Melihat Sidang Paripurna DPR (Kasus Bank Century) tadi malam, saya teringat ucapan mendiang Raja FAISAL dari Arab Saudi yang dikutipnya dari Ann Richards : "Aku Selalu Bilang bahwa dalam ber-POLITIK, musuh-musuhmu tak akan bisa melukai-mu, TAPI, teman-temanmu akan membunuh-mu" (Muhammad Ilham : Facebook)
Dalam praktek politik, dikenal diktum keramat ” Tidak ada kawan atau lawan yang abadi, yang abadi itu hanyalah kepentingan politik individu atau kelompok”. Walaupun sebuah koalisi dibangun dengan ”tembok” kokoh-kuat, apalagi kemudian diperkuat dengan penandatanganan kontrak politik antarelite politik, bila hanya didasari kepentingan strategis (untuk tidak menyebut : instan) mereka yang berkoalisi tanpa didukung oleh ideologi dan program kabinet yang solid, akan hancur saat kepentingan politik yang mereka perjuangkan mulai tampak berbeda. Fenomena politik ini amat kasatmata terjadi pada koalisi partai-partai politik pendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Hanya karena perbedaan kepentingan politik terkait dengan posisi masing-masing partai anggota koalisi pada Panitia Khusus (Pansus) DPR tentang Hak Angket Bank Century, koalisi partai yang dibangun Yudhoyono bersama Partai Demokrat (PD), Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kini mulai retak dan menjurus pada pecah kongsi.
Secara garis besar, koalisi partai pendukung pemerintah itu kini terbagi ke dalam dua kubu besar. Kubu pertama yang setia mendukung pemerintah, yaitu PD dan PKB, dalam pemandangan awal fraksi di dalam Pansus itu berpendirian bahwa pemberian dana talangan (bail out) terhadap Bank Century dilakukan demi mencegah krisis perbankan dan ekonomi nasional sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan dan tidak ditemukan unsur melawan hukum. Sebaliknya, kubu kedua yang kritis terhadap pemerintah dan ingin ”mengingatkan sahabat dan kawan sekoalisi”, yaitu Golkar, PKS, PAN, dan PPP, menduga kuat ada penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum dalam proses bail out.
Penyelesaian konflik di dalam internal koalisi seharusnya dilakukan Yudhoyono melalui cara berdialog langsung dengan para elite partai pendukung koalisi. Melalui proses ini akan terjadi kesepahaman dan penyelesaian politik yang saling menguntungkan, apakah bentuknya symmetric win-win solution ataupun asymmetric win-win solution. Pendekatan zero sum game menuju pada win-lose atau lose-lose solutions tentunya tidak menguntungkan koalisi. Bagi rakyat keseluruhan, jika koalisi ini pecah kongsi, ini akan menimbulkan iklim yang baik di dalam sistem politik Indonesia, di mana akan ada kesejajaran kekuatan antara eksekutif dan legislatif sehingga proses checks and balances dapat berjalan normal. Namun, bagi Presiden Yudhoyono, ia akan sulit mengelola pemerintahan di dalam situasi anggota DPR dari partainya yang belum memiliki kecanggihan di dalam berpolitik (tentang hal ini : baca artikel dibawah!)
Tadi malam kita melihat, meski dihajar babak belur oleh parlemen lewat Pansus Angket Century, SBY rupanya tenang saja. Memang, sempat diakui kalau dirinya dalam keadaan harap-harap cemas melihat proses dan prilaku Pansus. Tetapi perasaan itu dikuburnya dalam-dalam dan diganti dengan perasaan tenang dan tegas bahwa dirinya mengapresiasi hasil Pansus meskipun tetap akan mempertahankan posisi orang-orang tercintanya, Boediono dan Sri Mulyani Indrawati yang dituding bertanggung jawab atas bailout Century. SBY menepis semua perkirakan banyak orang yang menyatakan akan marah besar terhadap Partai Golkar, PKS dan PPP yang dinilai telah berkhianat kepada koalisi yang dipimpinnya. Justru SBY malah menganggap urusan utak-atik koalisi dan reshuffle kabinet bukanlah hal penting. Prioritas SBY panca tuntasnya kasus Century di DPR adalah bekerja keras untuk menciptakan kesejahteraan rakyat secara nyata. Seperti resi, SBY ingin terlihat sabar, arif dan dewasa, bersih dan suci, tetapi tetap tegas dan berwibawa. SBY tidak ingin merespon secara reaktif keputusan DPR dengan terpancing dan melakukan tindakan seperti anak kecil yang ngambek dan mencak-mencak seperti anak kecil. SBY justru ingin menunjukkan sebagai negarawan sejati yang memikat hati rakyat untuk selalu mengatakan, ‘SBY benar’. Benarkan SBY sudah menjadi resi? atau sekian rencana sudah siap diluncurkan dibalik kelembutannya itu? Hanya Allah yang tahu !
(ada beberapa kalimat yang dikutip dari www.vivanews.com dan www.detik.com/5 Februari 2010)
Secara garis besar, koalisi partai pendukung pemerintah itu kini terbagi ke dalam dua kubu besar. Kubu pertama yang setia mendukung pemerintah, yaitu PD dan PKB, dalam pemandangan awal fraksi di dalam Pansus itu berpendirian bahwa pemberian dana talangan (bail out) terhadap Bank Century dilakukan demi mencegah krisis perbankan dan ekonomi nasional sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan dan tidak ditemukan unsur melawan hukum. Sebaliknya, kubu kedua yang kritis terhadap pemerintah dan ingin ”mengingatkan sahabat dan kawan sekoalisi”, yaitu Golkar, PKS, PAN, dan PPP, menduga kuat ada penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum dalam proses bail out.
Penyelesaian konflik di dalam internal koalisi seharusnya dilakukan Yudhoyono melalui cara berdialog langsung dengan para elite partai pendukung koalisi. Melalui proses ini akan terjadi kesepahaman dan penyelesaian politik yang saling menguntungkan, apakah bentuknya symmetric win-win solution ataupun asymmetric win-win solution. Pendekatan zero sum game menuju pada win-lose atau lose-lose solutions tentunya tidak menguntungkan koalisi. Bagi rakyat keseluruhan, jika koalisi ini pecah kongsi, ini akan menimbulkan iklim yang baik di dalam sistem politik Indonesia, di mana akan ada kesejajaran kekuatan antara eksekutif dan legislatif sehingga proses checks and balances dapat berjalan normal. Namun, bagi Presiden Yudhoyono, ia akan sulit mengelola pemerintahan di dalam situasi anggota DPR dari partainya yang belum memiliki kecanggihan di dalam berpolitik (tentang hal ini : baca artikel dibawah!)
Tadi malam kita melihat, meski dihajar babak belur oleh parlemen lewat Pansus Angket Century, SBY rupanya tenang saja. Memang, sempat diakui kalau dirinya dalam keadaan harap-harap cemas melihat proses dan prilaku Pansus. Tetapi perasaan itu dikuburnya dalam-dalam dan diganti dengan perasaan tenang dan tegas bahwa dirinya mengapresiasi hasil Pansus meskipun tetap akan mempertahankan posisi orang-orang tercintanya, Boediono dan Sri Mulyani Indrawati yang dituding bertanggung jawab atas bailout Century. SBY menepis semua perkirakan banyak orang yang menyatakan akan marah besar terhadap Partai Golkar, PKS dan PPP yang dinilai telah berkhianat kepada koalisi yang dipimpinnya. Justru SBY malah menganggap urusan utak-atik koalisi dan reshuffle kabinet bukanlah hal penting. Prioritas SBY panca tuntasnya kasus Century di DPR adalah bekerja keras untuk menciptakan kesejahteraan rakyat secara nyata. Seperti resi, SBY ingin terlihat sabar, arif dan dewasa, bersih dan suci, tetapi tetap tegas dan berwibawa. SBY tidak ingin merespon secara reaktif keputusan DPR dengan terpancing dan melakukan tindakan seperti anak kecil yang ngambek dan mencak-mencak seperti anak kecil. SBY justru ingin menunjukkan sebagai negarawan sejati yang memikat hati rakyat untuk selalu mengatakan, ‘SBY benar’. Benarkan SBY sudah menjadi resi? atau sekian rencana sudah siap diluncurkan dibalik kelembutannya itu? Hanya Allah yang tahu !
(ada beberapa kalimat yang dikutip dari www.vivanews.com dan www.detik.com/5 Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar