Adalah penyair legendaris dunia Arab yang berasal dari Lebanon, Gibran Kahlil Gibran, pernah dengan bangga mengatakan Lebanon adalah "sekuntum mawar yang diletakkan Tuhan di bumi". Lebanon, sebuah negara kecil yang memiliki jumlah penduduk lebih kurang 3.500.000 jiwa (2001) merupakan negara yang memiliki panorama indah sehingga dunia menggelari negara asal Gibran ini dengan Paris van Arab. Tapi sayang, sejak timbulnya ketidakstabilan politik yang bermula pada tahun 1970, Lebanon menjadi negara "luka yang hancur koyak moyak serta merobah pandangan dunia dari negeri mawar menjadi negeri duri yang penuh dengan bom", setidaknya demikian bunyi penggalan puisi salah seorang penyair Malaysia dalam suatu acara bedah buku Gibran di pelataran UKMalaysia beberapa waktu lalu.
Dengan memiliki luas 4.015 km², luas Lebanon lebih kecil dari negara Jordania dan separuh dari luas negara Israel, namun lebih besar dari negara Palestina.2 Keempat negara kecil ini (Lebanon, Jordania, Israel dan Palestina) merupakan daerah penting dan memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam mempengaruhi peta politik Timur Tengah bahkan dunia. Bersama-sama dengan Syiria, wilayah-wilayah ini dikenal sebagai Syam pada zaman Rasulullah SAW. Bersama dengan Mesir, Iraq dan Arab Saudi, mereka merupakan negeri-negeri para nabi. Disinilah bertemu berbagai agama, termasuk agama Yahudi, Kristen dan Islam. Yerusalem yang terdapat di wilayah ini, di Palestina yang sekarang dikuasai oleh Israel, merupakan kota penting dalam sejarah agama tiga agama Samawi diatas. Di kota ini terdapat bangunan-bangunan sakral, masjid al-Aqsha yang merupakan salah satu masjid suci ummat Islam, gereja Sepulchre dan Golgotta Rock yang merupakan situs religius ummat Kristen dimana Yesus Kristus disalib dan Dinding Ratapan yang merupakan bangunan suci ummat Yahudi.3 Sehingga tidaklah mengherankan apabila Yerusalem menjadi daerah yang selalu diperebutkan dan menjadi daerah pusaran konflik di Timur Tengah. Setiap terjadi konflik dalam memperebutkan Yerusalem, maka ke empat wilayah diatas : Jordania, Palestina, Israel dan Lebanon, merupakan daerah yang paling merasakan nuansa konflik itu.
Pada zaman Rasulullah SAW. Wilayah-wilayah ini merupakan bahagian dari Imperium Romawi atau Bizantium. Namun pada masa dinasti Muawiyah yang berpusat di Damsyik (ibukota negara Syiria sekarang), Yerusalem berada dibawah kekuasaan klan Umayyah ini. Pihak Kristen kemudian mencoba untuk merampas kembali Yerusalem melalui serial Perang Salib (the Crusades) yang memakan masa ratusan tahun. Mereka kemudian berhasil menaklukkan Yerusalem dan membangun beberapa kerajaan Kristen di beberapa tempat di wilayah itu. Barat menamakan daerah-daerah taklukan tersebut dengan Levant dan kehadiran orang Kristen yang banyak terdapat disekitar wilayah Lebanon hari ini. Kesan Perang Salib cukup besar bagi dunia Eropa karena mampu membuka dan meretas kemajuan peradaban Barat yang selama ini terkungkung dalam kekuasaan gereja Katholik yang otoriter. Melalui interaksi Perang Salib ini, dunia barat menyerap pemikiran tradisi klasik Yunani dan Romawi yang selama ini dipelajari, dimodifikasi dan diperkaya oleh tradisi intelektual Islam. Mulai dari sinilah berawal Renaisans di Italia, Einleightment di Eropa secara umum dan akhirnya Revolusi Industri di Inggris yang menjadi dasar pada peradaban dunia Barat (terutama Eropa) pada hari ini.
Yerusalem kembali ke tangan Islam pada masa Sulthan Salahuddin al-Ayyubi berkuasa di Mesir. Perjuangan dan penghormatan Salahuddin terhadap etika humanisme dalam peperangan bisa dilihat dalam film yang belakangan ini menjadi bahan perbincangan dan pujian hangat di dunia, Kingdom of Heaven. Yerusalem kemudian di kuasai oleh Dinasti Utsmaniyah ketika Konstantinopel tumbang. Wilayah-wilayah yang dikenali sebagai Lebanon, Jordania, Israel dan Palestina merupakan daerah yang dikuasi oleh Dinasti yang berpusat di Istambul Turki ini. Ketika Dinasti Uthmaniyah tumbang dan dominasi Barat muncul di daerah ini, Perancis menguasai Syiria yang didalamnya termasuk yang kini dikenali sebagai Lebanon. Perancis kemudian memisahkan Lebanon atas Syiria pada 1 September 1920. Ia kemudian menjadi wilayah protektorat Perancis dari tahun 1921 hingga 1941. Lebanon kemudian menjadi satu-satunya wilayah Kristen di Asia Barat dan dikalangan negara Arab. Pada masa ini, Kristen merupakan agama mayoritas yang dipeluk penduduk Lebanon dan melalui Perjanjian Nasional tahun 1943, semua jawatan umum dibagikan antara komunitas yang menjadi entitas riil agama di Lebanon yaitu Sunni, Syiah, Druze dan Kristen.
Kristen sebagai agama mayoritas menguasai negara itu bukan hanya dalam bidang politik tetapi juga dalam bidang ekonomi. Tetapi pada tahun 1970, demografi penduduk Lebanon mulai berobah. Kristen tidak lagi menjadi mayoritas. Pada masa ini, komposisi penduduk adalah lebih kurang 70% Islam dan 30% Kristen. Orang Islam, khususnya mazhab Syiah -- golongan yang termarginalisasikan dalam politik dan ekonomi Lebanon -- mulai menuntut persamaan hak. Dari sinilah mulai berawal Perang Saudara yang dahsyat dan ketidakstabilan politik di Lebanon dari tahun 1970 hingga 1990. Perang saudara di Lebanon ini tidak hanya merupakan pertikaian antara orang Islam dan Kristen semata-mata. Ini karena ada orang Kristen yang berpihak kepada kelompok Islam, dan sebaliknya. Perang saudara ini lebih kepada pertikaian antara faksi-faksi yang berkuasa yang melibatkan kekuatan-kekuatan lain bukan saja pada tingkat regional, tetapi juga mempengaruhi konstelasi politik dunia.
Pada tingkat regional, ia melibatkan pasukan gerilyawan dan pelarian Palestina yang diusir oleh pemerintah Jordania dan terpaksa mendirikan kamp-kamp di Beirut. Dengan kehadiran para pelarian dan gerilyawan Palestina yang umumnya merupakan anggota dan simpatisan PLO (Palestinean Liberation Organization) membuat pihak Israel terpancing untuk menyerang Beirut dengan alasan keamanan internal negara mereka. Akibatnya, Israel berusaha untuk menaklukkan lebanon bahkan hingga membunuh begitu banyak pengungsi Palestina di kamp Shabra dan Shatila6 dengan memakai perpanjangan tangan pasukan Falangis (sebuah faksi militer Kristen Lebanon yang sangat membenci orang-orang Palestina). Perancis juga turut memasuki Lebanon untuk membela orang Kristen disana. Syiria juga terpaksa membantu sekutu-sekutu mereka disana. Iran yang baru selesai melakukan transisi politik melalui Revolusi Islam pada tahun 1979 turut membantu mazhab Syiah melalui Amal dan Hizbullah. Pada sisi lain, Amerika Serikat juga turut terlibat. Negara Adi Kuasa ini mengirim tentara laut mereka ke Lebanon. Sementara itu, Uni Sovyet yang menjadi sekutu Syiria turut membantu secara tidak langsung.
Keadaan di Lebanon begitu kompleks karena banyak kekuatan-kekuatan asing yang terlibat sementara negara ini menjadi strategis karena ia dilihat sebagai kunci terhadap keselamatan Israel. Bagi AS, keselamatan Israel adalah segala-galanya. Sebagai satu-satunya negara Arab yang memiliki jumlah orang Kristen yang cukup banyak, Lebanon menjadi begitu istimewa bagi Eropa, malah ada yang melihatnya sebagai pewaris historis kerajaan-kerajaan salib pada zaman silam. Syiria yang begitu intens hingga sekarang dalam mempengaruhi sistem politik Lebanon, masuk kenegara ini pada tahun 1976 atas undangan Presiden Lebanon pada masa itu, Franjieh. Undangan ini kemudian mengawali keterlibatan besar Syiria atas Lebanon. Syiria kemudian menempatkan 30.000 anggota tentaranya untuk menjaga kestabilan politik dan keamanan. Sejak mulai saat itu, ketergantungan Lebanon terhadap Syiria makin tinggi. Selama dibawah pengawasan Syiria inilah, untuk pertama sekali Lebanon mengadakan pemilu pada bulan Mei 1998. Pengaruh Syiria dan Kestabilan politik dan keamanan ini cukup lama dinikmati oleh negara Palestina hingga terjadinya pembunuhan bekas PM Lebanon, Rafik Hariri, seorang Sunni kharismatik yang menentang keberadaan Syiria di Lebanon. Akibatnya dari pembunuhan ini, terjadi demonstrasi besar-besaran menuntut pengunduran tentara Syiria dari Lebanon. Mereka menentang Presiden Emille Lahoud yang didukung oleh Syiria.
Akibat tekanan dari rakyat Lebanon yang menganggap Syiria berada dibelakang pembunuhan PM Rafik Hariri serta harapan dari berbagai negara-negara Arab, akhirnya Syiria menarik tentaranya dari Lebanon. Negara ini kemudian mengadakan pemilihan umum pada bulan Juni 2005 yang lalu. Hasil pemilihan umum ini menunjukkan sebuah fenomena politik yang cukup menarik dimana disamping terjadinya kerjasama antara kelompok Islam dengan Kristen, juga terjadi kerjasama antara kelompok yang pro-Syiria dengan kelompok yang anti-Syiria. Dalam pemilu bulan Juni yang lalu, Lebanon menyaksikan persekutuan antara faksi yang diketuai oleh Saad Hariri, anak Rafik Hariri, yang menentang kehadiran Syiria dengan faksi pro-Syiria yang diketuai oleh Suleiman Franjieh, cucu Franjieh yang mengundang Syiria pada tahun 1976. Parlemen Lebanon mempunyai 128 kursi dengan masing-masing separuh diperuntukkan untuk kelompok Kristen dan Islam. Dalam pilihan raya baru lalu terlihat secara jelas bahwa kelompok pimpinan Hariri iaitu oposisi yang anti-Syiria memperoleh 28 dari 78 kursi parlemen yang diperebutkan. Hasil ini untuk pertama sekalunya setelah Perang Saudara, kelompok yang anti-Syiria mendapat kursi yang cukup signifikan. Sementara itu, pihak pro-Syiria memperoleh 21 kursi. Di sebelah selatan Lebanon, kelompok Hizbullah dan Amal mendapat 35 kursi. Mereka umumnya adalah pro-Syiria akan tetapi mampu bekerjasama dengan baik dengan yang anti-Syiria. Fenomena politik di Lebanon, selepas terbunuhnya Rafik Hariri dan ditariknya pasukan Syiria, menunjukkan sesuatu yang menarik sekali dimana kelompok yang anti Syiria mampu bekerjasama dengan yang pro-Syiria. Sesuatu yang selama ini tidak akan mungkin terwujud selama ini. Rupanya masyarakat Lebanon menyadari bahwa mereka telah lelah dalam konflik politik yang berkepanjangan dan mereka sudah merasa mampu menjaga kedaulatan politik negara mereka tanpa berada dibawah naungan dan bayang-bayang Syiria.
1 komentar:
sangat menarik
Posting Komentar