Senin, 04 Juli 2011

SBY, JFK dan Keberanian Bertindak

Oleh : Muhammad Ilham

Kalau jadi sahabat, jadilah sahabat yang setia dan bila jadi lawan,
janganlah jadi lawan yang pengecut.
(Robert "Bob" Kennedy)

Ada perbedaan signifikan antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan John Fritzgerald Kennedy (JFK). Keberanian mengambil alih tanggung jawab. Memang tidak adil membandingkan antara dua presiden, JFK dan SBY, yang ganteng serta bersisiran rambut rapi a-la beatles ini. Zaman dan tantangan mereka berdua, jelas berbeda. Tapi melihat "gonjang-ganjing" kasus korupsi di tanah air belakangan ini, mengingatkan saya kepada keberanian bertindak dari JFK ketika anak buahnya tidak memiliki kemampuan menyelesaikan suatu masalah. Kasus Nazaruddin (Sesmenpora Gate) misalnya, yang menyerempet the ruling party "milik" SBY dan berkorelasi dengan "ketentraman"politik nasional, tidak disikapi dengan tegas oleh kakak ipar Jenderal (Art.) Pramono Edhi Wibowo (Kepala Staf Angkatan Darat yang baru) tersebut. Padahal, sejatinya SBY memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan cepat. Janji concern terhadap pemberantasan korupsi justru hanya jualan politik. KPK dipermainkan Nazaruddin (plus) pengacaranya si-Otto Cornelis Kaligis itu. Elit Partai Demokrat saling sikut menyikut, saling counter-attack. Rakyat jadi bingung. Mengapa SBY membiarkan hal ini terjadi ? Padahal, SBY bisa "menjewer" Nazaruddin dan memerintahkan "anak-anak ideologisnya" untuk memaksa jemput atau bahkan menangkap (katakanlah demikian) mantan Bendaharawan Partai Poltak ... eh Partai Politik berlambang bintang Mercy ini. Terlepas si Nazaruddin ini saksi ataupun tersangka.

Nampaknya SBY harus belajar pada JFK, walau sekali lagi, ini terkesan a-historis. JFK dikenal sebagai orang yang menaruh hormat kepada orang-orang yang berani bertindak. Ketika ia jadi Presiden Amerika Serikat, termuda lewat Pemilu sepanjang sejarah negara ini, ia mengambil keputusan-keputusan berani, terlepas apakah ada yang setuju atau tidak. Ini terlihat dari peristiwa fenomenal, peristiwa Teluk Babi. Ia mengambil oper jadi tanggung jawabnya sendiri ketika anak buahnya yang dilaih CIA gagal mendarat di Teluk Babi Kuba, walau proyek ini sebenarnya sudah dirancang sebelum JFK jadi Presiden. JFK taklari dari tanggung jawab. Ia tak mau terlibat dalam diskusi yang membingungkan publik, membiarkan anak buahnya saling sikut-sikutan akibat kegagalan pendaratan tersebut. Presiden ganteng ini dengan berani mengancam Uni Sovyet agar membongkar missile-nya di Kuba. Rakyat Amerika Serikat pantas khawatir dengan keberadaan misil-misil tersebut. Kuba yang berada di "teras"negara Paman Sam ini bisa menjadi tempat strategis bagi Uni Sovyet "menyapu"Amerika Serikat dari muka bumi. Sebuah gertaka yang teramat berani. Padahal Presiden Uni Sovyet kala itu - Nikita Kruschev - juga dikenal sebagai Presiden pemberani negara yang dijuluki Tirai Bambu ini. Dunia tegang. Dunia berada diambang perang besar. Tapi Kruschev mengalah. Misil-misil dikembalikan ke Uni Sovyet. Buah dari keberanian JFK dalam bertindak, mengambilalih tanggung jawab dan tidakmembiarkan rakyatnya menjadi bingung disuguhi tontonan saling menyalahkan dari elit politik mereka.

Dunia juga mencatat keberanian JFK ketika merombak jalan dan garis politik negara Amerika Serikat yang selalu memberikan bantuan senjata kepada negara-negara berkembang demi membendung komunisme. Ia lebih sukamemberikan bantuan ekonomi agar taraf hidup menjadi layak, karena baginya senjata tak mampu menyelesaikan masalah. Dan memang pada akhirnya JFK terbunuh. Tapi sejarah mencatat, JFK merupakan politisi berpendirian teguh dan berani bertindak. Karena ini pula, kawan maupun lawannya menaruh hormat. Nikita Kruschev yang dianggap seteru abadi Amerika Serikat pada era JFK, merasa perlu menjadi orang pertama yang menyatakan duka cita terdalam. Di pagi buta yang dingin, Kruschev mengunjungi Kedubes Amerika Serikat di Moscow, menyatakan rasa belasungkawa selepas mendengar JFK tewas. Apa yang berlaku pada JFK, juga terlihat pada adiknya, Robert "Bob" Kennedy. Ketika Bob ini menjabat sebagai Jaksa Agung, ia datang ke Indonesia di utus kakaknya untuk menjadi penengah Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Diadakannya KTT di Tokyo antara Presiden Indonesia Soekarno (kelak, anaknya Megawati Soekarnoputri juga jadi Presiden Indonesia), Presiden Macapagal Arroyo dari Filiphina (kelak anaknya, Gloria Macapagal Arroyo mengikuti jejaknya juga) dan Tengku Abdurrahman dari Malaysia, menjadi berhasil dilakukan berkat (salah satunya) kreasi-diplomatik dari Bob Kennedy. Dan untuk ini, Bob Kennedy mendapat lemparan telur busuk di Universitas Indonesia ketika ia berkunjung ke Universitas terkenal Indonesia ini. Selepas "mendapat" lemparan telur busuk dan pulang ke Amerika, Bob menulis buku kecil yang menunjukkan profil seorang pemberani, (kalau tak salah) buku tersebut berjudul Just Friend and Brave Enemy. "Kalau jadi sahabat, jadilah sahabat yang setia dan bila jadi lawan, janganlah jadi lawan yang pengecut. Bila kamu jadi pemimpin, jangan biarkan permasalahan ditanggung anak buahmu, sementara kamu memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya". Ah, seandainya SBY itu JFK atau Bob Kennedy, tentu tak banyak kebingungan politik yang dipertontonkan. "Iyalah bang, masak abang bandingkan JFK dengan SBY, itu sama saja membandingkan Marlyn Monroe dengan Ibu Ani Yudhoyono, beda tempat dan zaman dong!", celetuk istri saya. Aha, perumpamaan yang pas. Pintar istri saya ini, bukan Jacklyn Kennedy yang dibandingkannya dengan Ani Yudhoyono. Eureka... !, nampaknya, ada yang lebih bagus dari SBY dibandingkan JFK. SBY teramat setia pada istri dan keluarga, beda dengan JFK yang sering "menyelinapkan" Marlyn Monroe ke Gedung Putih.

(Catatan : Tanggal 2 Juli 2011 yang lalu, SBY telah memerintahkan untuk menangkap Nazaruddin)

Sumber foto : www. duniabebas.com

Tidak ada komentar: