(c) Dina Yulianti
Menganalisis Syria, buat sebagian orang, termasuk saya, terasa agak
sensitif. Aroma mazhab menguar dengan kental, sehingga seolah-olah
publik dipecah dua. Pendukung Syria diidentikkan dengan orang-orang
Syiah, seolah-olah Bashar Assad adalah penganut Syiah yang taat dan
harus dibela habis-habisan. Padahal, faktanya Assad adalah pemimpin yang
sekuler. Dia penganut Syiah Alawi, mazhab yang berbeda jauh dengan
Syiah ala Iran yang sangat patuh pada garis komando ulama. Jadi, Assad
bukanlah pendukung Wilayatul Faqih (pemerintahan ulama di Iran). Fakta
bahwa Syria berhubungan baik dengan Iran lebih ke faktor geopolitik,
bukan mazhab. Sebaliknya, orang-orang Sunni lebih cenderung percaya pada
pemberitaan betapa kejamnya Bashar Assad yang tega membunuhi rakyat
sendiri, terutama membunuhi para aktivis Islam non-Syiah. Bahkan ada
yang menilai Assad itu lebih kejam dari Israel. Pertanyaan saya, mengapa kaum muslimin tidak keluar dari
pengotak-kotakan seperti ini? Konflik di Syria sangat jelas, bukan
konflik antarmazhab. Lalu mengapa publik harus berpihak pada salah satu
pihak dengan landasan mazhab? Situasi perpecahan seperti inilah yang
justru menjadi bonus buat Barat. Mereka ingin menggulingkan Assad demi
kepentingan mereka. Namun, kekuatan propaganda mereka telah memberi
keuntungan lain: semakin terpecahnya umat Islam. Alih-alih berdiri di
barisan yang sama untuk menentang satu musuh bersama: aliansi
AS-Israel-NATO, umat Islam malah saling tuduh.
Saya ingin mengutip satu dari sekian banyak analisis yang ditulis
pengamat Barat anti-perang. Mereka ini dengan jernih berusaha
mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di Syria, lepas dari urusan
agama. Prof. Michel Chossudovsky adalah salah seorang pengamat politik
Timur Tengah yang aktif menulis tentang Syria. Motivasinya sederhana
saja: mencegah perang, karena perang hanya akan merugikan warga dunia
pada umumnya. Perang hanya menguntungkan segelintir elit politik dan
para industrialis perang (penyedia senjata, juragan minyak, dll). Dalam tulisannya ‘Syria: NATO’s Next Humanitarian War’, Chossudovsky
mengkompilasi data-data yang dia dapatkan dari sumber-sumber Barat
sendiri, yang membuktikan bahwa kerusuhan di Syria (yang disebut media
Barat sebagai ‘gerakan protes damai’) adalah sebuah rekyasa yang
dilaksanakan sejak lama oleh aliansi AS-NATO- Israel (apa tujuannya,
bisa dibaca di tulisan saya sebelumnya “Syria: Prahara di Negeri
Pengungsi”). Menurut Chossudovsky, aksi ‘protes’ di Syria tidak lahir
dari perpecahan politik internal sebagaimana dideskripsikan oleh media
mainstream media. Memang benar, Syria bukan negara surga di mana semua
rakyatnya berada di satu kubu. Namun, kekuatan oposisi tidaklah mengakar
luas di tengah rakyat sampai-sampai mampu memicu kerusuhan
besar-besaran. Sejak awalnya, ini adalah hasil dari sebuah operasi
rahasia intelijen AS dan NATO yang bertujuan untuk memicu kekacauan
sosial dan mendestabilisasi Syria.
Chossudovsy menulis, sejak pertengahan Maret 2011, kelompok-kelompok
Islamis bersenjata yang secara rahasia didukung oleh intel Barat dan
Israel, mulai melakukan serangan-serangan terorisme, menembaki
gedung-gedung pemerintahan, polisi, dan masyarakat sipil. Hal inilah
yang kemudian juga diakui oleh Clinton dalam wawancaranya dengan BBC: Al
Qaeda berada di balik serangan-serangan itu; dan ini menunjukkan
absurditas kondisi di Syria, bahkan AS bersedia bekerjasama dengan Al
Qaeda demi melengserkan Assad. Chossudovsky menyandarkan bukti dari
pernyataannya ini pada laporan dari the Arab League Observer Mission.
Selain itu, pemberitaan-pemberitaan dari media massa Barat sendiri
menyinggung tentang kehadiran M16 (Dinas Rahasia Inggris) dan CIA di
Syria. Misalnya Daily Star melaporkan bahwa AS, Inggris, dan Turki
mensuplai para pemberontak dengan senjata, dan menyatakan bahwa ‘Syria
mendukung Hizbullah dan hal ini mengancam Timur Tengah.” Harian ini juga
melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Inggris mengkonfirmasi bahwa
Inggris tengah menyusun rencana rahasia untuk memberlakukan no-fly-zone
di Syria, namun perlu dukungan dari PBB. Tapi bila dukungan PBB tidak
juga didapat, akan ada kondisi yang memaksa NATO bertindak. Daily Star
juga mengutip narasumbernya yang memprediksi bahwa bahwa pertempuran di
Syria akan lebih besar dan lebih berdarah daripada Libya. Kini mari kita lihat sekilas apa yang ditulis jurnalis independen,
Thierry Meyssan, yang sebelumnya aktif meliput langsung ke berbagai
kawasan konflik dan memberikan laporan yang berbeda dengan media
mainstream (misalnya, kisruh pemilu Iran tahun 2009, Meyssan melaporkan
langsung situasinya dari Tehran dan menunjukkan berbagai kebohongan
media mainstream, begitu pula konflik di Libya). Dalam laporan panjang
di websitenya(www.voltairenet.com) , Meyssan menganalisis berbagai
kebohongan yang dilakukan media mainstream.
Meyssan antara lain melaporkan bahwa dengan dukungan Rusia, tentara
nasional Syria akhirnya menyerbu Homs pada 9 Februari, setelah semua
upaya mediasi dengan pasukan pemberontak (yang menamakan diri Free
Syrian Army/FSA) gagal dilakukan. FSA akhirnya kalah dan mundur ke
wilayah Emirat seluas 40 hektar yang langsung dikepung oleh tentara
nasional, sampai akhirnya wilayah itu pun berhasil direbut tentara
nasional pada tanggal 1 Maret. Namun ada yang tidak diberitakan media
mainstream tentang kejadian di Emirat: pasukan FSA membantai orang-orang
Kristen di dua desa, saat para mereka berupaya melarikan diri ke
Lebanon. Alih-alih memberitakan realitas keji di Emirat, media
mainstream malah terus menyebarluaskan kisah-kisah tentang kekejaman
pasukan Assad kepada rakyatnya. Dan sebagaimana yang dulu terjadi dalam
kasus Iran dan Libya, media-media yang bekerjasama bahu-membahu dalam
propaganda ini adalah Aljazeera (Qatar), Al-Arabiya (Saudi Arabia),
France24 (France), BBC (UK) and CNN (USA). Meyssan menyebut kesemuanya
berada di bawah koordinasi dengan jurnalis Israeli. Lalu, ada laporan lagi yang cukup membuat heboh dunia maya
akhir-akhir ini, yaitu terbongkarnya video palsu soal kerusuhan di
Syria, dilakukan oleh Danny Abdul Dayem (22 tahun, warga
Suriah-Inggris). Dia bekerja sama Anderson Cooper dari CNN Amerika.
Parahnya, video palsu yang menggunakan efek suara-suara bom dan letusan
senjata, seolah-olah para aktivis sedang dibantai tentara nasional Syria
itu, disebarluaskan juga oleh media mainstream.
Ada satu fakta menarik yang dilaporkan Meyssan dalam salah satu
tulisannya, yaitu ternyata pemimpin FSA (=Pasukan Pembebasan Syria)
adalah Aldel Hakim Belhaj. Siapa Belhaj? Dia adalah pemimpin Al Qaeda
legendaris di Libya, menjabat sebagai Gubernur Militer di Tripoli.
Temuan Meyssan ini sejalan dengan penemuan Chossudovsky (dan kemudian
juga diakui terang-terangan oleh Menlu AS, Clinton, bahwa Al Qaeda
berada di tengah-tengah para pemberontak Syria). Ada banyak lagi kejanggalan yang bisa ditemukan dalam konflik Syria,
yang tidak perlu berkaitan dengan agama dan mazhab. Intinya, konflik
Syria adalah sebuah rekayasa dari AS, NATO, dan Israel. Terlalu naif
bila ada yang mengatakan bahwa mereka sedang berusaha menggulingkan
Assad untuk membantu rakyat Syria yang tertindas. Ini adalah cerita lama
yang berulang. Assad tidak pro Israel, mendukung Hizbullah dan Hamas,
dan berbaik-baik dengan Iran. Semua faktor ini menjadi penghalang bagi
ambisi Israel untuk menguasai Timur Tengah. Saat ini umat Islam
menghadapi musuh yang sama dengan Assad, yaitu Israel. Sayang sekali,
umat Islam justru sibuk saling tuduh dan tidak mau satu suara; hanya
karena termakan propaganda media Barat. Bukan hanya rakyat awam.
Sebagian pemimpin negara-negara Islam pun ramai-ramai mendukung Barat
untuk menggulingkan Assad. Dan Israel pun tertawa, karena upayanya
menggulingkan Assad berbuah bonus: perpecahan di kalangan muslim. Terakhir, apa untungnya buat kita orang Indonesia mengamati kasus
Syria? Silahkan membaca berbagai analisis yang menyebutkan bahwa
skenario disintegrasi di Syria (dan Libya) sesungguhnya sedikit demi
sedikit sedang diimplementasikan di Indonesia. Kecerdasan untuk melihat
siapa musuh, siapa kawan, akan sangat bermanfaat bila kita tidak ingin
negeri kita sendiri kelak hancur lebur seperti Syria atau Libya.
Sumber Foto : ABCNews.com
Sumber Foto : ABCNews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar