Lalu mengapa judul buku ini “Tuhan yang Menangis?”. Idenya datang dari sebuah lelucon Palestina. Konon, Ronald Reagan (Presiden AS era 1980-an), Leonid Ilyich Ulyanov Brezhnev (Presiden Uni Sovyet) dan Yasser Arafat (tokoh sentral PLO) dipanggil menghadap Tuhan. Reagan bertanya kepada Tuhan, kapan Presiden AS memerintah dunia ? Tuhan menjawab 200 tahun lagi. Dan Reagan-pun menangis. Brezhnev juga bertanya senada, kapan komunis menguasai dunia? Tuhan menjawab 250 tahun lagi. Sebagaimana halnya Reagan, Brezhnev juga menangis. Akhirnya Arafat bertanya, kapan bangsa Palestina memiliki tanah air yang merdeka dan kehidupan damai ? Kali ini, justru Tuhan yang menangis.
Minggu, 23 Oktober 2011
Tuhan Yang Menangis (God Cried)
Lalu mengapa judul buku ini “Tuhan yang Menangis?”. Idenya datang dari sebuah lelucon Palestina. Konon, Ronald Reagan (Presiden AS era 1980-an), Leonid Ilyich Ulyanov Brezhnev (Presiden Uni Sovyet) dan Yasser Arafat (tokoh sentral PLO) dipanggil menghadap Tuhan. Reagan bertanya kepada Tuhan, kapan Presiden AS memerintah dunia ? Tuhan menjawab 200 tahun lagi. Dan Reagan-pun menangis. Brezhnev juga bertanya senada, kapan komunis menguasai dunia? Tuhan menjawab 250 tahun lagi. Sebagaimana halnya Reagan, Brezhnev juga menangis. Akhirnya Arafat bertanya, kapan bangsa Palestina memiliki tanah air yang merdeka dan kehidupan damai ? Kali ini, justru Tuhan yang menangis.
Sabtu, 22 Oktober 2011
Domino Politik Timur Tengah
(Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinedjad : Reuters, 25/10/2011)
(Sekali lagi), terlepas diktator atau tidaknya Khaddafi sang "Nasserisme" ini, perlakuan terhadapnya teramat berbeda dengan Ariel Sharon (mantan Perdana Menteri Israel) yang digelari "Tukang Jagal dari Beirut". Ketika ia masih menjadi salah seorang menteri kunci dalam pemerintahan Menachen Begin, Sharon melakukan pembantaian Qibya pada 13 Oktober 1953, 96 orang Palestina tewas oleh Unit 101 yang dipimpinnya. Selanjutnya, bersama dengan Sharon melakukan pembantaian Sabra dan Shatila di Libanon pada 1982, 3.000 - 3.500 jiwa terbunuh. BEGIN (bersama-sama dengan SADAT dan Jimmy... Carter dihadiahi NOBEL Perdamaian). Perlakuan terhadap Khaddafi juga berbeda dibandingkan perlakuan "tangan-tangan luar" itu pada Slobodan Milosevic dan beberapa diktator "horor" lainnya dari negara-negara Afrika hitam. Tapi sudahlah, sejarah selalu menghadirkan ketidakadilan. Benang merahnya hanya bisa dilihat pada motivasi sejarah itu hadir. Khaddafi adalah Presiden sebuah negara kaya minyak, ia-pun dikenal sebagai salah satu dari segelintir pimpinan negara yang berani berkata "tidak" pada negara-negara yang meng-klaim diri mereka sebagai "negara besar" dan "negara beradab". Bila ini kita jadikan patokan, maka Khaddafi (ternyata) memang salah. Mengapa ia menjadi Presiden negara kaya minyak ? Mengapa ia tak mau berkompromi dengan negara-negara besar-beradab ?
Khaddafi dengan Presiden Perancis, Nicholasz Sarkhozy. Saya masih ingat "kabar berita" dari Saif al-Islam (anak Khaddafi) dalam time.com bulan Februari 2011 bahwa biaya kampanye Sarkozy dibackup oleh Khaddafi. Mereka dikenal sebagai kawan karib, apalagi banyak investor Perancis menanamkan investasi mereka di kilang minyak negara pahlawan Omar al-Mochtar tersebut. Tapi malam kemaren (21/10/2011), sebagaimana yang dikutip TVOne, Sarkozy mengeluarkan pernyataan : "Khaddafi layak mati seperti itu (maksudnya : mati secara mengenaskan, ditembak dalam keadaan hidup-hidup) oleh rakyat Libya".
Khaddafi dengan karibnya yang lain, Presiden Italia nan flamboyan, Silvio Berlusconi. Presiden Italia yang dikenal sebagai pemilik klub bola AC. Milan ini, juga mengamini apa yang dinyatakan Sharkozy.
Foto : Khaddafi dengan Sultan Arab Saudi (time.com)
Para petinggi negara-negara yang tergabung dalam NATO, ketika masih "mesra" dengan Khaddafi. Disamping Khaddafi, ada Sekjen PBB, Ban-Ki Moon. Pasca kematian Khaddafi, Ban-Ki Moon mengeluarkan pernyataan : "Menghargai dan mendukung penuh apa yang dilakukan rakyat Libya kepada Khaddafi".
Pasca Revolusi Jasmine Tunisia dan Mesir, aroma perubahan politik juga menjalar ke Yaman dan Bahrain. Yaman dibiarkan dan tidak menjadi perhatian utama negara-negara Barat. Tapi, tidak dengan Bahrain. Negara teluk kaya minyak ini, "menggeliat" untuk mengadakan revolusi sebagaimana halnya dengan Tunisia dan Mesir. Arab Saudi teramat takut bila revolusi berhasil di Bahrain. Bahrain berbeda dengan Mesir dan Tunisia. Bahrain merupakan negara monarki-absolut, sebagaimana halnya Arab Saudi. Karena itu, Arab Saudi merasa "berkewajiban" untuk membantu negara kaya ini. Pasukan dikirim, dan terjadi banyak pembantaian. Berita mengenai Bahrain tidak begitu diekspos oleh media massa, khususnya media massa Barat. Hanya segelintir pemimpin negara Islam yang "berteriak" terhadap pembantaian di Bahrain. Selain Iran (Ahmadinedjad), Perdana Menteri Turki adalah salah seorang pemimpin negara yang bereaksi keras. Turki mengecam intervensi Arab Saudi dan rezim-rezim Arab lainnya. PM Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan, "Our stance is clear. We do not support oil wells; we support people, we support nations, we support democracy, we support peace, we support brotherhood. We scream out loud that a brother should not kill his brother!". "Pihak kami sangatlah jelas bahwa kami bukan berpihak pada sumur-sumur minyak. Kami berpihak pada rakyat, demokrasi, perdamaian dan persaudaraan." Ia menambahkan, "Kami tidak akan terjebak dalam kubangan para pedagang senjata. Kami meneriakkan, "Wahai saudara janganlah bunuh saudara lain !". "Apa yang terjadi di Bahrain adalah tragedi Karbala, " tegas Erdogan. Dan suara-suara diatas dianggap "angin lalu" oleh PBB dan Amerika Serikat.
Mengapakah Amerika Serikat dan PBB "diam" dan tak ingin kasus Mesir serta Libya terjadi di Bahrain serta membiarkan tentara Arab Saudi melakukan pembantaian (demikian diistilahkan oleh al-jazeera.com) di Bahrain ? Jawabannya ........ karena di Bahrain adalah "teman terbaik" Amerika Serikat dan di Bahrain juga terdapat Pangkalan US. Navy's 5th Fleet.
Khaddafi sudah usai. Yaman karena tidak strategis, dibiarkan mencari arah nasib mereka sendiri. Selanjutnya, karena "minyak" dan "melawan pada negara-negara besar", pandangan tertuju pada Iran. Tapi Libya beda dengan Iran. Disamping sama-sama kaya dengan kandungan minyak, Iran sekarang dianggap sebagai salah satu negara terkuat dari segi peralatan persenjataan di Timur Tengah, selain Israel. Beda dengan Arab Saudi yang kuat dari peralatan senjata karena mereka beli dari negara-negara Barat, Iran justru mereka "hasilkan" sendiri (tentunya pada bagian-bagian tertentu diback-up oleh Rusia). Orang Persia yang sejak dahulu sudah dikenal dengan tradisi intelektual-nya yang teramat tinggi, mampu menghasilkan persenjataan-persenjataan canggih, karena mereka tak ingin diperlakukan seperti Irak dibawah Saddam Hussein, atau (belakangan) Libya dengan rezim Khaddafi-nya. Negara-negara Barat (NATO), tak bisa memungkiri keinginan mereka untuk menaklukkan Iran. Disamping kaya minyak serta dikuasai oleh rezim Mullah yang teramat kritis terhadap Barat, Iran juga menjadi "lawan abadi" Israel, miniatur-ideologis Amerika Serikat di Timur Tengah. Mereka pasti berfikir ulang. Iran beda dengan Libya. Di Iran, proses demokrasi berjalan dengan baik. Mayoritas masyarakat Iran adalah penganut Syi'ah yang secara sosiologis-antropologis-teleogis, berbeda dengan rakyat Mesir, Tunisia maupun Libya yang mayoritas Sunni. Syi'ah dikenal memiliki militansi "menggetarkan" karena ditopang ajaran normatif-teleogis-historis : "Karbala dan Hussein vs Yazid". Inilah yang membuat Saddam Hussein pada era 1980-an "muntah" berhadapan dengan Iran yang baru "siuman" dari revolusi menurunkan Syah Reza Pahlevi. Walau didukung oleh hampir seluruh negara teluk dan negara-negara Barat, Saddam akhirnya mengibarkan "bendera putih" setelah perang Iran-Irak selama lebih kurang 9 tahun. Riwayat hidup Saddam Hussein-pun, kita mengetahui bagaimana ending-nya.
Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinedjad (kanan)
menjadi sentral dari hierarkis politik di negara ini
Lelaki itu berjalan limbung. Wajahnya berdarah, merah kental bercampur debu gurun. Dia begitu lunglai saat digiring di tengah para serdadu pemberontak. Di video yang menyebar ke dunia pada pagi 20 Oktober 2011 itu, dia adalah tawanan yang pasrah. Para serdadu tampak girang. Mereka menembakkan senapan ke langit. Lelaki itu diklaim sebagai Muammar Khadafi. Sang penguasa Libya selama 42 tahun itu, kini bahkan tak kuasa berjalan. Dia dipapah. Rambutnya kadang dijambak. Di Kamis sial itu, Khadafi adalah pecundang. Pada rekaman lain, Khadafi terkapar di aspal. Wajahnya menyembul di antara kaki-kaki serdadu pembangkang. Alas sepatu mereka, sengaja atau tidak, menginjak tubuh telanjang Khadafi. Dia tak lagi bergerak. Matanya setengah tertutup, dan mulut agak terbuka. Darah mengucur dari wajah pias itu. Hampir dua jam tak ada konfirmasi apakah si lelaki itu benar “si anjing gila dari Timur Tengah", julukan Presiden AS Ronald Reagan dulu kepada Khadafi. Baru kemudian Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya, wadah para penentang Khadafi, menyatakan sang diktator telah tewas. Di kaki, punggung, dan kepalanya, ada bekas tembakan. Bagaimana Khadafi yang perkasa itu bisa dilumpuhkan?
Sirte. Kota tempat pelarian terakhir Khadafi itu, rupanya telah dikepung para pemberontak. NTC melaporkan, Khadafi dikawal seorang panglimanya, Abu Bakr Younis Jabr di Sirte. Pada subuh hari, baku tembak pecah. Khadafi kalah kuat. Dia lalu kabur dengan konvoi 15 truk. Gerakan mereka terpantau pesawat tempur NATO. Peluru pun muntah dari langit. Konvoi hancur lebur. Menteri Pertahanan Prancis, Gerard Longuet, membenarkan itu hasil gempuran pesawat negaranya. Sekitar 50 tentara Khadafi tewas. Tapi Khadafi belum tamat saat itu. Dia dan sejumlah orangnya lolos dari gempuran pesawat tempur. Mereka kabur melalui pepohonan di pinggir jalan, lalu bersembunyi di gorong-gorong. Sialnya, serdadu NTC mengejar. Persembunyian itu terbongkar. Terpojok, salah seorang pengawal Khadafi akhirnya menyerahkan diri. Tentara Khadafi itu lalu berteriak. "Tuan saya di sini. Tuan saya ada di sini. Muammar Khadafi ada di sini, dia terluka," kata si pengawal itu, seperti ditirukan prajurit NTC Saleem Bakeer. Khadafi pun keluar dari gorong-gorong. "Ada apa? Ada apa? Apa yang terjadi?" kata Khadafi lirih kala itu. Dia dilaporkan terluka tembak di kaki dan punggungnya. Bakeer mengatakan, Khadafi ditembak oleh orangnya sendiri. Kala itu Khadafi dilaporkan memegang sepucuk pistol emas. Tapi dia tak menggunakannya. Rekaman video yang diunggah di laman Youtube, menunjukkan Khadafi yang kepayahan itu lalu ditaruh di kap mobil, dan kemudian dipindahkan ke truk. "Dia dulu menyebut kami tikus. Lihat bagaimana kami menemukannya sekarang," kata seorang tentara NTC, Ahmed al-Sahati, berdiri di samping gorong-gorong tempat Khadafi sembunyi, seperti dikutip dari Aljazeera.
Perdana Menteri NTC, Mahmoud Jibril, mengatakan Khadafi masih bernafas saat dibawa pakai ambulans ke kota Mistara. Tapi, dia tewas setelah terjebak di tengah-tengah baku tembak antara tentara loyalis dan tentara anti Khadafi. Dilaporkan ada peluru bersarang di kepalanya. Jibril tak tahu, peluru siapa mengenai Khadafi. Kemudian, muncul rekaman video kedua. Mayat Khadafi menjadi bulan-bulanan warga yang benci setengah mati padanya. Kematian Khadafi pun membangkitkan kecurigaan baru. Apakah dia tertembak atau ditembak. Salah satu gambar di situs The Telegraph, menunjukkan ada lubang peluru tepat di pelipis kiri Khadafi. Luka itu terlalu rapi, jika disebut hasil tembakan dalam pertempuran. Muncul dugaan, Khadafi dieksekusi mati di ambulans. Itu sebabnya, badan HAM PBB mempertanyakan soal tewasnya Khadafi. Pertanyaan itu membuat NTC menunda pemakaman Khadafi. Sebab kematiannya dinilai masih kontroversial. Dilansir dari laman Aljazeera, Jumat 21 Oktober 2011, PBB juga menyayangkan beredarnya video Khadafi yang terluka, dan penuh darah di tengah masyarakat. "Jika dikumpulkan, rekaman itu sangat menganggu," kata Rupert Collville, juru bicara Komisi Tinggi HAM PBB. Karena pemakamannya ditunda, mayat Khadafi disimpan di lemari pendingin di kota Misrata. Di atas matras kuning abu-abu, di salah satu mal berkamar pendingin, mayat itu terbaring kaku. Ahli dari PBB akan melakukan otopsi, dan menelisik penyebab kematian Khadafi itu. "Adalah prinsip dasar hukum internasional, mereka yang dituduh melakukan kejahatan serius sebisa mungkin diadili. Eksekusi spontan sangat ilegal. Beda halnya jika dia terbunuh dalam pertempuran," kata Colville. Selain Khadafi, NTC juga mengumumkan kematian putra kelima Khadafi, Motassim, dan kepala intelijen Libya, Abdullah al-Senussi. Mereka diperkirakan berada di dalam salah satu iring-iringan bersama Khadafi. Satu dinasti politik itu tumpas.
Berkuasa selama 42 tahun di Libya, kematian Khadafi adalah juga akhir dari drama pelariannya dari buruan NATO dan NTC selama lebih dari tiga bulan. Sejak Tripoli jatuh ke tangan pemberontak pada akhir Agustus lalu, Khadafi menyingkir ke kota kelahirannya di Sirte. Para pemberontak menjarah kediamannya di Bab Al-Aziziya. Buldozer meratakan kompleks enam kilometer persegi, simbol kekuasaan Khadafi dan keluarganya itu. Jalur bunker di dalam Bab Al-Aziziya menggurita di bawah tanah kota Tripoli. Disinyalir, dengan cara inilah Khadafi kabur. Dari persembunyiannya, Khadafi masih membuat panas telinga para penentangnya. "Sucikan ibukota dari tikus-tikus pemberontak," kata Khadafi sambil sembunyi. Selama kabur, dia menggunakan tenda besar sebagai tempat bermalam. Laporan intelijen sempat mengatakan Khadafi kabur ke luar negeri, seperti para anggota keluarganya. Anak dan istri Khadafi dilaporkan hengkang ke Aljazair dan Niger. Sebelumnya, muncul spekulasi Khadafi bersembunyi di negara-negara tentangga di Afrika. Dia berjuluk “Raja Diraja Afrika” ini punya hubungan dekat dengan penguasa ataupun suku-suku di Niger maupun Chad. Khadafi membantah. Dia bilang, tak akan pernah meninggalkan Libya. Dia akan bertempur sampai mati. Ada alasan mengapa Khadafi memilih kota kelahirannya untuk bersembunyi. Kota dengan 100 ribu jiwa warga itu paling setia mendukungnya. Ketika Benghazi dan Tripoli jatuh, Sirte tetap kokoh melawan pemberontak, hingga akhirnya digempur oleh NTC.
Referensi : time.com/vivanews.com/jerusalempost.com/al-jazeera.com/reuters.com
Diktator versi TIME
Muammar Khadafi, memerintah Libya selama 42 tahun. Dia mengambil alih kekuasaan saat masih berpangkat Kapten dan berusia 27 tahun pada tahun 1969. Khadafi digulingkan dari kekuasaannya dan ditembak mati pasukan revolusi yang dibantu NATO tanggal 20 Oktober lalu.
Saddam Husein, yang memimpin Irak sejak tahun 1979. Dia menghadapi AS dan sekutunya dalam dua kali perang. Pada perang teluk kedua tahun 2003, AS dan sekutunya menyerang Irak dengan tuduhan Saddam mengembangkan senjata biologi. Saddam berhasil ditangkap pasukan AS dan dinyatakan bersalah atau kejahatan kemanusiaan. Dia dijatuhi hukuman gantung tahun 2006.
Adolf Hitler, Diktator Jerman sekaligus pemimpin Nazi ini mengobarkan perang dunia kedua di seluruh Eropa. Mimpinya mengembalikan kejayaan ras arya membuat dia membunuh jutaan Yahudi. Hitler akhirnya dikalahkan pasukan sekutu. Saat sekutu mencapai Jerman, dia bunuh diri dalam bunkernya.
Benito Mussolini, seorang fasis yang memimpin Italia. Dia mulai berkuasa saat terpilih sebagai perdana menteri tahun 1922. Saat Italia dikuasai Sekutu, Hitler yang menjadi sekutunya mengirimkan pasukan komando Jerman untuk membebaskan Mussolini dari tahanan Sekutu. Nasib Mussolini berakhir tragis, dia ditangkap simpatisan komunis dan dibunuh di Danau Como, Italia. Mayatnya kemudian digantung terbalik di Piazzale Loreto, Milan.
Pol Pot, Hanya 4 tahun Pol Pot dan Khmer Merah memerintah Kamboja. Tapi selama kurun waktu 1975-1979, tidak kurang dari 1,7 juta rakyat Kamboja dibantai. Pol Pot yang dipanggil 'saudara nomor satu' ini membuat Kamboja menjadi ladang pembantaian. Invasi Vietnam ke Kamboja tahun 1978 membuat Pol Pot terdesak dari Phnom Penh. Dia melanjutkan pemerintahannya dari hutan. Sebelum akhirnya persembunyiannya dibocorkan anak buahnya sendiri. Pol Pot tewas saat menjalani tahanan rumah tanggal 15 April 1998.
Idi Amin, memerintah Uganda selama 8 tahun, dari 1971 hingga 1979. Amin yang menjadi perwira militer ini merebut kekuasaan dari Perdana Menteri Milton Obote. Selama pemerintahannya, Idi Amin mengusir ribuan orang India berkewarganegaraan Inggris dari Uganda. Dia juga diduga melakukan banyak pembunuhan pada lawan-lawannya. Di masa Idi Amin pula ekonomi Uganda morat-marit. Akhirnya pejuang Uganda yang dibantu tentara Tanzania berhasil menggulingkan Idi Amin. Dia kemudian lari ke Libya dan ditampung sahabatnya Muammar Khadafi. Amin akhirnya pindah ke Arab Saudi hingga meninggal di sana tahun 2003.
Mobutu Sese Seko, sang Jenderal menjadi Presiden di Kongo sejak tahun 1965 hingga 1967, setelah melakukan kudeta. Dia selalu tampil dengan kopiah bercorak macat tutulnya yang khas. Selama memerintah, Mobutu diduga melakukan banyak pelanggaran HAM. Korupsi merajalela di negara ini. Kekuasaan Mobutu berakhir setelah pasukan Laurent Kabila mengalahkannya. Mobutu kemudian lari ke Maroko dan tewas karena kanker prostat tidak lama setelahnya.
Nicolae Ceausescu, memerintah Rumania selama 24 tahun. Di era kepemimpinannya, dibentuk polisi rahasia blok timur yang kejam. Selain itu diktator Rumania ini membawa Rumania sebagai satu-satunya negara di Eropa yang mengalami kelaparan dan kekurangan gizi. Dia memerintah dari 1967 hingga 1989, dia juga ketua partai komunis Rumania. Ceausescu akhirnya divonis bersalah atas kejahatan genosida dan ditembak mati di depan regu tembak.
Slobodon Milosevic, akan selalu diingat karena kejahatan perang Serbia-Bosnia. Dalam perang 1992-1995, itu, Milosevic dan pasukan Serbia membantai ribuan penduduk Muslim Bosnia. Dia kemudian diadili sebagai penjahat perang. Dia meninggal dalam selnya tahun 2006. Sementara pengadilan internasional masih mencari sisa pengikut Milosevic yang terlibat aksi genosida pada perang Bosnia.
Jean-Claude Duvalier, Jean-Claude Duvalier sering dipanggil 'baby doc'. Sampai saat ini, mungkin dialah orang termuda yang menjadi presiden. Pada tahun 1971, Duvalier baru berusia 19 tahun saat menggantikan ayahnya yang tewas sebagai presiden. Dia segera menjadi otoriter dan mengakibatkan kelaparan dan resesi ekonomi di Haiti. Tahun 1986, karena terdesak keadaan Duvalier melarikan diri ke Perancis. Tahun 2011 saat Haiti dilanda gempa bumi dan krisis politik.
Ferdinand Marcos, Siapa yang tak kenal nama Ferdinand Marcos yang terpilih sebagai Presiden Filipina pada tahun 1964. Selama dua dekade masa pemerintahannya, Marcos Selalu menggaungkan ancaman komunis revolusioner, dan menggunakannya untuk membenarkan aksinya mematikan media dan menangkap beberapa lawan politiknya. Di masa kepemimpinan Marcos, kronisme dan korupsi meluas. Miliaran uang negara disedot ke rekening pribadi Marcos di Swiss. Pada tahun 1986, Marcos kembali terpilih menjadi Presiden Filipina. Namun pemilu yang diduga dipenuhi kecurangan, intimidasi dan kekerasan ini menjadi titik klimaks bagi dirinya. Marcos akhirnya diturunkan dari jabatannya dalam Revolusi EDSA pada tahun yang sama. Bersama istrinya, Imelda, Marcos melarikan diri dari Filipina. Marcos meninggal di pengasingannya di Hawaii pada tahun 1989.
Husni Mubarak, yang merupakan mantan Komandan Angkatan Udara Mesir ini, memulai karir politiknya pada 1975 sebagai Wakil Presiden. Mubarak menjabat sebagai Presiden Mesir selama 3 dekade sejak tahun 1981. Di bawah kepemimpinan Mubarak, Mesir menjalin hubungan baik dengan Amerika Serikat. Bantuan miliaran dolar AS berhasil didapatkannya dalam rangka menjaga dukungan untuk Israel dan membasmi politik Islam. Namun, pada 11 Februari 2011, Mubarak yang berusia 83 tahun ini akhirnya mengundurkan diri dari kursinya sebagai presiden menyusul aksi unjuk rasa besar-besaran oleh rakyat Mesir selama 18 hari di awal 2011 yang menewaskan 850 orang.
Fulgencio Batista yang menjabat Presiden Kuba selama 2 dekade ini dikenal sebagai pemimpin diktator yang brutal yang memimpin Kuba sejak 1933. Pada tahun 1944, masa jabatannya berakhir dan Batista pun meninggalkan Kuba. Namun, 8 tahun kemudian, Batista melancarkan aksi kudeta dan berhasil memimpin kembali Kuba. Hampir semua sektor pemerintah dikontrol secara otoriter oleh Batista. Mulai dari ekonomi, kongres, pendidikan, hingga media. Selain itu, Batista juga memperkaya dirinya sendiri dengan uang negara. Batista berhasil dilengserkan dari jabatannya pada tahun 1959, melalui Revolusi Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro. Setelah itu, Batista diketahui kabur ke luar negeri dan berpindah-pindah tempat tinggal, hingga akhirnya meninggal pada 1973 di Guadalamina, Spanyol.
Antonio Salazar, nama Antonio Salazar dinilai menjadi salah satu pemimpin paling otoriter di Benua Eropa. Salazar memimpin Portugal sejak 1932 hingga 1968. Bentuk pemerintahan Salazar disebut nasionalis konservatif, atau sebagian orang menyebutnya fasis. Salazar memegang teguh visi anakronistik, yakni bahwa Portugal masih memiliki kekuatan kekaisaran dan berhak menginvasi koloni-koloninya di selatan Afrika. Rezim Salazar dijuluki 'Estado Novo' atau negara baru, yang membanggakan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, namun masih sarat dengan penindasan. Pada tahun 1960-an, muncul pemberontakan besar-besaran terhadap rezim Salazar di Mozambik dan Angola. Saat menderita pendarahan otak pada tahun 1968, Salazar dilengserkan dari kekuasaannya secara diam-diam. Dan tahun 1974, Revolusi Bunga menandai berakhirnya rezim Salazar.
Alfredo Stroessner, menjadi diktator yang memimpin Paraguay nyaris selama 4 dekade sejak tahun 1954. Rezim Stroessner diwarnai oleh aksi penyiksaan, penculikan dan brutalitas polisi. Stroessner akhirnya berhasil digulingkan pada 1989 oleh para jenderal dalam rezimnya yang khawatir Stroessner mengembleng anaknya, yang pecandu kokain, sebagai penggantinya. Stroessner diketahui meninggal dalam pengasingannya di Brazil pada tahun 2006. Majalah TIME pernah menulis rezim Stroessner merupakan rezim yang bertahan paling lama di antara para diktator lain di negara barat. Rezim Stroessner berada sedikit di belakang rezim diktator Korea Utara, Kim Il Sung.
:: (Untunglah), Soekarno dan Soharto tak dimasukkan Time !!
Foto : www.google.picture.com
Reshuffle dan Who Get What, How and When
Reshufle kabinet telah selesai. Siang kemaren, Presiden SBY mengumumkannya. Siang tadi, seluruh "mereka yang beruntung" itu, dilantik. Tapi perdebatan di kalangan pengamat politik, nampaknya tak pernah berakhir. Beragam analisis muncul, terkadang rasional, tapi tak jarang, (terkesan) lucu dan bermuatan a-priori. "Mengapa SBY tak mengangkat menteri-menterinya dari kalangan profesional. Menteri-menteri dari Partai Politik, lemparkan saja keluar", setidaknya demikian yang sering di-gema-kan para pengamat-pengamat pintar ini. Terkadang saya merasa bingung (walaupun untuk aspek-aspek tertentu saya amat setuju dengan usulan kalangan profesional yang seharusnya diangkat jadi anggota kabinet), tidakkah para pengamat tersebut lupa dengan : "tak ada makan siang gratis dalam dunia politik?". Dengan "kekuatan parlemen" hanya 20 persen lebih sikit, mau tak mau SBY harus mengakomodir partai-partai politik koalisinya, kalau mau aman jalannya pemerintahan kedepan, tentunya. Jadi tak-lah mengherankan bila saya kemaren mendapat "hadiah" buku dari kawan saya karena "bertaruh" apakah salah seorang menteri dari salah satu partai politik koalisi (bahkan sangat loyal pada SBY dan Demokrat), dipecat atau tidak. Si Menteri ini diindikasikan (kuat) terlibat korupsi. Saya jawab "tidak", sementara kawan saya ini memilih "pasti" dipecat. Nyatanya, saya dapat tambahan buku. Who get what how and when, kata mbah-nya ilmu politik - Harold Laswell. Namun sudahlah. Layar sudah terkembang. Atas nama hak prerogatifnya, SBY ingin sampaikan kepada publik, terutama para pengamat politik yang tiap hari muncul di media TV, "saya punya, lu semua mau apa ?".
Sore tadi, kawan saya (yang nampaknya tak ikhlas kalah "taruhan" buku dengan saya), menggugat komposisi kabinet hasil reshufle yang menurutnya tidak fresh. Menteri-menterinya banyak yang sakit (menyinggung Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Mustafa Abu Bakar). Seharusnya, menurut kawan saya tadi, menteri-menteri yang diangkat tersebut, haruslah sehat fisik-jasmani mereka, dan .... rohani-mentalnya, tentu juga. "Kapan perlu, kabinet SBY hasil reshufle tersebut, diisi orang-orang muda, biar energik gitu," katanya. Saya hanya diam sambil teringat (kembali) dengan "pemimpin-pemimpin" besar yang pernah dicatat sejarah. Gamal Abdel Nasser, pemimpin kharismatik Mesir yang menghembuskan Pan-Arabisme sanggup menjadi pemimpin Mesir berpengaruh, bahkan Arab. Pengagum penyanyi legendaris Arab Ummi Kaltsum ini mampu menggulingkan Raja Farouk yang gembrot ketika usianya belum 30 tahun. Muammar Qaddafi menghalau Raja Idris dan berkuasa di Libya yang kaya minyak itu, juga dalam usia yang belum 30 tahun. Si Brewok, Fidel Castro, berhasil menggulingkan diktator Batista dan memimpin mahasiswa revolusioner memasuki kota Havana serta jadi kepala negara Kuba, padahal umurnya belum 30 tahun. John Fritgerald Kennedy, dalam usia mendekati 40 tahun, menjadi presiden termuda lewat pemilu sepanjang sejarah negeri Paman Sam ini. Ia ganteng, cerdas dan selalu tampil rapi. Sisiran rambutnya yang "manis" mencerminkan bagaimana ia ingin tampil sempurna. Dalam usia muda, ia menjadi pemimpin yang mampu mengambil sikap tegas dan berani mengambil tanggung jawab, bukan melempar. Peristiwa "Teluk Babi" tercatat dalam sejarah sebagai bentuk keberanian dan ketegasan seorang "anak muda" dan klan Kennedy yang pernah menulis dua buah buku ini, Why England Slept dan Profiles in Courrage. Mereka semua muda dan mereka matang, tegas dan dewasa serta berintegritas.
Mao Ze Dong yang tinggi besar bagai patung lilin dan berwajah dingin, dalam usia yang sudah "larut" mampu menggerakkan revolusi besar dan menghalau Chiang Kai Shek hingga lari ke Taiwan. Kamerad Mao ini masih sanggup menggerakkan Revolusi kebudayaan. Bahkan konon, ia juga masih sanggup dalam usia mendekati 70 tahun, berenang-renang di Sungai Kuning dan sesudah itu melahap habis sebaskom mie bakso tanpa berkedip. Dalam usia tua, vitalitasnya justru makin berkembang. Bung Karno yang ganteng dengan pancaran mata sangat berbinar, gelegar suara membahana, orator ulung dan sangat flamboyan, bisa jadi pemimpin berwibawa. Ia bersama Hatta "memutar" roda sejarah Indonesia. Ganteng dan muda. Nikita Kruschev mampu menjadi pemimpin Uni Sovyet yang brilyan dan masyhur. Badannya tambun dan berkepala bundar. Konon ia baru bisa membaca dalam usia hampir 20 tahun. Tapi ia pintar, bertanggung jawab dan berintegritas. Pemimpin Rusia sewaktu Kennedy jadi pemimpin Amerika Serikat ini pernah membuka sepatunya dalam Sidang Umum PBB ...... dan memukul-mukul meja, sebagai ekspresi kemarahan luar biasanya pada Amerika, pada Kennedy. Ketika John Kennedy mati tertembak, ia adalah salah seorang "lawan" yang menitikkan air mata dan termasuk orang pertama mengucapkan belasungkawa.
Dari Selopanggung Hingga Jalan Tan Malaka (Sebuah Catatan Tertinggal)
Usai pemutaran film, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi seputar Tan Malaka. Diskusi tersebut menghadirkan beberapa pembicara yaitu Prof.Dr. Zulhasril Nasir (Guru Besar Komunikasi UI), Muhammad Ilham (Dosen Sejarah Islam Fakultas Adab), M. Nasir (Pengamat Sejarah dari Magistra Indonesia Sumatera Barat), Devy Kurnia Alamsyah (Sutradara Selopanggung), dan sebagai moderator, Zelfeni Wimra (Penulis). Selain itu juga dihadiri Dekan Fakultas Adab IAIN-IB, Drs. Irhash A Shamad,M.Hum. Dalam paparannya, Zulhasril menyampaikan bahwa ada tiga hal yang dapat mendeskripsikan seorang Tan Malaka yaitu semangat juang, integritas dan konsistensi. Hal itulah yang menjadikan diri Tan Malaka sebagai seorang pejuang. Pejuang kemerdekaan Indonesia yang lebih dulu berjuang untuk kemerdekaan Indonesia sebelum para proklamator seperti Bung Karno dan Bung Hatta memperjuangkan kemderdekaan. Seorang Tan Malaka telah lebih dulu lewat pemikirannya, yang banyak ia tulis lewat karyanya, misal Madilog (Materialistik, Dialektika, Logika), berusaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang seratus persen. Ungkap Zulhasril, seorang Tan Malaka ialah tokoh besar yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Lewat pemikirannya yang revolusioner, ia berusaha membakar semangat perjuangan lewat karyanya, demi kemerdekaan seratus persen di Indonesia. Guru besar Komunikasi UI ini juga memaparkan bahwa menurut Harry Poeze, Tan Malaka ialah seorang tokoh besar yang tak hanya berpengaruh di Indonesia, namun juga di beberapa negara Asia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sejarawan Belanda ini selama 36 tahun, ternyata pemikiran Tan Malaka juga mempengaruhi kemerdekaan di beberapa negara Asia selain Indonesia seperti Malaya, Singapura dan Philipina. Meski demikian besarnya seorang Tan Malaka, Zulhasril merasa miris karena masyarakat Sumatera Barat banyak yang tak mengenal “Si Pacar Merah” ini. Bahkan dari kalangan pemerintahan pun juga demikian. Mereka tak mengenal perjuangan Tan Malaka, meski ia termasuk salah satu Bapak Republik Indonesia yang juga turut mendirikan negara ini. Lewat diskusi dan pemutaran film ini Zulhasril berharap, para mahasiswa nantinya termotivasi untuk lebih menghargai pahlawan atau tokoh besar dari daerahnya sendiri, apalagi yang telah berbuat banyak bagi kemerdekaan Indonesia.
Setelah penyampaian dari Guru Besar Komunikasi UI tersebut, M Nasir yang merupakan pengamat sejarah dari Magistra Indonesia Sumatera Barat menyampaikan paparannya seputar Tan Malaka. Dalam paparannya M Nasir mengatakan bahwa banyak Tokoh Minangkabau yang tidak tercatat dalam sejarah, padahal tokoh tersebut memiliki pengaruh dalam perjalanan sejarah berdirinya Republik Indonesia. Salah satu tokoh tersebut adalah Ibrahim Datuk Tan Malaka. Seorang tokoh kiri dari Minangkabau yang dianggap komunis, anggapan tersebutlah yang membuat perjuangannya terhadap kemerdekaan seratus persen Indonesia tidak banyak disebutkan dalam buku sejarah. Disebutkan Nasir sosok seorang Tan Malaka seolah hilang dari buku sejarah, terutama dalam historiografi yang disusun zaman Orde Baru. Karena tokoh ini dianggap seorang tokoh kiri yang dianggap berbahaya. Meski demikian jasanya sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan RI. Selain itu tambah M Nasir bahwa sudah saatnya kalangan akademik terutama mahasiswa untuk merubah pemikiran itu. Lewat momen ini semoga akan menjadi motivasi untuk lebih mengenal dan menghornati seorang Tan Malaka.
Usai penyampaian oleh pengamat sejarah dari Magistra Indonesia Sumatera Barat tersebut, diskusi dilanjutkan dengan paparan dari Mhd. Ilham yang merupakan Dosen Sejarah Fakultas Adab, IAIN-IB. Dalam paparannya ia mengatakan bahwa Tan Malaka memang seorang komunis, namun ia bukanlah orang yang tidak beragama. Ilham mengatakan bahwa meski sebagai seorang komunis, Tan Malaka tetaplah seorang muslim. Seorang muslim yang memperjuangan agama dan negerinya. Hal tersebut terbukti saat pertemuan Bolsyevik, dimana pertemuan yang dihadiri oleh para komunis dari seluruh dunia tersebut, berencana menghancurkan Islam. Namun seorang Tan Malaka sebagai muslim membela Islam, maju ke depan dan berkata bahwa Islam tak bisa dihancurkan, karena Islam juga sebuah ideologi, yang tak mungkin dihancurkan. Begitulah seorang Tan Malaka yang membela negara dan agamanya di hadapan para komunis dunia. Hal serupa juga disampaikan Devy Kurnia Alamsyah, Sutradara Selopanggung, dalam paparan singkatnya Devy juga mengatakan bahwa Tan Malaka ialah seorang muslim. Sangat miris ketika ia satu kali menemukan dalam satu literatur sejarah, agama dari Tan Malaka hanya dibubuhi dengan tanda strip (-). Padahal Tan Malaka ialah seorang yang berada di depan membela agama Islam saat dalam pertemuan komunis dunia. Ia menganalogikan dimana pada saat ini ketika kita hendak memperjuangkan Palestina agar tak direbut Israel, kita hanya berjuang dari sini. Sedangkan seorang Tan Malaka ia maju bertemu langsung dengan para komunis dan mengatakan jangan hancurkan Islam. Dan dalam Madilog pun Tan Malaka mengatakan “Di hadapan Tuhan saya seorang Muslim, Di hadapan orang-orang saya seorang Komunis,” Dari semua penyampaian itu, Devy berharap agar tak ada lagi penyudutan atau pengekerdilan tentang seorang Tan Malaka yang telah begitu banyak jasanya bagi Republik Indonesia, sehingga ia layak disebut sebagai Bapak Republik Indonesia.
Usai diskusi dan pemutaran film tersebut, pada siang harinya pukul 14.30, puluhan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi seperti UNAND, UNP, Institut Seni Indonesia Padang Panjang, IAIN-IB dan lainnya bersama melakukan aksi pemasangan plang nama jalan Tan Malaka, di Jalan Tan Malaka Padang. Aksi tersebut diawali dengan orasi dari mahasiswa yang berisi kiritik terhadap penghilangan plang nama Jalan Tan Malaka di Kota Padang. Lewat orasinya para mahasiswa menyuarakan kritik pada pemerintah yang tak peduli dengan hilangnya plang nama jalan Tan Malaka. Padahal Tan Malaka adalah salah satu tokoh besar dari Sumatera Barat. Selain itu, lewat orasi tersebut juga dibacakan perjalanan penulisan karya besar Tan Malaka, Madilog (Materialistik, Dialektika, Logika), yang penuh dengan perjuangan sepanjang pelarian dan pengasingan. Dalam kesempatan tersebut juga turut hadir Sudiman Bonaparte, Direktur RRI, yang juga menyampaikan orasinya. Lewat orasi ia menyampaikan bahwa ia merasa sedih karena selama ini tak peduli dengan hilangnya plang nama Jalan Tan Malaka di Kota Padang. Oleh sebab itu, Sudiman merasa bangga pada pada para mahasiswa yang sangat menghormati pahlawan besar seperti Tan Malaka. Zulhasril Nasir, Guru Besar Komunikasi UI, yang juga ikut dalam aksi ini, menilai bahwa aksi tersebut ialah sebuah bentuk kritik pada pemerintah, yang tak peduli dengan pahlawannya seperti Tan Malaka. Aksi pemasangan plang nama ini sempat memacetkan persimpangan jalan Tan Malaka dari arah Jalan Sudirman dan Perintis Kemerdekaan, karena dilakukan mahasiswa juga melakukan aksi jalan kaki untuk memasang plang nama jalan di persimpangan jalan Tan Malaka dari arah Jalan Perintis Kemerdekaan. (c) : Fernando/Padangmedia
Kamis, 20 Oktober 2011
Mengapa Dahlan Iskan yang (Dipilih) SBY ?
Nama saya Pak Dahlan, bukan Pak Menteri ... !!
(Dahlan Iskan, 18 Oktober 2011)
Dahlan pun pernah mencoba membuat kebijakan ekstrem dengan menetapkan Mei 2011, sebagai bulan tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Semua rapat yang biasa digelar di luar kota, ditiadakan. Cukup menggunakan telekonferensi. Asal tahu saja, dalam sebulan karyawan PLN melakukan perjalanan dinas bisa sampai 28.000 orang. Lalu siapa sesungguhnya Dahlan Iskan ini? Sebelum di PLN, Dahlan merupakan Kepala Eksekutif Korporat (CEO) surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di Surabaya. Karir Dahlan dimulai sebagai calon reporter surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 1975. Setahun kemudian, ia menjadi wartawan Majalah Tempo. Karirnya pun terbilang cemerlang. Pada 1982, PT Grafiti Pers, penerbit Majalah Tempo, menunjuk Dahlan Iskan untuk memimpin Jawa Pos, koran yang baru saja diakuisisi Tempo. Jawa Pos sendiri lahir pada 1 Juli 1949 yang dibidani Chung Shen dan Gho Cheng Hok. Kantor pertama Jawa Pos terletak di China Town Surabaya, Jalan Kembang Jepun. Pada 1982, kondisi Jawa Pos sangat mengkhawatirkan. Oplah harian hanya 6.000 eksemplar. Berbagai problem lain ikut membelit perusahaan. Setelah diakuisisi Tempo, di tangan Dahlan Iskan inilah Jawa Pos mulai berkembang. Dalam waktu 5 tahun, Jawa Pos telah menjadi surat kabar dengan oplah 300 ribu eksemplar. Lima tahun kemudian, Dahlan membentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia. JPNN memiliki lebih dari 130 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia.
Untuk menunjang pertumbuhan koran-koran tersebut, Jawa Pos mendirikan pabrik kertas sendiri melalui PT Adiprima Suraprinta, di kawasan Gresik, Pada 1995. Sekarang, pabrik kertas ini tidak hanya memenuhi kebutuhan Jawa Pos Group, melainkan telah mengekspor kertas ke berbagai negara. Pada 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa dibangun di Jakarta, Semarang, dan berbagai kota lainnya. Di tangan Dahlan, Jawa Pos juga berkembang ke stasiun televisi lokal. Pada 2001, RTV menjadi stasiun televisi lokal pertama Jawa Pos Grup di Pekanbaru. Tidak lama kemudian, pada tahun yang sama, Jawa Pos melahirkan JTV di Surabaya. Pada 2008 saja, Jawa Pos Group telah memiliki 12 stasiun televisi lokal di berbagai provinsi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Jawa Pos juga terjun ke industri listrik. Power plant pertama Jawa Pos beroperasi di Gresik, untuk memenuhi kebutuhan listrik perusahaan. Sekarang, Jawa Pos juga sudah memiliki pembangkit listrik komersial, yaitu Pembangkit Pembangkit Listrik Tenaga Uap Embalut Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. PLTU Embalut dikelola PT Cahaya Fajar Kaltim dan merupakan power plant pertama yang dimiliki swasta di luar Jawa. Dahlan duduk sebagai direktur utama, namun saat ini sudah digantikan oleh Zainal Muttaqin, orang kepercayaan Dahlan yang juga bos Grup Kaltim Post. Proyek ini bahkan diresmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Juli 2008. Sejumlah pejabat, seperti Menteri Energi yang saat itu dijabat Purnomo Yusgiantoro dan Dirut PLN Fahmi Mochtar, hadir dalam peresmian proyek itu. Pembangkit ini sudah masuk Sistem Mahakam sejak Desember 2008.
Sumber : vivanes.com/foto : jawapos.com
Orang Waras, Mengalah !
Setelah dibiarkan berlangsung suka-suka, rapat berakhir mengambang, tanpa ada kesimpulan. Berlangsung suka-suka karena dalam rapat yang digelar Senin (3/10) itu DPR seenak udel menguliti, bahkan mengata-ngatai KPK sebagai teroris baru. Yang terjadi bukan rapat konsultasi, melainkan penghakiman, bahkan penghinaan, terhadap KPK. Substansi rapat yang seharusnya membahas soal penyamaan persepsi terkait dengan pemeriksaan pimpinan Badan Anggaran DPR melebar jauh hingga usul pembubaran KPK. Ada anggota DPR bahkan yang menggurui KPK perihal hukum dengan nada memarahi. Rapat yang berlangsung hampir 2 jam itu dihadiri seluruh pemimpin DPR, pemimpin Komisi III DPR, dan pemimpin fraksi-fraksi DPR, serta Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, dan empat komisioner KPK kecuali Bibit Samad Rianto. Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPR Marzuki Alie itu, pimpinan Komisi III DPR yang menjadi mitra kerja KPK justru menghujani Ketua KPK Busyro Muqoddas dan jajarannya dengan serangan bertubi-tubi. Kapolri dan Jaksa Agung hanya menjadi penonton. Serangan pimpinan komisi hukum dalam rapat terbuka itu pada hakikatnya merupakan intervensi atas penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, misalnya, menyebut KPK sebagai teroris baru bagi anggota DPR. Menurut politikus Partai Demokrat yang namanya juga disebut-sebut tersangka Nazaruddin itu, akibat sikap KPK, anggota dewan tidak tenang menjalankan tugas.
Setali tiga uang, Fachri Hamzah, Wakil Ketua Komisi III dari PKS, mengusulkan KPK dibubarkan. Menurut dia, di negara demokrasi tidak ada lembaga superbodi. Sangat jelas, pimpinan Komisi III DPR seperti hendak membasuh muka dengan air liur. Maksud hati ingin menutupi aib dewan terkait dengan mafia anggaran, yang terjadi malah menambah aib. Mereka mempertontonkan kesombongan, kepongahan, sekaligus kekerdilan jiwa. Mestinya, bila anggota DPR tidak terkait dengan mafia anggaran, pemeriksaan pimpinan banggar tidak perlu membuat mereka kebakaran jenggot. Sikap ultradefensif itu justru mengindikasikan memang ada permainan anggaran yang dilakukan secara terstruktur dan masif. Pimpinan KPK menanggapi dingin arogansi DPR, bahkan mengalah. Pimpinan KPK sepertinya memegang falsafah bahwa yang waras sebaiknya mengalah. Yang waras memang tahu siapa yang tak waras, sebaliknya yang tak waras mana tahu dia tak waras. Namun, jauh lebih waras kalau yang waras mengambil langkah berani tak menghadiri pertemuan yang tak waras itu.
Sebagian tulisan bersumber dari (editorial) Media Indonesia/4-10-2011
Foto : jakpress.com
Kue Bika PKS (SBY vs PKS = 3-0)
Sementara itu Capres dan Cawapres dari PD belum dideklarasikan, dan menurut menurut pernyataan salah seorang elit PD saat itu, SBY dipasangkan dengan sandal jepit pun akan menang. Dan memang terbukti banyak partai-partai yang merapat ke PD. PKS, PAN, PKB akhirnya bergabung dengan PD untuk mengusung SBY sebagai Capres. Namun sampai mendekati batas waktu pengumuman capres dan cawapres, PD dan koalisinya belum menetapkan Cawapres. Semua partai anggota koalisi saat itu sudah mengusulkan beberapa nama, dan PKS sebagai partai kedua terbesar dalam koalisi itu merasa optimis nama yang mereka ajukan akan dipilih sebagai cawapres mendampingi SBY. Ternyata SBY justru dipasangkan dengan cawapres yang bukan bersala dari ketiga Parpol pendukung koalisi. Yang paling merasa kecewa saat itu adalah PKS, bahkan sampai mengancam untuk menraik dukungannya kepada SBY dan tidak akan menghadiri deklarasi SBY-Boediono di Sasana Budaya Ganesha (SABUGA) Institut Teknologi Bandung. Sampai beberapa jam sebelum acara dimulai, PKS masih belum bersedia untuk mendukung pasangan SBY-Boediono, namun pada menit-menit terakhir, akhirnya PKS mau mendukung dan menghadiri acara deklarasi SBY-Berbudi.Saat itu, diberitakan bahwa perubahan sikap PKS itu karena janji akan diberikan 4 kursi menteri oleh SBY. Itulah yang sekarang dikatakan kontrak khusus, spesial pakai 2 telor oleh petinggi PKS, yang diingkarai oleh SBY. Itu adalah “gol” pertama SBY ke kubu PKS. Bisa membuat PKS takluk dan menerima Boediono sebagai cawapres dengan janji 4 kursi menteri. “Gol” kedua SBY ke kubu PKS adalah pada saat pemilihan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Saat itu yang dijagokan oleh PKS adalah Hidayat Nurwahid (HN), namun ternyata yang terpilih adalah Taufiek Kiemas yang berasal dari PDI-P, yang tidak termasuk dalam partai koalisi.
SBY memang hebat. Sebagai mantan Kepala Staf Teritorial (KASTER) dan Ka Sosial dan Politik (KASOSPOL) TNI, tentunya SBY adalah tipe pemikir dan memiliki kemampuan menyusun strategi di atas kertas. Biasanya seorang tipe pemikir akan terkesan lamban dan peragu karena mereka tahu konsekuensi dari semua alternatif yang ada, dan semua aspek akan dipertimbangkan. Berbeda dengan tipe pelaksana di lapangan (eksekutor), yang bertindak cepat sesuai dengan rencana yang sudah dipilih. Saya ingat bagaimana awalnya SBY memutuskan hubungan dengan JK untuk pencalonan capres-cawpares 2009 lalu. Yang pertama adalah dengan mencoba merusak hubungan antara PD dengan PG. Saat itu, Ahmad Mubarok dari PD mengeluarkan pernyataan yang “meremehkan” PG, bahwa PG hanya akan mendapat sekian persen suara di PILEG. Elit PG akhirnya bereaksi dan kembali menyerang PD. Itulah awal mula tanda-tanda SBY dan JK akan cerai. Seolah-olah yang memulai adalah PD, padahal tentunya hal itu diketahui oleh SBY, atau mungkin justru itu skenario yang dibuat oleh SBY untuk menceraikan JK, tapi tidak dikatakan secara terang-terangan dan tidak ingin ada kesan bahwa SBY yang menginginkan bercerai dari JK. Ketika ribut-ribut setelah kasus Pansus Mafia pajak, sempat ada isu bahwa PKS dan PG akan dikeluarkan dari koalisi karena ikut mendukung Pansus Mafia Pajak. Tapi ternyata saat itu tidak terjadi reshuffle, padahal saat itu GERINDRA sudah siap bergabung dengan koalisi seandainya PKS dan PG keluar dari koalisi. Kejadian itu merupakan “test the water” yang dilakukan oleh SBY dan PD untuk mengetahui peta kekuatan kalau senadainya PKS dan PG keluar dari koalisi, ternyata ada partai oposisi yang siap “berkhianat” masuk ke koalisi. Saat itu bahkan sudah santer berita akan ada menteri dari PKS yang diganti oleh menteri dari GERINDRA. Kenapa saat itu tidak terjadi reshuffle ?. Karena kalau saat itu dilakukan reshuffle, akan timbul kesan bahwa alasan reshuffle karena PKS mendukung pansus mafia pajak, yang berarti SBY takut kepada pansus mafia pajak dan tidak mendukung penyelesaian kasus mafia pajak. Dari kejadian itu juga SBY sudah tahu tentang karakter GERINDRA.
Sebelum terjadi reshuffle dan penggantian salah satu menteri dari PKS, elit PKS pernah berkata bahwa mereka yakin tidak akan kena reshuffle karena punya kontrak spesial pakai 2 telur dengan SBY. Dan kalau satu menteri dari PKS diganti, maka mereka akan menarik semua menteri dari PKS di kabinet, dan akan keluar dari koalisi. Pernyataan-pernyataan “keras” dari elit PKS beberapa hari sebelum dilakukan reshuffle bisa saja tidak lepas dari skenario yang dilakukan oleh SBY. Dengan pernyataan-pernyataan provokatif dari PD, akhirnya beberapa elit PKS terpancing untuk mengeluarkan “ancaman-ancaman” kepada SBY. Dua hari lalu, pada saat pengumuman reshuffle kabinet, SBY menunjukkan sikap tidak tidak takut dengan ancaman PKS yang ingin keluar dari koalisi bila ada menteri dari kader PKS yang diganti. Bahkan justru dengan tetap mengganti menteri dari PKS, ingin mempertunjukkan bahwa SBY tidak takut kalau PKS keluar dari koalisi, karena ada partai oposisi yang siap masuk dalam koalisi untuk menggantikan PKS. Selain itu ada kesan bahwa alasan reshuffle kali ini bukan karena alasan politis, tapi karena kinerja beberapa menteri sangat rendah menurut penilaian Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Walau pun akhirnya terlihat bahwa penggantian menteri tidak sepenuhnya berdasarkan kinerja, karena beberapa menteri yang berkinerja buruk malah tetap dipertahankan sementara menteri yang berkinerja baik malah diganti. Dan reshuffle kabinet 2 hari lalu adalah “gol” ketiga SBY ke kubu PKS, 1 menteri dari PKS diganti. PKS sekarang berada dalam posisi serba salah karena. Bila tetap berada di koalisi akan dicap menjilat ludah sendiri, lalu kalau benar-benar keluar dari kabinet akan dicap rakus dengan kekuasaan, karena motivasi mendukung SBY hanya karena diberi jabatan menteri.
(c) Farid/kompasiana - Foto : detik.com
Senin, 10 Oktober 2011
Ibnu Khaldun : "Bukan Justifikasi ataupun Apologia"
(Nathaniel Schmidt)
Social contract theory (teori kontrak sosial), misalnya, juga ditemukan dalam "ruh awalnya" dalam pemikiran Ibn Khaldun ketika Ibn Khaldun berbicara tentang baiah. Teori kontrak sosial dikembangkan oleh Thomas Hobbes, Jean Jacques Rousseau, dan John Locke. Teori baiah Ibn Khaldun memperlihatkan keinginan bersatu untuk kepentingan bersama atas dasar sebuah konsensus (I’lam anna al-baiah hiya al-ahdu alã al-thã’ah). Mengenai state of nature, Ibn Khaldun menekankan bahwa otoritas politik adalah sebuah ide bawaan yang mesti selalu ada pada manusia. Politik sebagai ide bawaan terkait dengan manusia sebagai makhluk sosial. Ibn Khaldun menulis: Anna al-basyara la yumkinu hayãtuhum wa wujudÅ«hum illã bi ijtimãihim (manusia tidak mungkin hidup tanpa bermasyarakat). Sebuah dasar teoritis yang kemudian "di/terkembangkan" oleh ilmuan lainnya .... dan yang pasti, setelah Ibnu Khaldun meninggal . Ibnu Khaldun seharusnya ditempatkan sebagai "sumbu" sosiologi, bahkan bukan itu saja. Kepeloporannya juga diakui dalam ranah ilmu lain seumpama demografi dan sosiografi - dan tentunya sumbangan terbesarnya pada epistimologi Islamiyah. Ini bukan apologia ataupun justifikasi historis. Saya fikir pembenaran historis-lah yang harus kita katakan. Sudah seharusnya, tradisi ilmu sosial Indonesia (khususnya sosiologi dan historiografi) menjadikan al-Muqaddimah dan al-'Ibar (terutama bagi yang mahir Bahasa Arab) sebagai salah satu buku pegangan terpenting, diantara tentunya buku-buku klasik lainnya.