Oleh : Muhammad Ilham
"Terserah saja, aku ini terserah saja
(diinterplasi), memang aku calon presiden? Aku kan bukan calon
presiden," ujar Dahlan Iskan kepada detik.com (16/4/2012). Enteng tanpa
beban. Nampaknya, Dahlan tengah menanamkan investasi simpati di
tengah-tengah publik.
Dahlan Iskan kembali menjadi berita. Tak salah memang, karena menteri yang senang bersepatu kets ini, menjadi daya tarik tersendiri bagi pemburu berita. Menteri yang senantiasa berperilaku "out of box", Suatu perilaku yang selama ini disukai publik. Belakangan, pemilik Jawa Post Group ini berhadapan vis a vis dengan DPR. Beberapa anggota Dewan Yang Terhormat ini mengusulkan interpelasi. Menjadi ciutkah nyali si Dahlan ? Menjadi menurunkah popularitas menteri yang tak suka dipanggil Pak Menteri ini? ("panggil saja saya Pak Dahlan", katanya diberbagai kesempatan). Dahlan tidak akan "mengecil", justru interpelasi DPR diperkirakan menjadi berkah bagi Menteri Negara BUMN ini. Bukannya mengecil, nama Dahlan justru kian besar. "Wacana interplasi justru berkah buat Dahlan, jika dia bisa memainkan untuk menaikkan pencitraan dirinya. Kenapa demikian? Karena citra DPR di mata publik itu jelek, di saat yang sama Dahlan dilihat sebagai figur alternatif karena berpikir 'out of box' atau bergaya koboi, masyarakat beberapa saat ini suka dengan Dahlan, saya tidak tahu logika para pengusul interplasi, alih-alih ingin mematikan karir Dahlan justru malah membesarkannya," ungkap pengamat politik LS, Burhanuddin Muhtadi (detik.com/17-4-2012).
Dari 38 anggota DPR
pengusul interplasi, 22 orang di antaranya merupakan anggota DPR dari
fraksi Golkar. Jika wacana interplasi gagal ditangkap oleh publik, maka
akan mengarah pada rivalitas politik jelang tahun 2014. Semangat debirokratisasi dalam surat keputusan menteri
yang ditandatangani Dahlan semestinya didukung oleh DPR. Sebab,
BUMN-BUMN yang dikelola Dahlan beroperasi di wilayah korporat yang
membutuhkan semangat tersebut. Jika tidak dilakukan
debirokratisasi, maka BUMN akan lamban. Orientasinya bukan pada produk,
namun pada proses. Dahlan Iskan layak mengamuk. Lambatnya pelayanan masyarakat oleh BUMN
dianggap menciderai kepercayaan masyarakat kepada perusahaan plat merah,
dan ujung-ujungnya publik akan memusuhi pemerintahnya sendiri. Dahlan
Iskan berpikir praktis: layanan yang cepat dan prima oleh BUMN akan
menguntungkan semua pihak. Rakyat gembira, pemerintah pun lega karena
tidak lagi jadi sasaran kemarahan publik. Buruknya performa BUMN karena cara pengelolaannya dililit red tape
alias tata-krama kebirokrasian. Banyak ketidakefisienan dan kebocoran
disana-sini. Dahlan Iskan yang berlatar belakang swasta tentu jengah
melihat hal tersebut. Dan, tampaknya anggota DPR (utamanya dari partai politik tertentu) - yang nyata-nyata "berorientasi kepada 2014" - melihat celah untuk menciderai sang koboi yang lagi melaju kencang. Namun, para anggota DPR ini tidak menyadari bahwa Dahlan Iskan sedang dalam track popularitas yang tinggi di mata publik.
Catatan Kritis :
Negara kita sudah lama hidup dengan filosofi “biar lambat yang penting
selamat”, atau kalau diterjemahkan ke dunia kebirokrasian menjadi
“biarlah proyek macet yang penting tidak melanggar aturan agar tidak
ditangkap KPK”. Proses lebih penting ketimbang hasil. Di Indonesia, tindakan yang menyalahi peraturan walaupun tujuannya baik
tetap dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan bisa dijerat pasal
korupsi. Jerat inilah yang harus diwaspadai oleh Dahlan Iskan. Tanda-tandanya mulai kelihatan. DPR berancang-ancang untuk
menginterpelasi pemerintah demi menjegal kebijakan Dahlan Iskan dalam
proses penunjukan direksi BUMN yang dianggap menyalahi
peraturan-peraturan yang ada. Proses “membunuh Dahlan Iskan” telah
dimulai di DPR dan bukan tidak mungkin akan ada konspirasi sistematis
selanjutnya untuk benar-benar “menghabisi” Dahlan Iskan.
Sumber (sebagian dikutip langsung) : www.detik.news.com & kompasiana/bimo tejo
Foto (Dahlan Iskan) : www.boworot.blogspot.com
Foto (Dahlan Iskan) : www.boworot.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar