Seperti dilansir BBC, Rabu (14/9), pengadilan di Den Haag menyatakan pemerintah Belanda bertanggung jawab atas pembantaian yang dilakukan tentaranya di Rawagede. Dalam agresi militer itu, tentara Belanda membantai seluruh pria Desa Rawagede Karawang Jawa Barat tahun 1947. Aksi ini dilakukan tentara Belanda untuk memberikan tekanan terhadap tentara kemerdekaan Indonsia. BBC menyebutkan pembantaian di Rawagede itu disebut sebagai pembantaian kejam yang terjadi di Jawa Barat saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Tidak ada satu pun tentara yang terlibat dalam pembantaian itu, pernah diproses hukum. Pengadilan mengabulkan sebagian dari tuntutan-tuntutan ahli waris korban pembantaian Rawagede. Tuntutan-tuntutan yayasan (Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda/YKUKB, red) ditolak, karena tidak cukup jelas mereka mewakili kepentingan siapa. Berikut ini teks vonis Pengadilan Negeri Den Haag dengan kode Vonis: BS8793 mengenai perkara tuntutan para ahli waris korban pembantaian Rawagede dalam gugatan hukum melawan Negara (Kerajaan Belanda), diterjemahkan oleh koresponden detikcom di Den Haag. Di bagian bawah ini terlampir teks otentiknya dalam bahasa Belanda, yang diumumkan ke publik di situsweb rechtspraak.nl, sebuah situsweb resmi Yustisi Belanda untuk informasi tentang pengadilan setingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung, serta untuk mempublikasikan vonis-vonis pengadilan semua tingkatan.
Den Haag, 14-9-2011
Pengadilan Negeri (PN) Den Haag hari ini mengeluarkan vonis atas prosedur versus Negara, yang ditempuh oleh sejumlah janda dan seorang anak perempuan dari para korban eksekusi tentara Belanda saat aksi polisionil (Agresi Militer Belanda, red) di Desa Rawagede, Jawa (Indonesia), pada 9 Desember 1947. Ikut hadir selaku sesama penggugat yakni seorang korban selamat dari eksekusi -namun akhirnya meninggal saat prosedur ini berlangsung- dan sebuah yayasan (Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda/YKUKB, red), yang menyatakan antara lain mewakili korban-korban lainnya dari eksekusi Rawagede. Para penggugat menuntut suatu pernyataan hukum bahwa Negara telah melakukan tindakan melawan hukum terhadap para janda dan anggota keluarga lainnya dari para korban eksekusi dan terhadap seorang yang menderita cacat akibat eksekusi. Di samping itu mereka menuntut kompensasi atas kerugian, di mana besarnya masih harus ditentukan lebih lanjut. Para penggugat menyatakan bahwa eksekusi yang dilakukan oleh tentara Belanda adalah melawan hukum, karena hal itu menyangkut orang-orang tak bersenjata yang dieksekusi tanpa melalui proses hukum apapun. Melawan hukum pula menurut para penggugat, bahwa tidak pernah dilakukan penyelidikan (pidana) secara mendalam atas eksekusi itu dan para perwira penanggung jawab tidak pernah dituntut. Negara tidak membantah bahwa eksekusi tersebut melawan hukum, tapi berdalih bahwa tuntutan itu telah kadaluarsa.
Pengadilan mengabulkan sebagian tuntutan-tuntutan itu. Pengadilan menilai bahwa tuntutan berdasarkan eksekusi jika disimpulkan secara cermat-sudah kadaluarsa, namun dalih kadaluarsa oleh Negara terhadap orang-orang yang terlibat langsung, yakni para janda dari orang-orang yang saat itu dieksekusi dan seorang yang selamat dari eksekusi, tidak bisa diterima. Pengadilan telah mempertimbangkan berbagai situasi yang lebih ditekankan pada keseriusan fakta-fakta. Pengadilan juga menganggap penting fakta bahwa tak lama setelah eksekusi Rawagede telah dinyatakanbahwa tindakan itu tidak dibenarkan. Terhadap ahli waris generasi berikutnya (diantaranya anak perempuan korban yang hadir sebagai penggugat) pengadilan menerima dalih Negara tentang perkara kadaluarsa. Mengenai tuntutan terhadap 'tidak melakukan investigasi dan tidak menuntut pelaku eksekusi', pengadilan juga menerima dalih Negara tentang kadaluarsa. Tuntutan-tuntutan yayasan ditolak, karena tidak cukup jelas mereka mewakili kepentingan siapa.
Den Haag, 14-9-2011
Pengadilan Negeri (PN) Den Haag hari ini mengeluarkan vonis atas prosedur versus Negara, yang ditempuh oleh sejumlah janda dan seorang anak perempuan dari para korban eksekusi tentara Belanda saat aksi polisionil (Agresi Militer Belanda, red) di Desa Rawagede, Jawa (Indonesia), pada 9 Desember 1947. Ikut hadir selaku sesama penggugat yakni seorang korban selamat dari eksekusi -namun akhirnya meninggal saat prosedur ini berlangsung- dan sebuah yayasan (Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda/YKUKB, red), yang menyatakan antara lain mewakili korban-korban lainnya dari eksekusi Rawagede. Para penggugat menuntut suatu pernyataan hukum bahwa Negara telah melakukan tindakan melawan hukum terhadap para janda dan anggota keluarga lainnya dari para korban eksekusi dan terhadap seorang yang menderita cacat akibat eksekusi. Di samping itu mereka menuntut kompensasi atas kerugian, di mana besarnya masih harus ditentukan lebih lanjut. Para penggugat menyatakan bahwa eksekusi yang dilakukan oleh tentara Belanda adalah melawan hukum, karena hal itu menyangkut orang-orang tak bersenjata yang dieksekusi tanpa melalui proses hukum apapun. Melawan hukum pula menurut para penggugat, bahwa tidak pernah dilakukan penyelidikan (pidana) secara mendalam atas eksekusi itu dan para perwira penanggung jawab tidak pernah dituntut. Negara tidak membantah bahwa eksekusi tersebut melawan hukum, tapi berdalih bahwa tuntutan itu telah kadaluarsa.
Pengadilan mengabulkan sebagian tuntutan-tuntutan itu. Pengadilan menilai bahwa tuntutan berdasarkan eksekusi jika disimpulkan secara cermat-sudah kadaluarsa, namun dalih kadaluarsa oleh Negara terhadap orang-orang yang terlibat langsung, yakni para janda dari orang-orang yang saat itu dieksekusi dan seorang yang selamat dari eksekusi, tidak bisa diterima. Pengadilan telah mempertimbangkan berbagai situasi yang lebih ditekankan pada keseriusan fakta-fakta. Pengadilan juga menganggap penting fakta bahwa tak lama setelah eksekusi Rawagede telah dinyatakanbahwa tindakan itu tidak dibenarkan. Terhadap ahli waris generasi berikutnya (diantaranya anak perempuan korban yang hadir sebagai penggugat) pengadilan menerima dalih Negara tentang perkara kadaluarsa. Mengenai tuntutan terhadap 'tidak melakukan investigasi dan tidak menuntut pelaku eksekusi', pengadilan juga menerima dalih Negara tentang kadaluarsa. Tuntutan-tuntutan yayasan ditolak, karena tidak cukup jelas mereka mewakili kepentingan siapa.
Vonis: BS8793
Vorderingen nabestaanden van in Rawagedeh gexecuteerde mannen gedeeltelijk toegewezen
Den Haag, 14-9-2011
De rechtbank s-Gravenhage heeft vandaag uitspraak gedaan in de procedure die was aangespannen tegen de Staat door een aantal weduwen en een dochter van mannen die ten tijde van de eerste politionele actie op 9 december 1947 door Nederlandse militairen zijn gexecuteerd in het dorp Rawagedeh te Java (Indonesi). Als mede-eisers traden op een - tijdens de procedure overleden - overlevende van de executies en een Stichting die stelde onder meer de overige getroffenen van de executies te Rawagedeh te vertegenwoordigen. De eisers vorderden een verklaring voor recht dat de Staat onrechtmatig heeft gehandeld jegens de weduwen en overige familieleden van de gexecuteerde mannen en jegens de man die letsel had opgelopen door de executies. Daarnaast vorderden zij vergoeding van schade, waarvan de hoogte nog nader moet worden bepaald. Eisers voerden aan dat de executies die door Nederlandse militairen zijn uitgevoerd onrechtmatig waren omdat het ging om ongewapende personen die zonder enige vorm van proces zijn gexecuteerd. Bovendien was het volgens eisers onrechtmatig dat geen diepgravend (strafrechtelijk) onderzoek heeft plaatsgevonden naar de gebeurtenissen en dat de verantwoordelijke militairen nooit zijn vervolgd. De Staat bestreed in de procedure niet dat de executies onrechtmatig waren maar beriep zich erop dat de vorderingen zijn verjaard.
De rechtbank heeft de vorderingen gedeeltelijk toegewezen. De rechtbank oordeelde dat de vorderingen op grond van de executies strikt genomen zijn verjaard, maar dat een beroep op verjaring door de Staat jegens de direct betrokkenen, dat wil zeggen de weduwen van de destijds gexecuteerde mannen en de overlevende van de executies, onaanvaardbaar is. De rechtbank heeft daarbij verschillende omstandigheden in aanmerking genomen waarbij veel nadruk is gelegd op de ernst van de feiten. De rechtbank achtte het ook van belang dat kort na de executies reeds is geoordeeld dat deze onaanvaardbaar waren. Jegens de nabestaanden van volgende generaties (waaronder de dochter die als eiser optrad) heeft de rechtbank het beroep van de Staat op verjaring gehonoreerd. Ook ten aanzien van de vorderingen wegens het niet-doen van onderzoek en het niet-vervolgen heeft de rechtbank het beroep van de Staat op verjaring gehonoreerd. De vorderingen van de Stichting zijn afgewezen omdat onvoldoende duidelijk is van wie zij de belangen behartigt.
Uitspraken: BS8793
Sumber : detik.com/BBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar