... who get what, how and when" (Harold Lasswel)

Dalam hal ini SBY mungkin mengira dengan melontarkan pernyataan tersebut publik akan menaruh apresiasi kepadanya bahwa dia seorang presiden yang begitu perduli dan begitu tegas terhadap kasus pengemplangan pajak, tak perduli melibatkan grup konglomerat. Tetapi sebenarnya yang terjadi sebaliknya, publik justru mencibir, melihat ada udang di baliknya. Kalau memang presiden serius, kenapa setelah dirinya terpojok baru tiba-tiba melontarkan penrnyataan demikian? Padahal sudah cukup lama media melangsir dugaan pengemplangan pajak di tiga perusahaan Grup Bakrie tersebut. Tidak itu saja, lewat Partai Demokrat pun ditebar ancaman bahwa Presiden SBY akan melakukan reshuffle kabinet yang pada intinya adalah menglengserkan tiga menteri asal Golkar dari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Dua itu. Alih-alih kedua ancaman tersebut mempan, Aburizal Bakrie malah balik menantang. “Saya bukan orang yang suka main ancam, tetapi jangan coba-coba ancam saya. Mati pun saya tidak takut,” katanya waktu itu. Aburizal yakin SBY tak punya nyali untuk melawannya. Betapa tidak dalam pilpres 2004 dia adalah penyumbangterbesar kampanye SBY-JK sebagaimana pernah dilangsir majalah Tempo, dan diakui oleh JK. Entah dalam pilpres 2009 lalu? “Golkar tidak terpengaruh dan berubah pikiran, demi kepentingan bangsa dan negara akan terus mengusut skandal Bank Century sampai benar-benar tuntas,” katanya lebih lanjut. Maka nyali kubu Demokrat dan SBY pun segera susut. Mau menggertak, balik digertak, malah susut nyalinya. Tak terdengar lagi ancaman-ancaman seperti itu. Sampai kemudian kita dapat kabar bahwa SBY telah menyetujui Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mundur dari jabatannya, dengan alasan untuk bekerja di Bank Dunia di Washington sebagai Direktur Operasional Bank Dunia. Persetujuan SBY yang demikian cepat sangat kotradiksi dengan pernyataannya sebelumnya ketika membela Sri Mulyani yang dijadikan sasaran tembak utama Pansus DPR. Waktu itu SBY mengatakan tidak akan mengganti Sri Mulyani, dan bahwa Sri Mulyani adalah anak bangsa terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini. Jasanya sangat besar dalam menghindari Indonesia dari malapetaka krisis ekonomi jilid dua. Pertanyaannya, kalau memang nilai seorang Sri Mulyani sebegitu tinggi di matanya, kenapa sedemikian cepat dan mudahnya SBY melepaskan Sri Mulyani ke Bank Dunia? Kabar yang beredar, jabatan itu ditawarkan kepada Sri Mulyani oleh Presiden Bank Dunia Robert B. Zoelick, setelah berbicara dengan SBY. Dan SBY pun langsung setuju. Apakah ini suatu kebetulan agar SBY punya alasan tepat untuk menglengserkan Sri Mulyani dari kabinet yang dipimpinnya sekaligus memenuhi kehendak Aburizal Bakrie, ataukah jangan-jangan malah dia sendiri yang menyodorkan Sri Mulyani kepada Presiden Bank Dunia itu, sebagai suatu trik agar Sri Mulyani bisa dilepas dengan alasan yang bagus. Yang ujung-ujungnya demi memenuhi kehendak pihak Aburizal Bakrie juga. Setelah mencoba berbagai cara untuk tetap bertahan gagal. Merasa semakin terpojok dengan skandal Bank Century di Pansus, SBY akhirnya terpaksa menjadikan Sri Mulyani semacam tumbal politiknya.
Demi memenuhi kepentingan politiknya, SBY juga rela menjadikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu sebagai salah satu tumbal politiknya yang lain. Anggito sebelumnya oleh SBY sendiri telah dipersiapkan sebagai wakil menteri keuangan. Tinggal menunggu dilantik saja. Tetapi tanpa pemberitahuan sebelumnya, seiring dengan mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan diganti oleh Agus Martowardojo, tiba-tiba saja yang dilantik orang lain, Anny Ratnawati. Sampai sekarang pun tidak ada kabar kepada Anggito kenapa dia tidak jadi dilantik sebagai wakil menteri keuangan itu. Tidak berlebihan jika dia menyatakan merasa harga dirinya terusik dengan ulah SBY tersebut. Tapi mana SBY perduli?! Kenapa bisa begitu? Jangan-jangan ini juga bagian dari kesepakatannya dengan kubu Aburizal, bahwa yang menentukan siapa Menteri Keuangan dan Wakilnya adalah Aburizal? Anggito juga tidak disukai karena dia dikenal sangat dekat dengan Sri Mulyani, yang bisa jadi malah nanti jadi ganjalan baru. Kalau bukan karena itu, lalu kenapa? Setelah Sri Mulyani berhasil dilengserkan, maka ganjalan utama hubungan antara SBY dengan Aburizal Bakrie pun tersingkir, maka keduanya pun bersatu kembali untuk memenuhi kepentingannya masing-masing, dengan membentuk Sekretariat Gabungan Koalisi dengan ketuanya Aburizal Bakrie. Yang dalam beberapa hal mempunyai kewenangan yang nyaris setara dengan Wakil Presiden, atau bahkan Presiden! Seperti memanggil para menteri, menentukan arah kebijakan pemerintah sebelum kebijakan itu dijalankan, dan seterusnya.

Setelah sekretariat koalisi ini terbentuk maka jelaslah bahwa pernyataan kedua orang ini, SBY dan Aburizal tentang tekad mereka masing-masing untuk membongkar kejahatan demi kepentingan bangsa dan negara sebagaimana saya singgungkan di atas adalah bohong belaka. Semuanya adalah demi kepentingan jangka pendek mereka. Pernyataan Aburizal bahwa Golkar telah bertekad bulat, tidak akan berubah pikiran, tidak akan terpengaruh oleh apa dan siapapun, karena sangat yakin bahwa ada kejahatan besar dalam skandal Bank Century, dan oleh karena itu demi kepentingan bangsa dan Negara akan membongkarnya sampai tuntas, terbukti hanya bohong belaka. Semuanya ada udang di balik batu. Pansus Bank Century, dan lain-lain hanyalah prasasaran untuk mencapai tujuan politik kelompoknya. Setelah terbentuk Sekretariat Bersama Gabungan Koalisi, semua tekad Golkar itu tiba-tiba tenggelam. Seolah hilang tanpa bekas. Sekian miliar rupiah yang telah digunakan membentuk Pansus dan kerjanya selama berbulan-bulan menjadi sia-sia, karena maksud dan tujuan politiknya telah tercapai. Demikian sama saja dengan SBY. Pernyataannya yang menyinggung pihak Bakrie, bahwa pemerintah akan mengusut kasus-kasus pajak di perusahaan-perusahaan besar, terbukti hanya bualan politik saja. Setelah terbentuk Sekretariat Bersama Gabungan Koalisi tersebut, tak terdengarl lagi semangatnya yang berkoar-koar memberantas kasus perpajakan di perusahan-perusahaan besar, khususnya pada Grup Bakrie. Seperti yang saya singgung di atas, polisi saja kelihatannya takut terhadap Grup Bakrie ini. Meskipun Gayus telah mengakui telah menerima uang sedikitnya Rp 65 miliar dari Grup Bakrie, polisi dengan alasan “sangat hati-hati” belum juga terdengar melakukan pengusutan yang serius.
Saya yakin kasus ini cepat atau lambat akan tenggelam di polisi, seperti halnya kasus Bank Century tenggelam di DPR. Kalau hal-hal tersebut di atas adalah benar semua, maka rasanya sebutan koalisi di sini kurang tepat, barangkali lebih tepat digunakan istilah “Sekretariat Bersama Gabungan Konspirasi” Menyinggung sedikit lagi tentang Gayus Tambunan yang bermuara ke Grup Bakrie ini. Fenomena seperti ini seolah menjadi bumerang bagi Bakrie. Pihaknya lah sebagai pelopor dan motor utama mengungkap kasus skandal Bank Century, sampai merembet ke mana-mana. Sampai juga mengena Susno Duadji, yang mengungkapkan peran Gayus Tambunan sebagai makelar kasus pajak. Dari Gayus ini kemudian keluarlah pengakuan menerima uang haram tersebut dari Grup Bakrie juga. Senjata makan tuan? Tapi tuan yang sangat sakti, jadi senjata itu akan dengan mudah ditepisnya?
Saya yakin kasus ini cepat atau lambat akan tenggelam di polisi, seperti halnya kasus Bank Century tenggelam di DPR. Kalau hal-hal tersebut di atas adalah benar semua, maka rasanya sebutan koalisi di sini kurang tepat, barangkali lebih tepat digunakan istilah “Sekretariat Bersama Gabungan Konspirasi” Menyinggung sedikit lagi tentang Gayus Tambunan yang bermuara ke Grup Bakrie ini. Fenomena seperti ini seolah menjadi bumerang bagi Bakrie. Pihaknya lah sebagai pelopor dan motor utama mengungkap kasus skandal Bank Century, sampai merembet ke mana-mana. Sampai juga mengena Susno Duadji, yang mengungkapkan peran Gayus Tambunan sebagai makelar kasus pajak. Dari Gayus ini kemudian keluarlah pengakuan menerima uang haram tersebut dari Grup Bakrie juga. Senjata makan tuan? Tapi tuan yang sangat sakti, jadi senjata itu akan dengan mudah ditepisnya?
Sumber : Diskusi Kompasiana/facebook (c) Daniel H.T.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar