Sabtu, 05 November 2011

Iran, Israel, Nuklir dan Kepentingan Amerika Serikat di Kawasan Timur Tengah

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Setelah pemberitaan mengenai Khaddafi mulai "melemah", pekan-pekan mendatang bakal menjadi masa paling menegangkan antara Israel dan Iran. Semua itu dipicu oleh isu nuklir Iran. Spekulasi mengenai rencana serangan Israel ke Iran kian santer. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikabarkan tengah mencari dukungan kabinet guna melancarkan serangan ke Iran. Serangan tersebut untuk menghancurkan program nuklir republik Islam tersebut. Menghadapi ancaman Israel itu, Iran pun dalam siaga penuh. Konflik mengenai nuklir Iran itu dikhawatirkan akan semakin memuncak dalam pekan-pekan mendatang. Ketegangan itu semakin bertambah dengan rencana publikasi laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam beberapa hari mendatang. Laporan itu disebut-sebut akan mengungkap bukti baru mengenai program senjata nuklir Iran. Konflik soal nuklir Iran yang sudah bertahun-tahun tak terselesaikan itu sudah pasti semakin menapak ke jalan terjal penuh ketegangan. Jika laporan tersebut beredar, Timur Tengah akan selangkah lagi lebih dekat pada konflik yang bakal saling menghancurkan. Sinyal itu sudah tampak dari retorika Israel.

Israel berdalih, program nuklir Iran akan menjadikan negara itu sebagai negara paling berbahaya di dunia. Keberhasilan uji coba rudal Israel beberapa hari lalu menunjukkan, negara Yahudi itu serius dengan ancaman dan ketakutannya pada Iran. Sebab, rudal itu mampu membawa hulu ledak nuklir dan menghantam Iran. Hubungan antara Israel dan Iran sejak lama berada dalam situasi panas. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad pernah menyatakan, Israel seharusnya dihapuskan saja dari peta dunia. Namun, situasi keras saat ini memasuki babak frontal. Kali ini, untuk pertama kalinya kedua negara itu saling menantang secara terbuka. Tahun lalu, Iran pernah unjuk kekuatan dengan keberhasilan menguji tembak rudal jarak sedang Shahab-1 dan Shahab-2, rudal jarak jauh Shahab-3 serta rudal Fateh, Tondar, dan Zelzal. Rudal Shahab-3 diklaim mampu mencapai Israel. Uji coba ketika itu direspons dengan retorika keras dari Israel dan Barat. Sementara saat ini, pemimpin Israel juga melakukan langkah-langkah politis di dalam negeri untuk menggalang dukungan legalitas bagi serangan terhadap Iran. Dengan kemampuan nuklir Israel, serangan terhadap Iran akan berdampak sangat merusak kestabilan geopolitik Timur Tengah. Israel sejak 1964 telah memiliki reaktor nuklir di Dimona, Gurun Negev, yang menghasilkan plutonium untuk bahan baku bom atom serta memiliki 200 hulu ledak nuklir.

Ancaman terbuka Israel dikhawatirkan semakin mempercepat kemungkinan terjadinya perang nuklir. Padahal, perang nuklir sekalipun tidak akan menghentikan langkah Iran untuk menguasai teknologi nuklir yang diklaim hanya untuk suplai energi semata. Kemungkinan menahan laju ketegangan kali ini tampaknya sangat tipis karena laporan IAEA yang bakal diedarkan dalam waktu dekat ini akan memuat bukti-bukti paling meyakinkan bahwa program nuklir Iran bertujuan memproduksi senjata nuklir. Ancaman Israel dan eskalasi ketegangan di Timur Tengah kali ini adalah ujian bagi Presiden Barack Obama untuk tidak melibatkan diri dalam konflik ini. Sebaliknya, AS harus mendorong PBB untuk menangani krisis itu jika tidak ingin konflik menjadi ledakan yang menghancurkan perdamaian dunia.

Sumber : suaramerdeka.com

Tidak ada komentar: