Nama saya Pak Dahlan, bukan Pak Menteri ... !!
(Dahlan Iskan, 18 Oktober 2011)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Dahlan Iskan sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menggantikan Mustafa Abubakar yang tengah sakit. Dahlan sebelumnya menjabat direktur utama PT Perusahaan Listrik Negara. Apa alasan SBY memilih Dahlan Iskan ? "Dahlan, saya pandang cakap dan berhasil memimpin PLN," kata Presiden SBY di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 18 Oktober 2011. Dahlan lahir pada 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Karirnya di lingkungan pemerintah dimulai sejak 23 Desember 2009, saat dia dipercaya sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara. Sejak itu, dia terlihat lebih dekat dengan lingkaran Istana. Saat menjabat di PLN, banyak terobosan diambil, salah satunya pemasangan listrik besar-besaran yang dikemas dalam sehari satu juta sambungan. Bagi Dahlan, dalam sebuah catatannya, isu listrik sama saja dengan korupsi. Masalahnya di mana-mana. Antrean pemasangan baru berderet hingga 2,5 juta calon pelanggan. Ditambah lagi isu krisis listrik dan isu buruknya pelayanan PLN. "Semua ini menjadi nama negara jatuh, dan juga PLN," katanya dalam satu tulisan itu. Selain jutaan sambungan baru, langkah penting yang menuai sukses besar, adalah penerapan sistem listrik prabayar dan penambahan daya gratis. Penerapan listrik prabayar merupakan salah satu langkah PLN melakukan efisiensi. Bagaimana tidak, dengan listrik prabayar ini, PLN tak memerlukan pertugas catat meter dan petugas tagih. Sementara itu, penambahan daya akan membuat beban subsidi listrik berkurang.
Dahlan pun pernah mencoba membuat kebijakan ekstrem dengan menetapkan Mei 2011, sebagai bulan tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Semua rapat yang biasa digelar di luar kota, ditiadakan. Cukup menggunakan telekonferensi. Asal tahu saja, dalam sebulan karyawan PLN melakukan perjalanan dinas bisa sampai 28.000 orang. Lalu siapa sesungguhnya Dahlan Iskan ini? Sebelum di PLN, Dahlan merupakan Kepala Eksekutif Korporat (CEO) surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di Surabaya. Karir Dahlan dimulai sebagai calon reporter surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 1975. Setahun kemudian, ia menjadi wartawan Majalah Tempo. Karirnya pun terbilang cemerlang. Pada 1982, PT Grafiti Pers, penerbit Majalah Tempo, menunjuk Dahlan Iskan untuk memimpin Jawa Pos, koran yang baru saja diakuisisi Tempo. Jawa Pos sendiri lahir pada 1 Juli 1949 yang dibidani Chung Shen dan Gho Cheng Hok. Kantor pertama Jawa Pos terletak di China Town Surabaya, Jalan Kembang Jepun. Pada 1982, kondisi Jawa Pos sangat mengkhawatirkan. Oplah harian hanya 6.000 eksemplar. Berbagai problem lain ikut membelit perusahaan. Setelah diakuisisi Tempo, di tangan Dahlan Iskan inilah Jawa Pos mulai berkembang. Dalam waktu 5 tahun, Jawa Pos telah menjadi surat kabar dengan oplah 300 ribu eksemplar. Lima tahun kemudian, Dahlan membentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia. JPNN memiliki lebih dari 130 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia.
Untuk menunjang pertumbuhan koran-koran tersebut, Jawa Pos mendirikan pabrik kertas sendiri melalui PT Adiprima Suraprinta, di kawasan Gresik, Pada 1995. Sekarang, pabrik kertas ini tidak hanya memenuhi kebutuhan Jawa Pos Group, melainkan telah mengekspor kertas ke berbagai negara. Pada 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa dibangun di Jakarta, Semarang, dan berbagai kota lainnya. Di tangan Dahlan, Jawa Pos juga berkembang ke stasiun televisi lokal. Pada 2001, RTV menjadi stasiun televisi lokal pertama Jawa Pos Grup di Pekanbaru. Tidak lama kemudian, pada tahun yang sama, Jawa Pos melahirkan JTV di Surabaya. Pada 2008 saja, Jawa Pos Group telah memiliki 12 stasiun televisi lokal di berbagai provinsi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Jawa Pos juga terjun ke industri listrik. Power plant pertama Jawa Pos beroperasi di Gresik, untuk memenuhi kebutuhan listrik perusahaan. Sekarang, Jawa Pos juga sudah memiliki pembangkit listrik komersial, yaitu Pembangkit Pembangkit Listrik Tenaga Uap Embalut Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. PLTU Embalut dikelola PT Cahaya Fajar Kaltim dan merupakan power plant pertama yang dimiliki swasta di luar Jawa. Dahlan duduk sebagai direktur utama, namun saat ini sudah digantikan oleh Zainal Muttaqin, orang kepercayaan Dahlan yang juga bos Grup Kaltim Post. Proyek ini bahkan diresmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Juli 2008. Sejumlah pejabat, seperti Menteri Energi yang saat itu dijabat Purnomo Yusgiantoro dan Dirut PLN Fahmi Mochtar, hadir dalam peresmian proyek itu. Pembangkit ini sudah masuk Sistem Mahakam sejak Desember 2008.
Dahlan pun pernah mencoba membuat kebijakan ekstrem dengan menetapkan Mei 2011, sebagai bulan tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Semua rapat yang biasa digelar di luar kota, ditiadakan. Cukup menggunakan telekonferensi. Asal tahu saja, dalam sebulan karyawan PLN melakukan perjalanan dinas bisa sampai 28.000 orang. Lalu siapa sesungguhnya Dahlan Iskan ini? Sebelum di PLN, Dahlan merupakan Kepala Eksekutif Korporat (CEO) surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di Surabaya. Karir Dahlan dimulai sebagai calon reporter surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 1975. Setahun kemudian, ia menjadi wartawan Majalah Tempo. Karirnya pun terbilang cemerlang. Pada 1982, PT Grafiti Pers, penerbit Majalah Tempo, menunjuk Dahlan Iskan untuk memimpin Jawa Pos, koran yang baru saja diakuisisi Tempo. Jawa Pos sendiri lahir pada 1 Juli 1949 yang dibidani Chung Shen dan Gho Cheng Hok. Kantor pertama Jawa Pos terletak di China Town Surabaya, Jalan Kembang Jepun. Pada 1982, kondisi Jawa Pos sangat mengkhawatirkan. Oplah harian hanya 6.000 eksemplar. Berbagai problem lain ikut membelit perusahaan. Setelah diakuisisi Tempo, di tangan Dahlan Iskan inilah Jawa Pos mulai berkembang. Dalam waktu 5 tahun, Jawa Pos telah menjadi surat kabar dengan oplah 300 ribu eksemplar. Lima tahun kemudian, Dahlan membentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia. JPNN memiliki lebih dari 130 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia.
Untuk menunjang pertumbuhan koran-koran tersebut, Jawa Pos mendirikan pabrik kertas sendiri melalui PT Adiprima Suraprinta, di kawasan Gresik, Pada 1995. Sekarang, pabrik kertas ini tidak hanya memenuhi kebutuhan Jawa Pos Group, melainkan telah mengekspor kertas ke berbagai negara. Pada 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa dibangun di Jakarta, Semarang, dan berbagai kota lainnya. Di tangan Dahlan, Jawa Pos juga berkembang ke stasiun televisi lokal. Pada 2001, RTV menjadi stasiun televisi lokal pertama Jawa Pos Grup di Pekanbaru. Tidak lama kemudian, pada tahun yang sama, Jawa Pos melahirkan JTV di Surabaya. Pada 2008 saja, Jawa Pos Group telah memiliki 12 stasiun televisi lokal di berbagai provinsi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Jawa Pos juga terjun ke industri listrik. Power plant pertama Jawa Pos beroperasi di Gresik, untuk memenuhi kebutuhan listrik perusahaan. Sekarang, Jawa Pos juga sudah memiliki pembangkit listrik komersial, yaitu Pembangkit Pembangkit Listrik Tenaga Uap Embalut Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. PLTU Embalut dikelola PT Cahaya Fajar Kaltim dan merupakan power plant pertama yang dimiliki swasta di luar Jawa. Dahlan duduk sebagai direktur utama, namun saat ini sudah digantikan oleh Zainal Muttaqin, orang kepercayaan Dahlan yang juga bos Grup Kaltim Post. Proyek ini bahkan diresmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Juli 2008. Sejumlah pejabat, seperti Menteri Energi yang saat itu dijabat Purnomo Yusgiantoro dan Dirut PLN Fahmi Mochtar, hadir dalam peresmian proyek itu. Pembangkit ini sudah masuk Sistem Mahakam sejak Desember 2008.
........ dan setelah pengumuman reshuffle kabinet, Dahlan berkata di depan para wartawan yang ingin mewawancarainya : "Nama saya Pak Dahlan bukan Pak Menteri !".
Sumber : vivanes.com/foto : jawapos.com
Sumber : vivanes.com/foto : jawapos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar