Oleh : Muhammad Ilham
Penelitian ini memberikan
sebuah kesimpulan umum bahwa dalam sebuah peristiwa politik ataupun perubahan
sosial, maka kaum wanita merupakan kelompok yang paling merasakan dampaknya,
terutama dari aspek kualitatif dampak tersebut.
Kehadiran Gerwani di Kecamatan Sungai Beremas, tidak bisa dipisahkan
dari dilaksanakannya operasi penumpasan sisa-sisa simpatisan PRRI di daerah ini
pada tahun 1958. Operasi ini dianggap sebagai peristiwa yang memberikan
implikasi psikologis mendalam kepada mereka seumur hidup. Operasi yang
memperhinakan basis gender dan kultural mereka. Kegairahan politik yang
diciptakan Masyumi dan Muhammadiyah selama ini, harus mereka bayar dengan
trauma psikologis. Selanjutnya, sejarah mencatat, PRRI dan Masyumi ”dijaga
rapi” oleh rezim yang berkuasa (baik masa Soekarno maupun Soeharto) sebagai
pengkhianat bangsa. Keluarga Muhammadiyah dan bekas pemberontak merasa duduk
diantara bara. Itulah yang kemudian (turut) dirasakan para aktifis dan bekas
aktifis Muhammadiyah di Kecamatan Sungai Beremas. Partai Masyumi praktis
menjadi cerita tabu dan menakutkan bagi sebagian masyarakat ketika itu.
Setelah berakhirnya operasi
pembersihan simpatisan PRRI di Kecamatan Sungai Beremas, masyarakat di daerah ini seperti anak ayam
kehilangan induk. Para reference
personal yang selama ini menjadi tokoh anutan masyarakat, banyak yang
melarikan diri dan dibunuh. Pada
tahun-tahun tersebut, daerah-daerah di Kecamatan Sungai Beremas berada dalam
kelumpuhan psikologis, khususnya bagi kalangan wanita. Perginya tokoh-tokoh panutan ini, yang
umumnya laki-laki tersebut, membuat kaum wanita, baik yang selama ini aktif
berorganisasi maupun yang tidak, merasa kehilangan tokoh panutan. Kaum wanita
adalah pihak yang paling menanggung
beban politis, sekaligus juga beban ekonomis.
Selama ini, kaum wanita
lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial edukatif yang dilaksanakan oleh
Aisyiah-Muhammadiyah dan Masyumi. Namun setelah tahun 1958 tersebut, kaum
wanita ini merasa ada sesuatu yang hilang yaitu gejolak (animo) mereka untuk
berpolitik dan berorganisasi. Disamping tak adanya reference pesonal, Perti dan PNI Kecamatan Sungai Beremas
bagi mereka tidak memberikan wadah untuk menggantikan Masyumi. Mungkin karena
kehadiran PNI dan Perti selama ini hanya disiapkan oleh para tokoh pendirinya
untuk kaum laki-laki saja. Berbeda dengan Masyumi yang telah memiliki source
tersendiri, yaitu Muhammadiyah dengan Aisyiyah-nya.
Selama lebih kurang tiga
tahun, kaum wanita di daerah ini ”diam”. Pada tahun 1963, Gerwani mulai
menanamkan pengaruhnya di Kecamatan Sungai Beremas, sebagaimana halnya PKI,
melalui figur out-group. Bagi
wanita-wanita mantan aktifis Aisyiah-Muhammadiyah dan Masyumi ini, PKI
dan Gerwani itu adalah dua entitas organisasi social politik yang berbeda.
Aktifitas sosial politik Gerwani di Kecamatan Sungai Beremas, tidak bisa
dilepaskan dari bayang-bayang Aisyiah-Muhammadiyah. Disamping tokoh-tokoh kunci
Gerwani di daerah ini berasal dari aktifis Aisyiah-Muhammadiyah, aktifitas
sosial politik-nya pun tidak bisa dilepaskan dari apa yang selama ini mereka
lakukan pada Aisyiah-Muhammadiyah. Ada
perbedaan yang mendasar ketika wanita-wanita tersebut melakukan aktifitas
sosial politik waktu masih aktif di Aisyiah-Muhammadiyah dengan ketika
bergabung di Gerwani. Mereka memiliki kesadaran politik tinggi ketika masih
berada di Aisyiah-Muhammadiyah karena didukung dan dibina oleh kelompok
laki-laki panutan yang sadar politik. Sementara ketika mereka aktif di Gerwani,
walau hanya dalam waktu lebih kurang 2 tahun, kesadaran politik ini berganti
dengan kegiatan-kegiatan yang lebih fokus kepada peningkatan kepribadian
kewanitaan dan urusan-urusan domestik. Padahal dua organisasi ini eksis di
Kecamatan Sungai Beremas pada fase intensitas politik tinggi, yaitu menjelang
Pemilu 1955 dan peristiwa PRRI serta fase isu-isu politik sangat dinamis dan
penuh intrik-intrik politik pada tahun 1962-1965.
Mayoritas wanita-wanita yang aktif dalam Gerwani di Kecamatan Sungai
Beremas, adalah bagian penting dari peristiwa politik PRRI di daerah ini.
Sehingga mereka adalah kelompok yang merasakan dua kali implikasi
psikologis-politik. Menanggung beban politik dan ekonomi pasca PRRI, serta
menanggung beban politik yang (bahkan) jauh lebih berat pasca G 30 S. Sebagian besar dari mereka adalah
wanita-wanita yang berasal dari etnik Minangkabau. “Kena dua kali” – sebuah
istilah yang selalu mereka gunakan, mereka tebus dengan apatisme dan
ketidakpercayaan pada dunia politik. Banyak diantara mereka, mengasingkan diri
karena takut terjebak lagi untuk “ketiga kalinya”. Hal ini menjadi salah satu
indikasi kuat untuk menjawab pertanyaan, “mengapa wanita-wanita yang berasal
dari etnik Minangkabau di Kabupaten Pasaman Barat teramat minim terlibat dalam
ranah politik praktis?”. Sudah cukup banyak kajian-kajian
mengenai Gerwani dan hubungannya dengan implikasi politik yang diterima oleh
para pengikutnya. Bahkan kajian Gerwani di Sumatera Barat yang dilakukan oleh
beberapa orang peneliti, cukup representatif. Demikian juga dengan posisi dan
implikasi politik bagi kaum wanita di Sumatera Barat berkaitan dengan peristiwa
pemberontakan PRRI. Namun, kajian yang membahas mengenai pergeseran pilihan
ideologis entitas atau kelompok wanita tertentu, khususnya di Sumatera Barat,
kepada pilihan ideologis yang secara historis serta politis, sangat minim
dilakukan.
Selama ini, kajian-kajian tentang Gerwani ataupun PRRI yang dikaitkan
dengan posisi politik entitas sosial politik wanita, mayoritas sangat centre-mindsett.
Seakan-akan, wanita-wanita yang bermukim dan beraktifitas di daerah perkotaanlah,
pada masa 1950-an dan 1960-an, yang memiliki sense of politic serta
pihak yang merasakan dampaknya. Padahal cukup banyak wanita-wanita yang bukan
berdomisili di centre tersebut memiliki kesadaran politik tinggi serta
kelompok yang paling (sering) merasakan implikasi politik dari kesadaran
politik mereka tersebut. Salah satunya wanita di Kecamatan Sungai Beremas pada
era 1950-an dan 1960-an. Dalam konteks
diatas, semoga kajian ini bisa menjadi bagian kecil untuk menyusun rangkaian
yang lebih besar dari temuan-temuan ilmu pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar