Senin, 08 Oktober 2012

KPK vs Polri, (Masa Depan) Korupsi dan SBY

Oleh : Muhammad Ilham

Sebelum pukul 20.00 WIB Senin malam (8/10/2012), saya begitu gundah melihat SBY yang "terkesan" tidak tegas menghadapi kisruh KPK vs Polri, yang juga diistilahkan banyak pihak sebagai (bentuk baru) Cicak vs Buaya. Saya juga menduga-duga, bahkan berkhusnudzon bahwa SBY pasti membela "anak kandungnya" - Polri. Kalau tidak, masa diam seribu basa. Bukankah orang-orang saisuak mengatakan, "diam tanda setuju"  atau setidaknya "diam tanpa lepas tangan ?". Tapi apa yang terjadi malam itu, justru membuat saya memberikan apresiasi. Ini bukan persoalan  like and dislike. Pada beberapa kawan yang underestimate pada SBY, saya katakan, "saya membandingkan SBY dengan sebanding dengan beliau, (katakanlah) dengan Habibie, Gus Dur, Megawati dan jangan bandingkan dengan para pengamat ataupun aktifis LSM .... tak nyambunglah". Apapun yang dilakukan seseorang, walaupun kita tak suka padanya, kalau itu baik dan implikatif pantas untuk diapresiasi. Malam itu, apa yang dilakukan oleh SBY, bagi saya pantas dihargai dan menjadi catatan baik untuk penegakan hukum di Indonesia pada masa-masa yang akan datang. Pidatonya tadi malam, telah membuka kebekuan dan kebuntuan "jalan keluar" konflik KPK vs Polri dan RUU KPK. SBY nampaknya memahami apa yang diinginkan publik, dan ia memberikan solusi sesuai dengan apa yang menjadi ekspektasi publik.

(c) rationalist

Berikut artikel yang dipublish oleh detik.com, mensikapi Pidato SBY pada Senin malam lalu yang umumnya senada dan seirama dengan headline beberapa media massa nasional dan daerah pada hari Selasa (9/10/2012) :

Insiden penangkapan penyidik Polri di KPK, Kompol Novel Baswedan, di kantor KPK pada Jumat (5/10) lalu oleh Polda Bengkulu memanaskan hubungan KPK-Polri. Pidato SBY yang memberikan solusi penyelesaian masalah tersebut menuai pujian. Permasalahan KPK-Polri sebenarnya mulai memanas jauh hari saat KPK mulai pengusutan kasus Korlantas Polri. Situasi bertambah memanas saat Polri mendadak menarik 20 penyidiknya di KPK. Urusan bertambah panjang saat penyidik Polri yang ditugaskan di KPK menolak pulang kandang, mereka dituding membangkang dan melakukan tugas secara ilegal. Namun pimpinan KPK justru membela mati-matian penyidik Polri yang tengah bertahan di KPK. Pimpinan KPK menegaskan sejumlah penyidik telah diangkat menjadi pegawai tetap KPK melalui mekanisme alih status. Situasi bertambah panas ketika Polda Bengkulu mengirim dua kompi pasukan untuk menangkap Kompol Novel Baswedan di Kantor KPK. Insiden yang kemudian disebut oleh sejumlah LSM antikorupsi sebagai 'penyerangan' terhadap KPK ini menuai protes keras dari masyarakat. Masyarakat pun kemudian mendesak Presiden SBY untuk turun tangan. 

Tak sabar menunggu SBY turun tangan, masyarakat pun menggelar sejumlah aksi demonstrasi baik di kantor KPK, hingga di bundaran HI. Yang mereka suarakan, adalah KPK yang artinya 'Kemana Presiden Kita'. Spanduk besar bretulis 'KPK Kemana Presiden Kita' di atas papan hitam dielu-elukan, menanti munculnya solusi dari sang Presiden. Presiden SBY pun akhirnya tergugah dan meminta Menko Polhukam Djoko Suyanto turun tangan, mewakilinya menuntaskan konflik KPK-Polri. Menko Polhukam pun berencana menggelar pertemuan antara KPK dan Polri, namun pertemuan itu belum sempat terlaksana karena pimpinan KPK sedang di luar kota pada Minggu (7/10/2012) kemarin. Hingga desakan agar SBY segera turun tangan kian meluas. Presiden SBY akhirnya memutuskan untuk ambil bagian dalam penuntasan kasus ini. SBY sengaja memangkas waktu kunjungannya ke Istana Cipanas Bogor, Senin (8/10), untuk bergegas ke Jakarta mengikuti pertemuan antara Pimpinan KPK dan Kapolri di Istana Negara. Usai pertemuan, SBY melalui Mensesneg Sudi Silalahi mengumumkan akan menyampaikan hasil pertemuan malam harinya. Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Presiden SBY menyampaikan sikap resminya dalam pidato di Istana Negara. Dalam pidatonya, Presiden SBY menunjukkan dukungan untuk penguatan fungsi KPK. Menekankan sejumlah hal penting menyangkut penanganan kasus korupsi Korlantas agar ditangani KPK, SBY juga menilai penanganan kasus yang diduga melibatkan Kompol Novel saat ini tidak tepat. 

Secara luar biasa Presiden SBY juga menjanjikan akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menambah masa kerja penyidik Polri di KPK menjadi 4 tahun. Dalam PP tersebut juga diatur mengenai kemungkinan KPK mengangkat penyidik Polri menjadi pegawai tetap. Presiden SBY juga meminta Polri tidak menarik sembarangan penyidiknya yang masih bertugas di KPK. Secara khusus Presiden SBY juga menilai saat ini revisi UU KPK tidak perlu dilakukan. Menurut SBY lebih penting dilakukan adalah penguatan koordinasi Polri, KPK, dan Kejagung dalam penanganan kasus korupsi. Secara menakjubkan pidato SBY tentang KPK-Polri selama 41 menit sontak membuat banyak pihak berdecak kagum. SBY dinilai telah memberikan pernyataan yang sangat tegas dalam menuntaskan polemik KPK-Polri. Presiden SBY pun menuai pujian. Sejumlah pihak menilai Presiden SBY memang layak mendapat pujian. Meskipun cukup lama dalam mengambil keputusan untuk turun tangan, namun sikap tegas SBY dianggap melegakan masyarakat yang memang menginginkannya turun tangan. "Saya mendengarkan pidato Pak SBY dan menurut saya beliau sangat cemerlang," puji Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, yang mendengarkan penuh pidato SBY yang didampingi para meneri jajaran Polhukam. Kini semua mata tertuju ke Polri. Semua berharap Kapolri melaksanakan pesan penting Presiden SBY. Agar ketegangan penegak hukum ini tak terulang kembali. Namun masyarakat bisa sedikit menarik nafas lega, karena Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo secara resmi ke Presiden SBY telah menyatakan akan segera menindaklanjuti pesan SBY.

sumber teks miring : http://news.detik.com/read/2012/10/09/065802/2057818/10/sby-pantas-menuai-pujian?

Tidak ada komentar: