Suasana Aula Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang terlihat berbeda. Di dalam ruangan tersebut, telah berkumpul puluhan mahasiswa yang hendak mengikuti diskusi serta pemutaran film pendek tentang Tan Malaka. Fim tersebut merupakan hasil karya dua sineas yaitu Erik Wirawan (Institut Kesenian Jakarta) dan Devy Kurnia Alamsyah (Pasca Sarjana Universitas Indonesia). Sebelum diputar di IAIN, dua film tersebut telah diputar dan didiskusikan di beberapa universitas yaitu Universitas Indonesia, kemudian di Universitas Universitas Andalas pada Senin dan di Universitas Negeri Padang. Kegiatan ini diawali dengan pemutaran film pendek berjudul Tan Malaka. Film yang disutradarai oleh Erik Irawan ini, berkisah seputar kehidupan Tan Malaka hingga kematiannya yang dieksekusi di Selopanggung. Film berikutnya yaitu film dokumenter berjudul Selopanggung. Film dokumenter karya Devy Kurnia Alamsyah, mahasiswa Pasca Sarjana Susastra UI ini, berkisah tentang penemuan makam Si Pacar Merah tersebut di Selopanggung, Kediri, Jawa Tengah, pada 12 September 2009 lalu. Juga ditampilkan beberapa wawancara dari beberapa Ahli yang meneliti tentang Tan Malaka, salah satunya peneliti Belanda, Harry Poeze.
Usai pemutaran film, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi seputar Tan Malaka. Diskusi tersebut menghadirkan beberapa pembicara yaitu Prof.Dr. Zulhasril Nasir (Guru Besar Komunikasi UI), Muhammad Ilham (Dosen Sejarah Islam Fakultas Adab), M. Nasir (Pengamat Sejarah dari Magistra Indonesia Sumatera Barat), Devy Kurnia Alamsyah (Sutradara Selopanggung), dan sebagai moderator, Zelfeni Wimra (Penulis). Selain itu juga dihadiri Dekan Fakultas Adab IAIN-IB, Drs. Irhash A Shamad,M.Hum. Dalam paparannya, Zulhasril menyampaikan bahwa ada tiga hal yang dapat mendeskripsikan seorang Tan Malaka yaitu semangat juang, integritas dan konsistensi. Hal itulah yang menjadikan diri Tan Malaka sebagai seorang pejuang. Pejuang kemerdekaan Indonesia yang lebih dulu berjuang untuk kemerdekaan Indonesia sebelum para proklamator seperti Bung Karno dan Bung Hatta memperjuangkan kemderdekaan. Seorang Tan Malaka telah lebih dulu lewat pemikirannya, yang banyak ia tulis lewat karyanya, misal Madilog (Materialistik, Dialektika, Logika), berusaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang seratus persen. Ungkap Zulhasril, seorang Tan Malaka ialah tokoh besar yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Lewat pemikirannya yang revolusioner, ia berusaha membakar semangat perjuangan lewat karyanya, demi kemerdekaan seratus persen di Indonesia. Guru besar Komunikasi UI ini juga memaparkan bahwa menurut Harry Poeze, Tan Malaka ialah seorang tokoh besar yang tak hanya berpengaruh di Indonesia, namun juga di beberapa negara Asia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sejarawan Belanda ini selama 36 tahun, ternyata pemikiran Tan Malaka juga mempengaruhi kemerdekaan di beberapa negara Asia selain Indonesia seperti Malaya, Singapura dan Philipina. Meski demikian besarnya seorang Tan Malaka, Zulhasril merasa miris karena masyarakat Sumatera Barat banyak yang tak mengenal “Si Pacar Merah” ini. Bahkan dari kalangan pemerintahan pun juga demikian. Mereka tak mengenal perjuangan Tan Malaka, meski ia termasuk salah satu Bapak Republik Indonesia yang juga turut mendirikan negara ini. Lewat diskusi dan pemutaran film ini Zulhasril berharap, para mahasiswa nantinya termotivasi untuk lebih menghargai pahlawan atau tokoh besar dari daerahnya sendiri, apalagi yang telah berbuat banyak bagi kemerdekaan Indonesia.
Setelah penyampaian dari Guru Besar Komunikasi UI tersebut, M Nasir yang merupakan pengamat sejarah dari Magistra Indonesia Sumatera Barat menyampaikan paparannya seputar Tan Malaka. Dalam paparannya M Nasir mengatakan bahwa banyak Tokoh Minangkabau yang tidak tercatat dalam sejarah, padahal tokoh tersebut memiliki pengaruh dalam perjalanan sejarah berdirinya Republik Indonesia. Salah satu tokoh tersebut adalah Ibrahim Datuk Tan Malaka. Seorang tokoh kiri dari Minangkabau yang dianggap komunis, anggapan tersebutlah yang membuat perjuangannya terhadap kemerdekaan seratus persen Indonesia tidak banyak disebutkan dalam buku sejarah. Disebutkan Nasir sosok seorang Tan Malaka seolah hilang dari buku sejarah, terutama dalam historiografi yang disusun zaman Orde Baru. Karena tokoh ini dianggap seorang tokoh kiri yang dianggap berbahaya. Meski demikian jasanya sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan RI. Selain itu tambah M Nasir bahwa sudah saatnya kalangan akademik terutama mahasiswa untuk merubah pemikiran itu. Lewat momen ini semoga akan menjadi motivasi untuk lebih mengenal dan menghornati seorang Tan Malaka.
Usai penyampaian oleh pengamat sejarah dari Magistra Indonesia Sumatera Barat tersebut, diskusi dilanjutkan dengan paparan dari Mhd. Ilham yang merupakan Dosen Sejarah Fakultas Adab, IAIN-IB. Dalam paparannya ia mengatakan bahwa Tan Malaka memang seorang komunis, namun ia bukanlah orang yang tidak beragama. Ilham mengatakan bahwa meski sebagai seorang komunis, Tan Malaka tetaplah seorang muslim. Seorang muslim yang memperjuangan agama dan negerinya. Hal tersebut terbukti saat pertemuan Bolsyevik, dimana pertemuan yang dihadiri oleh para komunis dari seluruh dunia tersebut, berencana menghancurkan Islam. Namun seorang Tan Malaka sebagai muslim membela Islam, maju ke depan dan berkata bahwa Islam tak bisa dihancurkan, karena Islam juga sebuah ideologi, yang tak mungkin dihancurkan. Begitulah seorang Tan Malaka yang membela negara dan agamanya di hadapan para komunis dunia. Hal serupa juga disampaikan Devy Kurnia Alamsyah, Sutradara Selopanggung, dalam paparan singkatnya Devy juga mengatakan bahwa Tan Malaka ialah seorang muslim. Sangat miris ketika ia satu kali menemukan dalam satu literatur sejarah, agama dari Tan Malaka hanya dibubuhi dengan tanda strip (-). Padahal Tan Malaka ialah seorang yang berada di depan membela agama Islam saat dalam pertemuan komunis dunia. Ia menganalogikan dimana pada saat ini ketika kita hendak memperjuangkan Palestina agar tak direbut Israel, kita hanya berjuang dari sini. Sedangkan seorang Tan Malaka ia maju bertemu langsung dengan para komunis dan mengatakan jangan hancurkan Islam. Dan dalam Madilog pun Tan Malaka mengatakan “Di hadapan Tuhan saya seorang Muslim, Di hadapan orang-orang saya seorang Komunis,” Dari semua penyampaian itu, Devy berharap agar tak ada lagi penyudutan atau pengekerdilan tentang seorang Tan Malaka yang telah begitu banyak jasanya bagi Republik Indonesia, sehingga ia layak disebut sebagai Bapak Republik Indonesia.
Usai diskusi dan pemutaran film tersebut, pada siang harinya pukul 14.30, puluhan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi seperti UNAND, UNP, Institut Seni Indonesia Padang Panjang, IAIN-IB dan lainnya bersama melakukan aksi pemasangan plang nama jalan Tan Malaka, di Jalan Tan Malaka Padang. Aksi tersebut diawali dengan orasi dari mahasiswa yang berisi kiritik terhadap penghilangan plang nama Jalan Tan Malaka di Kota Padang. Lewat orasinya para mahasiswa menyuarakan kritik pada pemerintah yang tak peduli dengan hilangnya plang nama jalan Tan Malaka. Padahal Tan Malaka adalah salah satu tokoh besar dari Sumatera Barat. Selain itu, lewat orasi tersebut juga dibacakan perjalanan penulisan karya besar Tan Malaka, Madilog (Materialistik, Dialektika, Logika), yang penuh dengan perjuangan sepanjang pelarian dan pengasingan. Dalam kesempatan tersebut juga turut hadir Sudiman Bonaparte, Direktur RRI, yang juga menyampaikan orasinya. Lewat orasi ia menyampaikan bahwa ia merasa sedih karena selama ini tak peduli dengan hilangnya plang nama Jalan Tan Malaka di Kota Padang. Oleh sebab itu, Sudiman merasa bangga pada pada para mahasiswa yang sangat menghormati pahlawan besar seperti Tan Malaka. Zulhasril Nasir, Guru Besar Komunikasi UI, yang juga ikut dalam aksi ini, menilai bahwa aksi tersebut ialah sebuah bentuk kritik pada pemerintah, yang tak peduli dengan pahlawannya seperti Tan Malaka. Aksi pemasangan plang nama ini sempat memacetkan persimpangan jalan Tan Malaka dari arah Jalan Sudirman dan Perintis Kemerdekaan, karena dilakukan mahasiswa juga melakukan aksi jalan kaki untuk memasang plang nama jalan di persimpangan jalan Tan Malaka dari arah Jalan Perintis Kemerdekaan. (c) : Fernando/Padangmedia
1 komentar:
Trims dokumentasinya, Bagaimana komunikasinya Jika kami berminat memutar Film Selopanggung? Trims,
Posting Komentar