Ada dua hal yang kontradiktif :
(c) luv-islam.com |
Pertama, Direktur CIA David Petraeus mundur sebagai pimpinan CIA, sebuah jabatan prestisius-strategis, pimpinan agen mata-mata terdepan AS. Tak ada apa-apanya dibandingkan dengan BIN, KGB ataupun Mossad. Jenderal pintar ini mengatakan (bahwa) ia terlibat perselingkuhan dan mengakui telah melakukan kesalahan fatal. Ia berkata, "setelah 37 tahun menikah, saya melakukan tindakan yang salah dengan terlibat skandal di luar pernikahan. Perilaku seperti itu tidak bisa diterima, baik saya sebagai suami maupun sebagai pimpinan organisasi." Ia kemudian minta maaf masyarakat AS .......... dan pada keluarganya. Obama mengatakan bisa menerima pengunduran diri itu sembari memuji atas karyanya di CIA, dan atas jasanya pernah memimpin tentara AS di Irak dan Afganistan. Fox News memberitakan bahwa dia berselingkuh dengan Paula Broadwell, seorang penulis biografi. Intinya, David Petraeus yang Jenderal itu mundur karena menghargai sebuah lembaga yang bernama perkawinan, dan ia menyadari bahwa secara personal dan status, ia adalah figur publik dan publik referen. Ia tak mau berdebat di tataran legalitas-juridis, tapi ia lebih mengedepankan sesuatu yang "mahal" bernama ETIKA.
Kedua, Aceng HM. Fikri, Bupati Garut nan fenomenal itu, melalui pengacaranya, tak mau mengundurkan diri atas nama legalitas-yuridis. Menyikapi pernikahan 5 harinya, si Bupati ini menganggap pernikahannya secara agama sah, dan tak berbuat salah menurut kacamata Fiqh Munakahat. Mantan Secondan Dicky Candra yang artis itu, juga mengatakan bahwa pernikahannya dengan remaja putri 18 tahun itu, ibarat "membeli barang". "Kalau tak sesuai dengan Spek-nya, buat apa diteruskan". Sebuah argumen yang CETAR - meminjam istilah Syahrini ... hehehe. Dan dalam acara Indonesia Lawyer Club, saya "terkezzut" (pakai huruf "zz"), beberapa ulama kaliber nasional yang dijadikan narasumber oleh Karni Ilyas pun berkomentar tentang Pernikahan Siri si Aceng. Pendapat ulama-ulama ini, si Aceng yang selalu berkopiah hitam tersebut : Pernikahan Aceng dan Fanny Octara secara Fiqh Munakahat, sah. Jangan diperdebatkan, karena sama denga memperdebatkan ketentuan agama (Islam). Mau "satu jam, atau satu hari" pun, perkawinan tersebut tetap sah. Biasa kok, mau diceraikan Aceng mau tidak, terserah ia. Tak perlu harus minta izin sama atasan atau pimpinannya bila ia ingin poligami dan nikah siri ". Poligami itu, kata seorang Imam Besar Masjid terkenal Indonesia yang dibangun oleh arsitek Batak-Kristen (Frederick Silaban), Masjid Istiqlal, berkata, "Orang yang poligami tersebut adalah orang yang memiliki keberanian. Aceng Fikri adalah orang yang Berani".
___________ Dan, tak satu-pun ulama-ulama gadang itu mempersoalkan "begitu rendahnya wanita" dalam proses Aceng Gate tersebut. Bahkan secara langsung justru menganggap Aceng itu pemberani, orang berpoligami adalah orang "Bagak". Karena Rasulullah juga berpoligami, menurut ulama-ulama yang membuat saya miris-terkezut tersebut. Saya akhirnya berfikir, bukankah orang yang mampu menghargai lembaga perkawinan,menyanyangi anak dan (satu) istrinya dengan baik ..... tidakkah orang itu berani dan jantan ? ...... Tidakkah justru orang seumpama Aceng adalah tipikal manusia Pengecut dan berlindung dibalik nash agama yang ditafsirkan secara parsial ? Harusnya para ulama-ulama dan "pengikut" Aceng itu belajar secara totalitas sejarah nabi Muhammad dalam konteks poligami-nya, bukan "membatasi" episode kehidupan nabi pada fase ia berpoligami. Berapa tahun nabi SAW. Monogami ? Bukankah cukup panjang waktu yang ia lalui bersama Khadidjah seorang ? Bukankah masa-masa panjang "berdua" Muhammad-Khadidjah itu, putra Abdullah tersebut sedang "kuat-subur", masa penuh bergolak ? Lalu, kapan ia berpoligami ? Dengan siapa dan konteks (ashbab)-nya apa ? Urusan Syahwat, nash agama dibawa-dibawa. Urusan Syahwat, argumen legalitas-normatif, dipakai secara mati-matian tanpa melihat untuk apa nash (legalitas-normatif) itu hadir ? Seharusnya Fiqh tidak berhenti di analisis makna nash, tapi juga melihat ujung-nya yaitu ETIKA !!
Tapi sudahlah, saya tak banyak punya pengetahuan tentang Fiqh Munakahat. Ilmu saya dangkal tentang ini. Saya hanya ingat nasehat ibu saya (almarhumah) yang buta huruf pada saya beberapa tahun lalu menjelang ia meninggal.
"Untuk apa orang Sholat, nak ?, " tanyanya.
"Agar etika orang tersebut terjaga. Bukankah ujung dari sholat tersebut mencegah perbuatan keji dan munkar ?", jawabnya
"Untuk apa orang puasa, nak ?, " tanyanya kembali.
"Agar orang merasa kasihan pada orang yang tak punya. Agar kita amanah pada Tuhan", jawabnya kembali.
"Bila kamu nanti menikah, untuk apa menikah itu nak ?," tanyanya pada saya yang terpana.
"Perkawinan itu bukan Ijab Qabul, mahar, wali dan saksi saja nak. Tapi ada ujung dari perkawinan atau pernikahan itu, yaitu menciptakan kedamaian, keluarga yang bahagia, sakinah mawaddah wa rahmah. Perkawinan tidak akan damai bila kamu menyakiti istri dan anak-anakmu nanti. Perkawinan tidak akan indah bila kamu berbohong dan berselingkuh. Bila istri-mu memiliki kekurangan, kamu harus menutupinya. Jangan ketika ia sehat dan cantik, kamu mau. Namun ketika ia berkeriput, kamu tinggalkan. Kesalahan istri kamu pada dasarnya juga kesalahan kamu", jawabnya dengan panjang.
Malam kemaren, sebelum tadi malam, selepas saya menonton dengan istri acara ILC (Nikah Siri : Kasus Aceng), UPIK BANUN saya bertanya waktu mau tidur.
"Bang, bagaimana abang melihat lembaga perkawinan itu ?", katanya.
(Mungkin ia sedikit takut mendengar ulama-ulama "gadang" dalam acara ILC tersebut mengatakan lelaki berpoligami adalah lelaki pemberani .... Hiiiks)
Saya-pun tersenyum dan berkata, "ente dan anak-anak adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan pada saya, dan sombong teramat besar saya pada Tuhan bila, anugerah terindah saya sia-siakan. bagi saya itu makna JANTAN". Titik, dan tak perlu kita bahas argumen ulama-ulama gadang di ILC itu, kata saya sambil memadamkan lampu, dan mulai memasuki "keheningan" tidur.
_______ Ujung FIQH adalah Etika, demikian kata almarhumah UMAK saya. Sehingga tak salah, bila perdebatan masalah Nikah Siri, Aceng dan Poligami di ILC, tak memberikan "inspirasi". Jenderal David Petraeus mengedepankan Etika, bukan formal-legalistik. Sementara (belajar dari kasus Aceng), nampaknya kita lebih menyukai berada pada tataran Fiqh, ujungnya-outputnya (baca : Etika), kita kesampingkan. Padahal, karena Etika itulah Rasul di utus ke muka bumi ini. Simpulan saya, "pengajian" almarhumah umak saya yang buta huruf itu jauh lebih ber-ETIKA dibandingkan ulama-ulama gadang yang, menurut saya, tercermin "syahwat tersembunyi". Buktinya, ketika ditanya Karni Ilyas, mengapa harus poligami ? .... jawab mereka umumnya sama, "daripada berzina, kan lebih baik poligami ? (standar mereka hanya-lah Zina). Memangnya nabi berpoligami karena, "daripada berzina ?".
:: Sekali lagi, kita semua terserah berpendapat.
Walaupun agamaku memberikan daya tawar tinggi padaku yang berjenis kelamin laki-laki, namun yakinlah, saya ingin meneladani Baginda Yang Mulia, Muhammad SAW. Beliau yang rajin berolah raga (tentunya olah fisik masa itu : berkuda dan memanah) dan mempraktekkan hidup sehat tersebut, tak memberikan contoh bahwa Khadijah-lah yang harus meminta maaf padanya terlebih dahulu. Muhammad SAW. yang rajin meminum susu kambing itu justru memuliakan wanita. Bukan menganggap wanita sebagai "mainan" dan assesoris "freudian" kelelakiannya.
Referensi : Foxnews (cc : ABCNews) cc. detik.com
Referensi : Foxnews (cc : ABCNews) cc. detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar