Kamis, 01 Maret 2012

Noble Lie

Oleh : Muhammad Ilham


Setelah menonton Dialog antar POLITISI di sebuah TV swasta malam ini (Indonesia Lawyer Club), saya teringat dengan Hannah Arendt yang mengatakan :

"Barangsiapa tidak menghendaki apa-apa selain mengatakan kebenaran, berdiri di luar pertarungan politis” .............. dan Tugas politisi adalah memecahkan masalah dan kesalahan dengan diagnosis yang salah, analisis yang salah pula dan melahirkan kesimpulan yang salah.

Pernyataan Hannah Arendt dalam Wahrheit und Lüge in der Politik ini sangat dimengerti oleh para politikus. Kejujuran tidak pernah menjadi keutamaan politis. Untuk menutupi celah antara pernyataan dan kenyataannya, politikus tidak memberi kebenaran, tetapi pembenaran. Karena memang demikianlah... TAKDIR politik. Sejak politik dipikirkan, dusta dalam politik sudah mendapat alasannya. Dalam buku kedua The Republic, Plato membenarkan dusta demi kepentingan umum. Dusta kuasa berfungsi—katakanlah—sebagai obat penangkal bahaya sebagaimana dokter juga tidak mengatakan yang sebenarnya agar semangat hidup pasiennya tetap ada. Demi stabilitas negara, dalam krisis yang mengadang, berdusta kepada rakyat tampaknya lebih bermanfaat daripada mengatakan kebenaran. ”Dusta mulia” atau noble lie—demikian sebutan Plato—lalu diizinkan karena memiliki tujuan ”mulia”.

Referensi : Hannah Arendt (1991) F.B. Hardiman (2011). Foto : politieke.net

Tidak ada komentar: