nama keluarga yang umum dipakai oleh orang Yahudi. Nah, klaim ini perlu dikritisi lagi. Apa benar orang Yahudi di Iran pakai nama Saburjian? Saya tak menemukan data valid tentang hal ini. Bahkan, kata Saburjian ini tak saya temui di kamus Moin (kamus Farsi-Farsi yang tebalnya setengah meter). Padahal, kata Telegraph (dan Kompas), Saburjian ini konon artinya “penenun Sabour”. Sabour sendiri katanya nama selendang khas Yahudi. Aneh juga kok kamus sekaliber Moin tak memuat kata itu.
Budi Hartono Tidak ada yang terlalu surpise. Adolf Hitler juga Yahudi, tapi kita tahu apa yang Hitler lakukan?
Muhammad Ilham Fadli Saya sederhana saja, dinda Dina Y. Sulaeman dan Budi Hartono, Yahudi atau apapun-lah, bagi saya tak masalah. Yahudi adalah entitas agama. Sedangkan Zionisme adalah ideologi dengan Israel sebgai "ejawantahnya". Yang menjadi persoalan adalah Zionisme dan Israelnya, bukan Yahudinya. So ....... butuh keterangan lebih lanjut, apakah Hitler juga Yahudi bung Budi Hartono.
Nano Hadinoto Betul sekali. Yahudi adalah bangsa, adalah etnis, adalah entitas agama, yang berakar sama dengan Islam dan Kristiani. Zionisme adalah ideologi yang hanya mementingkan kepentingan sendiri, tanpa memperhatikan kesejahteraan semua manusia yang hidup diwilayah itu.
Muhammad Ilham Fadli Pak Nano Hadinoto .... dalam konteks di atas, pada akhirnya kita bisa memahami dan mencari "benang merah", mengapa AS begitu "dekat teramat sekali" dengan Israel. Bukan karena Yahudi-nya .... tapi ZIONIS-nya (cf. Lihat, misalnya analisis Paul Findley, Mereka Berani Bicara) ...... kata kuncinya : AIPAC (American Israel Public Agency)
Budi Hartono Demikianlah adanya info tersebut bisa dilihat pada http://dunia.news.viva.co.id/news/read/172958-tes-dna---hitler-keturunan-yahudi-dan-afrika. Sejarah memang kadang mengejutkan, seperti halnya politik, sering kali jauh dari konsisten Disamping Hitler, kita juga Tahu bahwa Karl Heinrich Mark adalah Yahudi bahkan lahir dari keluarga religius Yahudi, namun apa lacur, dalam manifesto komunis-karena kognisi mark yg mungkin kecewa- ia begitu ektrem untuk menyatakan bahwa "agama adalah candu". Mungkin pula Hitler mengalami kognisi buruk konspirasi YAHUDI akibar Perjanjian Versailes yg merugikan Jerman dan dibalik itu adalah kominitas Yahudi. Btw, saya setuju bahwa Yahudi BUKANLAH ZIONIS tapi ZIONIS sudah barang tentu Yahudi. Toh saat ini, YAHUDI bukanlah sekedar pertalian darah, AGAMA dan BANGSA, tapi sudah menjadi perilaku dan kebiasaan.
Muhammad Ilham Fadli Ya ..... saya juga dahulunya sering baca tentang hal ini. Tapi, seumpama GENOSIDA (debatable), persoalan Hitler itu Yahudi atau tidak, umumnya sepakat mengatakan, beliau dari ras non-Yahudi, walau ada satu dua yang menganggap tidak. Tapi pointnya, bagi saya adalah : YAHUDI agama, yang kita takutkan itu ZIONISME yang kadang-kadang juga hadir di sekeliling kita, di seputaran kita. Masalah hadits di atas, kita juga harus lihat ASBAB-nya (dalam ilmu musthala'ah hadits dikenal dengan ashbabul wurud). "Pengetahuan" Nabi kala itu, hanya pada tiga agama itu, Yahudi, Majusi dan Nasrani ..... beliau yang mulia ini tak tahu tentang entitas agama lain seumpama Budha dan Hindu yang juga dianut oleh masyarakat "lain" di luar jazirah Arabia. Intinya, konteks hadits tersebut, bersifat kontekstual, dan analisisnya juga harus kita letakkan dalam konteks itu. "Tantangan" bagi nabi ada pada tiga agama .... Nasrani, Majusi dan Yahudi sesuai dengan pengetahuan nabi. Oleh karena, pemahaman dan melokalisir pada tiga agama itu, rasanya tak juga adil bagi kita pada masa sekarang .... Semua terpulang pada Allah SWT. kita hanya "menafsirkan". Demikian bung Budi Hartono.
Budi Hartono iya, saya sepakat, terutama pada kalimat : "Intinya, konteks hadits tersebut, bersifat kontekstual, dan analisisnya juga harus kita letakkan dalam konteks itu. "Tantangan" bagi nabi ada pada tiga agama. Nasrani, Majusi dan Yahudi sesuai dengan pengetahuan nabi. Oleh karena, pemahaman dan melokalisir pada tiga agama itu," semoga para "Pembela Islam" mendapatkan pencerahan atas kalimat dari pak Muhammad Ilham
Muhammad Ilham Fadli Konteks Agama adalah Candu dalam Manifesto Komunisme Marx juga harus juga ditelaah. MARX bukan menganggap agama itu candu, tapi agama yang dijadikan "struktur" ... struktur yang mengeksploitasi kalangan bawah. "Sabarlah ..... kamu ditakdirkan oleh Tuhan menjadi budak, jadi terima", demikian perumpamaan yang (sering) dikemukan Marx. Ia bukan hanya benci pada Yahudi, tapi pada semua agama. Sayang beliau hidup dalam suasa era industrialisasi dengan "anak kandungnya" Kapitalisme, dimana terjadi eksploitasi kalangan atas pada kalangan bawah (borjuis pada proletar). Dan ia melihat agama dijadikan "alat" untuk eksploitasi itu. Bila ia hidup pada masyarakat ACEH dan melihat "getaran" aura Hikayat Sabeel melawan Belanda yang kapitalitik, saya yakin MARX akan merubah pendapatnya : "(ternyata : agama itu potensial melawan borjuis). Ini-lah yang dianalisis dengan bagus oleh HOS Cokroaminoto dan beberapa pentolan komunisme di Minangkabau pada era 1920-an.
Nano Hadinoto Leluhur Adolf Hitler beberapa generasi keatas adalah murni orang Eropa non Yahudi. Ayahnya, Alois Hitler (sebelumnya bernama Schicklgruber) adalah pegawai bea cukai kekaisaran Austria, ibunya Clara Poelzel. Mereka adalah keluarga pedesaan, dan saleh beragama Katholik. Selesai sekolah, ia pindah dari kota kelahirannya Braunau am Inn di batas Austria-Jerman, ke Jerman (yang waktu itu merupakan kumpulan kerajaan kerajaan), yakni ke kerajaan Bavaria (Jerman: Bayern). Masuk militer pada Perang Dunia II kedalam Resimen Infantri Cadangan no 16 Diraja Bavaria. kebencian penduduk terutama grass root pada orang Yahudi yang hanya sedikit itu kala itu menyala-nyala (sampai di generasi saya, teman teman di Austria dan Jerman, terutama yang usianya 10-20 tahun lebih tua dari saya). Orang Yahudi dianggap borju, padahal banyak yang pas pasan hidupnya. Kesenjangan terbesar bangkit dari sisi agama, karena agama Yahudi yang bertumpu pada Kitab Taurat MENOLAK keberadaan Yesus, apalagi sebagai Tuhan. Tuhan bagi umat yahudi adalah Yahweh (atau Elohim, El Lah)yang mahaesa. Grass root rata rata sangat saleh Katholik atau Kristen-Protestan jadi sentimen sekali. Karl Marx memang keturunan Yahudi, anak pemilik pabrik. Sebagai turunan Yahudi dia ditolek dikalangan elit "pribumi" Eropa yang Krsitiani, tetapi keYahudian juga membuat dia tak nyaman. Dia melihat agama, yang memang sejak abad pertengahan di Eropa hingga revolusi indiustri diabad ke XIX- awal abad ke XX, sangat berkolaborasi dengan penguasa, terutama bangsawan. Jadi dinilai sangat meng-exploitasi rakyat kecil. Dizaman dia, abad XIX-XX awal, hapir tak terbayangkan, agama mampu membangkitkan revolusi melawan penguasa. Sayang dia tak mengalami, bagaimana gereja Katholik di Latin Amerika bangkit sebagai pembela petani dan rakyat kecil di Amerika Latin, dan di-kejar kejar militer. Agama sebagai pembangkit kesadaran rakyat belum terlihat di Eropa saat itu. Padahal ini terjadi ditempat lain. Tan Malakka misalnya melihat Islam sebagai sumber kekuatan melawan penjajahan. Juga haji Misbah. HOS Cokroaminoto diilmahi oleh agama Islam dalam kesadaran nasionalnya.
Sumber foto : arrahmah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar