Minggu, 27 Maret 2011

Sisi Lain "Revolusi" Bahrain

Oleh : Muhammad Ilham

Bahrain bergolak. Konsekuensi alur "domino" Revolusi Jasmine Tunisia dan Mesir. Tapi dunia terfokus pada Libya. "Penanganan" Libya jelas, NATO dengan ujung tombaknya Amerika Serikat, Inggris dan Perancis memiliki kontribusi besar melaksanakan opersai militer (walau hanya dalam tataran operasi udara) dengan target menjatuhkan Moammar Khaddafi. Tapi Bahrain, lain. Kesultanan kaya yang selama ini damai, bergolak sebagaimana halnya Libya. Tapi penanganannya bukan oleh pasukan in-group Bahrain. Mungkin karena tiodak memiliki tentara yang memadai, Sultan Bahrain mengundang tentara Arab Saudi untuk mematahkan demonstran-demonstran yang menyuarakan revolusi tersebut. Jadilah, saudara seiman Bahrain berjatuhan karena senjata saudara seiman yang lain - tentara Arab Saudi.

Pemimpin Hezbolah, Sayyed Hussain Nasser yang saya kutip dari republika.co.id mengatakan : "Liga Arab dan negara-negara Arab saat ini menghadapi dua revolusi (Libya dan Bahrain). Dalam menyikapi Libya, Liga Arab lebih memilih bungkam. Padahal banyak warga Libya yang tewas. Negara-negara Arab tidak mengirimkan pasukan ke Libya. Akan tetapi apa yang mereka lakukan terhadap Bahrain? Revolusi di Bahrain disikapi berbeda dengan revolusi di Libya. Negara-negara Arab mengirim pasukan ke Bahrain dan membantai para demonstran yang melaksanakan aksi damai. Aksi unjuk rasa di Bahrain berlangsung dengan damai, bahkan tidak ada satu mobil pun yang dibakar dan tidak ada sebuah kaca yang pecah. Akan tetapi pasukan Arab Saudi dikerahkan untuk membantai masyarakat yang melakukan demo damai. Bahkan pasukan keamanan menyerang rumah sakit dan rumah-rumah pemimpin pendemo. Ini adalah cara Zionis Israel. Rezim Zionis menyerang rumah-rumah penduduk. Hal yang sama juga dilakukan tentara Bahrain. Rezim Bahrain bahkan menghancurkan bundaran Mutiara dan meratakannya. Peristiwa-peristiwa itu mencerminkan karakter diktator dan rezim taghut. Akan tetapi ketertindasan terbesar bangsa Bahrain adalah revolusi di negara ini dikesankan sebagai perang sebuah madzhab atau kelompok aliran. Ini adalah hal yang sangat menyakitkan. Ulama Sunni dan Syiah tak sepatutnya bersikap diam atas masalah ini. Ini bukan perang madzhab, tapi peristiwa yang terjadi adalah kriminalitas murni yang tidak ada sangkut pautnya dengan madzhab."









Sumber foto :
www.mehr.com - www.al-jazeera.com - www.google.picture.com

Tidak ada komentar: