(dari Penggalan Buku Memoir Mohammad Hatta yang menceritakan pertemuannya dengan Tan Malaka di salah satu "pusat" Komintern selain Moskow, Berlin)
Dalam bulan Juli 1922 aku menerima sebuah surat dari Darsono di berlin mengatakan, bahwa Tan Malaka ada di Berlin."Apabila aku ada tempo", katanya,"datanglah melancong ke Berlin". Maka keesokan harinya aku bertolak ke Berlin. Di Berlin aku menginap pada Darsono. Tan Malaka juga menginap di sana. Aku tinggal di Berlin kira-kira lima hari. Banyak pembicaraan yang kami adakan antara kami tiga orang saja. Pembicaraan kebanyakan mengenai soal Indonesia. Aku tanyakan kepada Tan Malaka, apakah ia akan menetap di Moskow apabila ia nanti pergi ke sana. Ia menjawab, bahwa pada tempatnya pergi ke Moskow, karena Moskow adalah pusat gerakan komunisme seluruh Dunia. Tetapi ia tidak akan tinggal di Moskow. Ia tidak akan beristirahat, tetapi akan terus bergerak dan berjuang untuk Indonesia merdeka.
Ia akan meneruskan perjalanan ke "Timur Jauh" dan dari situ berhubungan dengan pergerakan kemerdekaan di seluruh Asia. Di Moskow, dimana berlaku diktatur Stalin, ia tidak akan bisa hidup. Ia tidak mempunyai tulang punggung yang mudah membungkuk. ia tunduk kepada prinsip yang dimufakati bersama, tetapi tidak bisa dan tidak biasa menundukkan diri kepada orang seorang. Dalam gerakan komunisme sebagai yang dipelajarinya dari semulanya berlakudasar sama rata sama rasa, berlaku demokrasi yang sepenuhnya. Tetapi komunisme di bawah Stalin menanam dalam barisannya dasar perbudakan. Ada seorang pemimpin yang berkuasa, yang lain itu budaknya. Apakah ini pembawaan daripada golongan bangsa yang disebut "Slaviche volkeren"? Ia menekankan kata "Slavich" itu seolah-olah artinya sama dengan kita "slaaf" atau "budak", dalam bahasa Belanda. "Sebab itu", kata Tan Malaka, "aku menjahui lingkungan yang bertentangan dengan komunisme yang sebenarnya. Aku pergi ke timur jauh, ikut berjuang di sana untuk kemerdekaan bangsa Indonesia".
Aku menyela dan berkata: "Bukankah diktatur termasuk dalam sistim komunisme? Ambillah misalnya patokan Marx "diktatur proletariat". Tan Malaka segera menjawab: "Diktatur proletariat dalam teori Karl Marx hanya terdapat pada masa peralihan, mengalihkan kekuasaan kapitalis atas sumber produksi ke tangan masyarakat. Kaum buruh, yang terbangun dahulu di bawah asuhan perjuangan kelas, menjadi perintis jalan untuk menegakkan keadilan ke jurusan sosialisme dan komunisme, yang terselenggara dalam produksi oleh orang banyak dan untuk orang banyak di bawah pimpinan badan-badan masyarakat. Ini bertentangan dengan diktatur orang-seorang!" Pada bertukar pikiran itu terbentang di mataku, bahwa pada suatu waktu Tan Malaka yang lurus tulang punggung keyakinannya akan bertentangan dengan Stalin, mungkin kelanjutannya akan dikeluarkan dari organisasi komunisme yang dikuasai oleh stalin. Baik juga apabila ia menjahui Stalin dan pergi ke "Timur Jauh"
(c) Facebook Tan Malaka
Dalam bulan Juli 1922 aku menerima sebuah surat dari Darsono di berlin mengatakan, bahwa Tan Malaka ada di Berlin."Apabila aku ada tempo", katanya,"datanglah melancong ke Berlin". Maka keesokan harinya aku bertolak ke Berlin. Di Berlin aku menginap pada Darsono. Tan Malaka juga menginap di sana. Aku tinggal di Berlin kira-kira lima hari. Banyak pembicaraan yang kami adakan antara kami tiga orang saja. Pembicaraan kebanyakan mengenai soal Indonesia. Aku tanyakan kepada Tan Malaka, apakah ia akan menetap di Moskow apabila ia nanti pergi ke sana. Ia menjawab, bahwa pada tempatnya pergi ke Moskow, karena Moskow adalah pusat gerakan komunisme seluruh Dunia. Tetapi ia tidak akan tinggal di Moskow. Ia tidak akan beristirahat, tetapi akan terus bergerak dan berjuang untuk Indonesia merdeka.
Ia akan meneruskan perjalanan ke "Timur Jauh" dan dari situ berhubungan dengan pergerakan kemerdekaan di seluruh Asia. Di Moskow, dimana berlaku diktatur Stalin, ia tidak akan bisa hidup. Ia tidak mempunyai tulang punggung yang mudah membungkuk. ia tunduk kepada prinsip yang dimufakati bersama, tetapi tidak bisa dan tidak biasa menundukkan diri kepada orang seorang. Dalam gerakan komunisme sebagai yang dipelajarinya dari semulanya berlakudasar sama rata sama rasa, berlaku demokrasi yang sepenuhnya. Tetapi komunisme di bawah Stalin menanam dalam barisannya dasar perbudakan. Ada seorang pemimpin yang berkuasa, yang lain itu budaknya. Apakah ini pembawaan daripada golongan bangsa yang disebut "Slaviche volkeren"? Ia menekankan kata "Slavich" itu seolah-olah artinya sama dengan kita "slaaf" atau "budak", dalam bahasa Belanda. "Sebab itu", kata Tan Malaka, "aku menjahui lingkungan yang bertentangan dengan komunisme yang sebenarnya. Aku pergi ke timur jauh, ikut berjuang di sana untuk kemerdekaan bangsa Indonesia".
Aku menyela dan berkata: "Bukankah diktatur termasuk dalam sistim komunisme? Ambillah misalnya patokan Marx "diktatur proletariat". Tan Malaka segera menjawab: "Diktatur proletariat dalam teori Karl Marx hanya terdapat pada masa peralihan, mengalihkan kekuasaan kapitalis atas sumber produksi ke tangan masyarakat. Kaum buruh, yang terbangun dahulu di bawah asuhan perjuangan kelas, menjadi perintis jalan untuk menegakkan keadilan ke jurusan sosialisme dan komunisme, yang terselenggara dalam produksi oleh orang banyak dan untuk orang banyak di bawah pimpinan badan-badan masyarakat. Ini bertentangan dengan diktatur orang-seorang!" Pada bertukar pikiran itu terbentang di mataku, bahwa pada suatu waktu Tan Malaka yang lurus tulang punggung keyakinannya akan bertentangan dengan Stalin, mungkin kelanjutannya akan dikeluarkan dari organisasi komunisme yang dikuasai oleh stalin. Baik juga apabila ia menjahui Stalin dan pergi ke "Timur Jauh"
(c) Facebook Tan Malaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar