Rabu, 02 Desember 2009

Meski "Gaduh" ...... Demokrasi Tetap Pilihan Terbaik

Oleh : Muhammad Ilham

Mantan Presiden Rumania yang sastrawan, Vaclac Havel, pernah mengatakan bahwa sistem demokrasi berawal dari sistem nilai yang dianut oleh elit-nya. Pembelajaran politik yang baik, menurut Havel, ditentukan secara signifikan oleh kemampuan elit memberikan pembelajaran poolitik yang demokratis kepada rakyat. Dalam konteks ini, terlepas dari kekurangannya, seorang SBY bagi saya adalah figur politisi yang memiliki komitmen tinggi terhadap pembelajaran politik kepada rakyat. Pada masa Presiden kelahiran Pacitan inilah, beberapa kejadian sosial-politik yang cukup "menyentak" dan mungkin tidak terbayangkan selama ini .... justru terjadi. Ketika nama baiknya dicemarkan, menantu Sarwo Edhi Wibowo ini menggunakan "jalur resmi" dengan melaporkan si pencemar nama baiknya itu ke pihak penegak hukum .... tanpa intervensi. Kejadian fenomenal "rekaman Mahkamah Konstitusi" yang ibarat Kotak Pandora, justru bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia secara luas pada masa beliau. Demikian juga dengan statemennya tentang Kasus Century untuk dibuka secara "terang benderang" dan memberikan keleluasaan bagi DPR untuk mengoptimalkan hak angket, semakin memperkuat komitmen seorang SBY untuk memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat Indonesia bahwa demokrasi itu perlu dan harus terus "dihidupi" (walaupun terkadang ini sering dipandang sinis oleh lawan politiknya sebagai bentuk pencitraan). 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia versi Majalah Times ini juga memberikan sebuah pembelajaran bijak : "setiap kita punya wilayah kerja" ...... sehingga ia tidak mau mencampuri atau menintervensi urusan yang bukan dalam ranahnya ..... walaupun pada akhirnya ada kasus-kasus tertentu, ia justru mengenyampingkan hal ini karena pertimbangan suasana bathin masyarakat (tapi tetap dalam konteks dan koridor konstitusionalis).

Tapi, seorang SBY terkadang juga merasa gundah dengan demokrasi a-la Indonesia belakangan ini. Akan tetapi kegundahan tersebut baginya adalah sebuah dinamika dalam proses pembelajaran demokrasi. Meski hingar-bingar, Demokrasi adalah pilihan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada. Demokrasi dalam arti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. "Kalau saya ditanya, demokrasi ini kadang-kadang gaduh, lihat negara lain tidak terlalu gaduh, pembangunan bagus, contohnya Tiongkok dan negara-negara lain," ujar SBY. "Apa tepat kalau pilihan kita demokrasi? Saya mengatakan di berbagai kesempatan, dibandingkan dengan pilihan yang lain, saya tetap menganggap demokrasi itu pilihan yang baik," ujar SBY dalam silaturahmi dengan para Gubernur se-Indonesia.

Menurut SBY, demokrasi dalam arti rakyat kita memilih siapa-siapa yang diberi mandat untuk memimpin baik di tingkat kabupaten, kota, nasional. "Demokrasi dalam arti kebebasan diberi ruang, termasuk kebebasan pers, hak asasi manusia dan sebagainya. Itu demokrasi. Sekarang kita sudah berada dalam tahapan seperti itu. Bahkan beberapa presiden dan perdana menteri mengatakan bahwa freedom di Indonesia itu tumbuh cepat, lebih cepat pertumbuhannya daripada negara-negara lain. Kita merasakan 15 tahun yang lalu dibanding dengan sekarang ini," kata SBY.
Oleh karena itu, lanjut SBY, demokrasi yang hendak kita bangun dan mantapkan dalam reformasi gelombang kedua ini adalah demokrasi di mana nilai dasar demokrasi yaitu freedom itu mesti berjalan bersama-sama dengan aturan dan pranata hukum. Kedua duanya diperlukan.

"Kalau kebebasan kurang, defisit. Rules-nya berlebihan, surplus. Menjadi negara peraturan tidak hidup, sebaliknya kalau freedom berlebihan, absolut , tidak ada aturan akan jadi anarki. Yang kita perlukan adalah demokrasi yang sehat, tetapi juga ada hak dan kewajiban, hak dan tanggung jawab.
Mari kita dorong demokrasi kita lebih bermartabat," kata Presiden SBY.