Politik nampaknya harus diisi oleh figur-figur yang “maksum”, tak memiliki cacat sejarah. Sudah menjadi kelaziman nampaknya, jelang pengambilan kebijakan politik, bermunculan beberapa buku yang pada prinsipnya bercerita tentang figur yang sedang “berjuang” dalam ranah politik praktis. Kehadiran buku-buku tersebut bisa dilihat dari berbagai sudut. Sebagai “pelurus sejarah” agar rakyat tahu track sang figur, konsekuensi logis dari kompetisi politik, pembunuhan karakter atau memang berawal dari serba kebetulan. Demikian juga dengan kehadiran Buku "Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Sintong Panjaitan. Buku yang “menohok” peran historis Wiranto (Calon Presiden 2009 dari Partai Hanura) dan Prabowo Subianto (calon Presiden dari Partai Gerindra) kembali memperkaya buku-buku sejenis Pasca Orde Baru. Sebelumnya sudah hadir buku Habibi yang “menggadang-gadangkan” Wiranto dan memojokkan Prabowo dan kemudian dibela oleh Buku-nya Fadli Zon (yang ini loyalis Prabowo). Kemudian juga ada Buku karangan Kivlan Zein yang mendiskreditkan Wiranto (jelang Pilpres 2004). Semuanya muncul selalu jelang pengambilan kebijakan politik “tingkat tinggi”. Entah kebetulan atau memang disengaja. Tapi dalam perspektif "pelurusan sejarah", kehadiran buku-buku kontroversial seperti di atas, sangat perlu dan sudah merupakan keharusan agar muncul berbagai tanggapan. Dialog intelektual akhirnya hidup.
Mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Sintong Panjaitan dalam bukunya tersebut menyatakan bahwa mantan Panglima TNI Jenderal TNI (purn) Wiranto dan mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (purn) Prabowo Subianto, harus mempertanggungjawabkan tindakannya terutama saat Mei 1998. "Sebagai pemimpin, mereka berdua harus bertanggungjawab dong...," katanya, usai meluncurkan otobiografinya "Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" di Jakarta, Rabu malam. Jenderal Sintong yang dikenal sebagai "orang dekat" Habibi ini mengatakan, pertanggungjawaban oleh Wiranto terkait aksi kerusuhan yang melanda Jakarta hingga terjadi peralihan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada wakilnya BJ Habibie dan Prabowo menyangkut penculikan sejumlah aktivitis.
Menurut alumnus Akademi Militer Nasional (AMN) 1963 itu, pertanggungjawaban yang dilakukan kedua mantan petinggi TNI itu belum selesai. "Sehingga entah saat ini atau kapan, mereka harus tetap mempertanggungjawabkannya. Kalau tidak, mereka bukan pemimpin," ujarnya. Meski dalam bukunya, Sintong menyinggung keberadaan Wiranto dan Prabowo namun Sintong mengaku masih tetap berhubungan baik dengan keduannya. "Saya tetap baik dengan Bapak Wiranto dan Prabowo gak ada masalah...," ungkap Jenderal Purnawirawan yang namanya melambung karena berhasil menggagalkan Pembajakan Pesawat Garuda Woyla DC 9 di Don Muang Muangthai oleh Kelompok Jihad Pimpinan Imran dan Salman Hafidz ini. Tentang apakah, buku yang diterbitkan untuk menjegal kedua mantan petinggi TNI itu untuk melaju ke bursa pemilihan Presiden 2009, mantan Pangdam IX/Udayana itu mengatakan, tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar