Oleh : Muhammad Ilham
“Bangsa Palestina dibiarkan sendiri”, demikian kata Tony Clifton, seorang jurnalis Newsweek beberapa tahun lalu. Rasanya keluhan ini tak pernah kehilangan konteks. Selalu aktual. Wartawan asal Australia ini, secara terus terang mengaku pro-Palestina. “Di Timur Tengah …… tak ada damai tanpa Mesir, tak ada perang tanpa Suriah, akan tetapi dalam kondisi apapun, Palestina tetap dalam posisi yang dirugikan”, demikian epilog Clifton dalam bukunya God Cried (Tuhan yang Menangis).
Buku ini sangat menarik, walaupun edisi awalnya dicetak tahun 1982 sehingga ada fakta-fakta yang terkesan kehilangan “konteks”. Akan tetapi, persoalan Palestina selalu aktual. Tangisan yang aktual. Penderitaan yang aktual. Ketidakadilan yang aktual. Dan sikap ummat Islam (baca: entitas Islam Timur Tengah) yang selalu aktual : “masa bodoh”. Anti Menachen Begin dan anti Sharon (dua pilar utama ideologi zionisme tahun 1980-an) sangat terasa sekali dalam buku ini. Menachen Begin (kala itu PM Israel), diakui dunia sebagai pahlawan kemanusiaan. Bersama-sama dengan Anwar Sadat (Presiden Mesir) dan Jimmy Carter (Presiden AS sebelum Reagan), dihadiahi Nobel Perdamaian berkat Perjanjian Camp David. Ariel Sharon (kala itu Menteri Pertahanan/Menteri Luar Negeri), tercatat memiliki tangan yang "berlumuran darah" karena pembantaian orang-orang Palestina di Kamp Pengungsian Sabra Shatilla. Sharon mengomandoi pembantaian ini. Nobel yang diterima Begin diawali oleh darah rakyat Palestina dan kegarangan "monster" yang bernama Sharon. Lalu Arafat dan rakyat Palestina dimana ? Mereka ditinggalkan. Dibiarkan sendiri dan menjadi proyek politik elit-elit politik negara Timur Tengah.
Lalu mengapa judul buku ini “Tuhan yang Menangis?”. Idenya datang dari sebuah lelucon Palestina. Konon, Ronald Reagan (Presiden AS era 1980-an), Leonid Ilyich Ulyanov Brezhnev (Presiden Uni Sovyet) dan Yasser Arafat (tokoh sentral PLO) dipanggil menghadap Tuhan. Reagan bertanya kepada Tuhan, kapan Presiden AS memerintah dunia ? Tuhan menjawab 200 tahun lagi. Dan Reagan-pun menangis. Brezhnev juga bertanya senada, kapan komunis menguasai dunia? Tuhan menjawab 250 tahun lagi. Sebagaimana halnya Reagan, Brezhnev juga menangis. Akhirnya Arafat bertanya, kapan bangsa Palestina memiliki tanah air yang merdeka dan kehidupan damai ? Kali ini, justru Tuhan yang menangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar