:: Untuk memperkaya perspektif tentang "posisi historis" PKI di Indonesia, buku karya Ruth Mc. Vey (Penerbit : Komunitas Bambu Jakarta, 2010) ini, layak untuk dibaca. Sebuah karya yang memandang Partai Komunis Indonesia dari dua sudut pandang, yakni lingkungan dalam dan luar negeri.
Inilah fakta sejarah. Partai Komunisme Indonesia (PKI) merupakan organisasi komunis terbesar di luar blok China-Soviet. Partai ini tidak memiliki kesan buruk bila dibandingkan paham komunisme yang dianut blok China-Soviet. PKI juga partai besar tertua di Indonesia, selain gerakan komunis pertama yang didirikan di Asia di luar wilayah yang dulu disebut Imperium Tsar. Tapi kini ia jadi organisasi paling dibenci di Indonesia. Ruth T. MacVey, guru besar Pusat Kajian Politik Asia Tenggara Universitas London, melakukan studi tentang komunisme Indonesia sejak 1953 ketika menjabat sebagai anggota peneliti dalam Proyek Indonesia Modern, Universitas Cornell. Ketika buku ini ditulis, PKI sedang berada di puncak kekuatannya, tapi segera pudar setelah percobaan kekerasan yang lain –mungkin yang dimaksud McVey tragedi Gerakan 30 September 1965.
McVey meneliti PKI karena ia tertarik akan sejarah komunisme. Watak partai ini sebagai sebuah komponen dari Komintern jadi fokus utamanya, sementara aspek domestik perkembangan PKI hanya jadi latar belakang. Tapi setelah McVey menyelam lebih dalam, ia menemukan adanya kekuatan dalam ikatan partai ini dengan lingkungan setempat. McVey pun menghadapi dilema: apakah mengabaikan masalah yang teramat penting bagi pendirian partai tersebut terhadap gerakan dunia, atau mencurahkan perhatian pada keadaan dalam negeri dan juga arti internasionalnya. Hasilnya, sebuah karya yang memandang partai tersebut dari dua sudut pandang, yakni lingkungan dalam dan luar negeri. “Karya ini saya tujukan kepada mereka yang melakukan studi terhadap Indonesia dan juga sejarah komunisme,” tulis McVey dalam kata pengantar edisi bahasa Inggris. Partai Komunis Indonesia bermula dari organisasi sosialis Marxis yang didirikan beberapa bulan setelah pecah Perang Dunia I di Hindia Belanda. Ketika terjadi pengambil-alihan kekuasaan Soviet, PKI terbebas dari unsur-unsur non-Bolshewik, dan pada awal 1920 menamakan diri sebagai partai komunis.
Hubungan PKI tak sebatas kaum elite, meski mayoritas anggotanya yang secara sosial, ekonomi, dan psikologis berada di kelas menengah: antara masyarakat tradisional dan modern. Ia juga memperluas keanggotaannya ke berbagai kalangan: pedagang, agamawan otodoks, kaum ningrat bawah, dan petani kaya, di luar Jawa atau bahkan tempat-tempat yang dikenal berada di luar pendukung komunis. Perlahan PKI menjadi besar karena mampu merefleksikan karakteristik pergerakan, yang menjembatani jarak antara konsep tradisional dan modern. Pada 1924 PKI memiliki 1.000 anggota.
Kali pertama komunisme berkembang merupakan masa pahit bagi petinggi kolonial Belanda. Di satu sisi mereka meyakini pendekatan yang bersimpati terhadap gerakan-gerakan politik akan menyehatkan perkembangan koloni. Di sisi lain mereka takut kebebasan politik akan menjadi kotak pandora: apabila dibuka akan terjadi revolusi. Pihak pertama, yakni pendukung Politik Etis, kalah ketika pecah Pemberontakan Komunis 1926-1927. Pemberontakan Komunis yang prematur itu sendiri gagal. Semua maksud dan tujuan pemberontakan itu mengakhiri fase pertama setengah abad sejarah PKI. Inilah klimaks dari buku ini.
Buku babon ini terbit pada 1965, tahun awal keruntuhan PKI. Di bawah rezim Orde Baru, jelas buku ini terlarang. Ia baru hadir dan bisa dibaca masyarakat Indonesia setengah abad kemudian. Ini hanya mungkin terjadi karena perubahan iklim politik dan intelektual yang kian terbuka dalam memandang sejarah negeri ini–iklim yang harus terus dirawat. Tapi nasib buku ini belum bisa dipastikan. Sejumlah buku berbau komunis berkali-kali dilarang Kejaksaan Agung. Kebencian terhadap komunisme masih kuat. Aturan hukumnya masih berlaku, yakni Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang melarang Partai Komunis Indonesia dan ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme. Rasanya tak elok melontarkan ketakutan bahwa PKI akan bangkit kembali. Di jalan-jalan sesekali spanduk yang menghujat atau memperingatkan bahaya laten komunis memang masih sering tampak. Tapi yang ingin melihat sejarah dengan lebih arif juga tak kalah banyak. Di dunia maya melalui jejaring Facebook terdapat 12 akun PKI, sedangkan yang anti-PKI 2 akun.Komunisme di Indonesia sudah menjadi sejarah, bernasib sama dengan komunisme di Rusia. China, yang kini menguasai perekonomian dunia, pun malah menjadi teladan perkembangan kapitalis, bukan sosialis. ::: (C : Resensator awal : Hendri F. Isnaeni)
Inilah fakta sejarah. Partai Komunisme Indonesia (PKI) merupakan organisasi komunis terbesar di luar blok China-Soviet. Partai ini tidak memiliki kesan buruk bila dibandingkan paham komunisme yang dianut blok China-Soviet. PKI juga partai besar tertua di Indonesia, selain gerakan komunis pertama yang didirikan di Asia di luar wilayah yang dulu disebut Imperium Tsar. Tapi kini ia jadi organisasi paling dibenci di Indonesia. Ruth T. MacVey, guru besar Pusat Kajian Politik Asia Tenggara Universitas London, melakukan studi tentang komunisme Indonesia sejak 1953 ketika menjabat sebagai anggota peneliti dalam Proyek Indonesia Modern, Universitas Cornell. Ketika buku ini ditulis, PKI sedang berada di puncak kekuatannya, tapi segera pudar setelah percobaan kekerasan yang lain –mungkin yang dimaksud McVey tragedi Gerakan 30 September 1965.
McVey meneliti PKI karena ia tertarik akan sejarah komunisme. Watak partai ini sebagai sebuah komponen dari Komintern jadi fokus utamanya, sementara aspek domestik perkembangan PKI hanya jadi latar belakang. Tapi setelah McVey menyelam lebih dalam, ia menemukan adanya kekuatan dalam ikatan partai ini dengan lingkungan setempat. McVey pun menghadapi dilema: apakah mengabaikan masalah yang teramat penting bagi pendirian partai tersebut terhadap gerakan dunia, atau mencurahkan perhatian pada keadaan dalam negeri dan juga arti internasionalnya. Hasilnya, sebuah karya yang memandang partai tersebut dari dua sudut pandang, yakni lingkungan dalam dan luar negeri. “Karya ini saya tujukan kepada mereka yang melakukan studi terhadap Indonesia dan juga sejarah komunisme,” tulis McVey dalam kata pengantar edisi bahasa Inggris. Partai Komunis Indonesia bermula dari organisasi sosialis Marxis yang didirikan beberapa bulan setelah pecah Perang Dunia I di Hindia Belanda. Ketika terjadi pengambil-alihan kekuasaan Soviet, PKI terbebas dari unsur-unsur non-Bolshewik, dan pada awal 1920 menamakan diri sebagai partai komunis.
Hubungan PKI tak sebatas kaum elite, meski mayoritas anggotanya yang secara sosial, ekonomi, dan psikologis berada di kelas menengah: antara masyarakat tradisional dan modern. Ia juga memperluas keanggotaannya ke berbagai kalangan: pedagang, agamawan otodoks, kaum ningrat bawah, dan petani kaya, di luar Jawa atau bahkan tempat-tempat yang dikenal berada di luar pendukung komunis. Perlahan PKI menjadi besar karena mampu merefleksikan karakteristik pergerakan, yang menjembatani jarak antara konsep tradisional dan modern. Pada 1924 PKI memiliki 1.000 anggota.
Kali pertama komunisme berkembang merupakan masa pahit bagi petinggi kolonial Belanda. Di satu sisi mereka meyakini pendekatan yang bersimpati terhadap gerakan-gerakan politik akan menyehatkan perkembangan koloni. Di sisi lain mereka takut kebebasan politik akan menjadi kotak pandora: apabila dibuka akan terjadi revolusi. Pihak pertama, yakni pendukung Politik Etis, kalah ketika pecah Pemberontakan Komunis 1926-1927. Pemberontakan Komunis yang prematur itu sendiri gagal. Semua maksud dan tujuan pemberontakan itu mengakhiri fase pertama setengah abad sejarah PKI. Inilah klimaks dari buku ini.
Buku babon ini terbit pada 1965, tahun awal keruntuhan PKI. Di bawah rezim Orde Baru, jelas buku ini terlarang. Ia baru hadir dan bisa dibaca masyarakat Indonesia setengah abad kemudian. Ini hanya mungkin terjadi karena perubahan iklim politik dan intelektual yang kian terbuka dalam memandang sejarah negeri ini–iklim yang harus terus dirawat. Tapi nasib buku ini belum bisa dipastikan. Sejumlah buku berbau komunis berkali-kali dilarang Kejaksaan Agung. Kebencian terhadap komunisme masih kuat. Aturan hukumnya masih berlaku, yakni Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang melarang Partai Komunis Indonesia dan ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme. Rasanya tak elok melontarkan ketakutan bahwa PKI akan bangkit kembali. Di jalan-jalan sesekali spanduk yang menghujat atau memperingatkan bahaya laten komunis memang masih sering tampak. Tapi yang ingin melihat sejarah dengan lebih arif juga tak kalah banyak. Di dunia maya melalui jejaring Facebook terdapat 12 akun PKI, sedangkan yang anti-PKI 2 akun.Komunisme di Indonesia sudah menjadi sejarah, bernasib sama dengan komunisme di Rusia. China, yang kini menguasai perekonomian dunia, pun malah menjadi teladan perkembangan kapitalis, bukan sosialis. ::: (C : Resensator awal : Hendri F. Isnaeni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar