Seorang pria melangkah dengan gundah. Di kepalanya bertumpuk segudang pertanyaan mengenai mimpi-mimpi buruk yang ia alami selama ini. Entah dari mana datangnya dan bagaimana awalnya mimpi-mimpi buruk itu terjadi ia tak begitu paham. Ia bingung dan mulai tak fokus dengan pekerjaannya. Alih-alih menemui psikiater ia menemui seorang peramal terkenal di Linz—salah satu kota di Austria—yang bernama Allois Muller. “Siapa namamu,” tanya Muller. “Zaitz. Gearl Zaitz,” jawab pria itu. “Lalu apa yang hendak kau ketahui?” tanya Muller tanpa basa basi. “Begini, beberapa hari ini aku mengalami serangkaian mimpi buruk—yang terus menerus berulang setiap malamnya—yang berisi rangkaian peristiwa mengerikan. Aku melihat pembantaian dan pembunuhan di mana-mana. Tua muda laki-laki perempuan. Darah dan daging berserak di sekian penjuru. Gedung-gedung hangus terbakar. Aku tak tahan.” Zaitz terdiam sementara Muller mendengarkannya dengan serius. “Hal ini membuatku tak berani untuk sekedar menutup mata karena setiap aku tertidur bisa dipastikan kekejian itu selalu datang menghampiri,” mulai terasa getaran dalam suaranya. “Apa sebenarnya yang akan terjadi padaku dan apa yang mesti aku lakukan?” pria ini mulai putus asa. Muller menghela napas perlahan. Ia memandangi pria kalut di depannya. Sejenak kemudian ia melakukan apa yang biasanya dilakukan oleh paranormal Eropa—yang tentunya berbeda dengan Mbah Dukun yang suka menyemprot pasennya kata Alam—sebelum akhirnya kata-kata ini terlontar dari mulutnya. “Ini bahaya.” Keringat dingin bercucur di kening Zaitz. Kebingungan semakin terpancar dari matanya.
“Ketahuilah, apa yang terjadi di mimpimu itu adalah apa yang akan terjadi di masa depanmu. Anda akan menjadi penyebab munculnya pembantaian terbesar dalam sejarah umat manusia.” Sekali lagi Muller berkata tanpa basa basi. Mukanya serius. “Apa maksudmu?” Zaitz semakin ketakutan. “Terimalah itu karena itu adalah takdirmu. Tak ada yang bisa kau lakukan dan bahkan kematianmu takkan bisa untuk mencegahnya.” Zaitz keluar dari ruangan itu dengan muka merah; campuran antara kemarahan, kesedihan dan kebingungan. Sepanjang perjalanan ia mencerna kembali apa yang sudah diucapkan oleh Muller. Ia tak mampu menelan konsepsi itu. Kenapa aku bisa menjadi penyebab pembunuhan massal itu, pikir Zaitz. Otaknya semakin panas. Ia kalap. Ia membentak-bentak entah pada siapa. Di sebuah rel kereta api Zaitz berhenti. Ia tahu bahwa tak lama lagi ada kereta yang akan lewat. Pria itu kemudian merebahkan satu kepalanya di sisi rel dan kakinya di sisi rel yang lain. Bahkan kematianmu takkan bisa mencegahnya, kembali ia teringat kata Muller. Entah apa maksudnya itu tapi yang ia mau ia ingin mati hari ini. Zaitz memandangi langit biru dengan nelangsa. Suara kereta api mulai terdengar di kejauhan. Kerongkongannya mulai terasa kecut. Ia tak mampu memandang ke arah kereta lalu ia memalingkan wajahnya ke sisi lain. Ia terkejut. Ada anak kecil di bagian ujung yang melakukan hal yang sama dengannya. Ia pun ingin bunuh diri tampaknya. Tanpa panjang pikir ia kemudian berlari secepatnya. Ia berusaha mendahului kecepatan kereta api yang berteriak kencang di belakangnya. Dengan satu gerakan cepat ia merangkul bocah itu dan meloncat ke samping dan kereta berlalu kencang di belakangnya. Nyaris. “Apa yang sedang kau lakukan?” Zaitz panik dan marah.
Bocah itu menyapu pakaian yang ia kenakan lalu menatap Zaitz tajam. Ia sepertinya tak suka dengan apa yang terjadi barusan. Dengan dingin ia menjawab, “… aku hanya melakukan apa yang juga kau lakukan.” Zaitz terdiam. “Tapi kau masih kecil, paling-paling umurmu masih delapan.” “Sepuluh,” cepat-cepat bocah itu meralat. Ia sakit hati diperlakukan seperti anak-anak tampaknya. “Dan itu bukan urusanmu!” “Hei dengar, kau masih begitu muda. Apapun yang terjadi padamu selama ini janganlah kau jadikan alasan untuk membunuh dirimu sendiri. Banyak hal besar yang bisa kau lakukan kelak. Jangan kau tamatkan semua itu dengan meletakkan kepalamu di pinggir rel. kau mengerti.” Bocah itu terdiam. Ia teringat setiap setiap pukulan keras dari ayahnya dan ibunya yang tak pernah membelanya sedikit pun. Ia pun teringat perilaku bullying di sekolahnya. Ia selalu diperlakukan sebagai orang aneh; lelaki yang suka menangis. Ia sudah tak tahan dengan semua tekanan itu. Aku benci semua Yahudi itu, umpatnya dalam hati. Zaitz mendekat. Ia memegang bahu bocah itu. “Aku tahu kau benci dengan kehidupanmu. Tapi mengakhiri hidupmu hari ini—bersamaku—sepertinya bukan opsi yang cemerlang. Kau sepertinya akan menjadi orang besar kelak. Aku tahu itu. Jadi hentikanlah usahamu membunuh dirimu sendiri. Kau bisa berbuat yang jauh lebih besar dari itu.” Entah kenapa bocah itu terkesima dengan pandangan Zaitz. Ia kemudian berdiri dan melangkah perlahan meninggalkan Zaitz. “Hei bocah, siapa namamu jika ku boleh tahu.” “Hitler. Adolf Hitler,” dan ia tersenyum sembari meninggalkan Zaitz. Setelah peristiwa itu Zaitz pun bisa tidur dengan nyenyak. Ia yakin bahwa prediksi Muller akan masa depannya itu salah. Ketimbang mengakhiri hidupnya ia kemudian menyelamatkan seseorang dari percobaan bunuh diri dan ia bangga akan itu. Tapi sepertinya sejarah berkata lain. Bocah yang ia selamatkan itulah yang kelak menghabisi hampir 35 juta manusia; angka genosida tertinggi sepanjang sejarah modern mampu mencatat. Prediksi Muller hanya melenceng sedikit saja tampaknya—atau lebih tepat?
Pria berkumis konyol ini dibahas di FIB UI. Seorang profesor dari Universitas Siegen Jerman, Dr. Peter Matussek, memberikan ceramahnya tentang Hitler sesuai dengan buku yang ia tulis mengenai Hitler. Buku itu berjudul “Affirming Psychosis the Mass Appeal of Adolf Hitler”. Sepertinya ia berusaha mendekati pria dengan satu zakar ini melalui pendekatan psikologis dam sosiohistoris. “Hitler terlahir dengan segala kegagalan dalam kehidupan awalnya dan dia sangat tidak nyaman dengan semua yang baginya sangat memalukan,” Matussek membuka pembicaraan. “Segala kekurangan ini kemudian mencipta semacam delusion of grandeur di kemudian hari yang sayangnya menjadikan kedinamisan terhadap segala inferioritas di dalam dirinya. Hitler bermimpi mencipta ras tertinggi di dunia dengan mengeyahkan bangsa lain yang dianggap telah merusak tatanan peradaban.” “Mendekati Hitler sebenarnya juga merupakan dilema tersendiri,” sebagai pria dari generasi kedua atau yang terlahir setelah Perang Dunia II, Prof. Matussek sepertinya ingin mempertanyakan generasi-generasi terdahulu yang telah membiarkan pembantaian massal ini terjadi. Bahkan kakeknya pernah terlibat dalam Nazi. Perdebatan mengenai Hitler, Nazi, holocaust dan rasisme pernah terjadi di antara tiga generasi di rumahnya ia mengaku.
“Hitler—individu dengan efek kehancuran yang dahsyat—ini mengidap gejala psikosis yang sebenarnya mengarah kepada skizofrenia. Gejala-gejala paranoid yang ia alami—mungkin pengaruh masa kecil di lingkungannya dulu—semakin membuat saya yakin ada sesuatu yang sebenarnya luar biasa dalam diri Hitler. Yang jadi pertanyaan bagi saya adalah dari mana semua energi ini berasal? Dari mana Hitler mendapat ide-ide penuh delusi itu? Mendekati Hitler dengan menganalisa psikososialnya bagiku adalah untuk berusaha mencegahnya munculnya Hitler-hitler selanjutnya,” harap Prof. Matussek mengakhiri paparan awalnya dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Aku menjadi penanya pertama. “Hitler pada suatu peristiwa pernah berkata bahwa ia tidak berniat untuk membunuh semua Yahudi itu, ia akan menyisakan sedikit untuk memperlihatkan kepada dunia seperti apa berbahayanya para Yahudi ini kelak. Tapi nyatanya ia tetap membunuh semua Yahudi itu sementara yang tersisa adalah mereka yang kemudian meninggalkan Jerman. 15 tahun setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II muncullah negara Yahudi pertama di dunia setelah berjuang selama 2.000 tahun—yang entah kenapa tidak didirikan di Eropa saja—yaitu Isra…hell,” ujarku sembari pura-pura batuk. “Dan beberapa waktu lalu seluruh dunia menyaksikan bagaimana prilaku crime against humanity dilakukan tentara-tentara Yahudi itu terhadap relawan kemanusiaan yang hendak menolong mereka yang tertindas di Gaza Palestina. Di sini aku melihat ada dua ideologi terkait dengan wacana nasionalisme; Jerman dengan Third Rheich-nya dan Israel dengan tanah yang dijanjikan itu. Kita—aku dan Anda—mungkin berbeda dalam memandang Hitler hari ini karena ingatanku tentang Hitler hanya didapat dari film-film Hollywood yang tentunya pro-Yahudi. Jika Anda mencoba menggali psikologis Hitler secara personal mungkin lebih baik dikembangkan ke psikologi massa—terutama Jerman kala itu—yang mendukung sepenuhnya ide-ide Hitler untuk meninggikan ras Arya itu. Bagiku ada yang salah dengan Jerman saat itu.” “Aku bisa merasakan apa yang Anda rasakan dan aku hargai kejujuran Anda mengenai perasaan Anda terhadap kaum Yahudi. Menurutku di Israel juga masih banyak warga Yahudi yang tidak setuju dengan program pemerintahnya dalam menginvasi dan mengembargo Palestina,” ujar profesor itu.
Hitler, setelah Perang Dunia I, di dalam penjara dia menyelesaikan Mein Kampf-nya dan dalam buku itu ia menyusun pembelaannya berikut strateginya terhadap kaum Yahudi yang ia anggap sebagai faktor kuat yang menyebabkan Jerman kalah dalam perang. Dalam persidangan ia kemudian menjadi orator yang ulung yang mampu memukau semua yang hadir kala itu. Hitler berkata, “benar aku adalah penghianat negara tapi ada jauh lebih penghianat dariku. Mereka adalah pemerintah pusat yang tidak pernah memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan membiarkan martabat bangsa Jerman yang mulia ini lebih rendah dari kaum Yahudi.” Tahun 1925 Hitler mencopot kewarganegaraan Austria-nya dan tujuh tahun kemudian ia mendapatkan kewarganegaraan Jermannya. Setahun kemudian ia menjadi Kanselir Jerman dan setahun setelah itu ia mulai menjalankan aksi politiknya sebagai Sang Führer yaitu dengan membunuh lawan politiknya dan mendata jumlah Yahudi di Jerman. Keberhasilan Hitler dalam mengurangi jumlah pengangguran dan perbaikan ekonomi malah membuatnya didukung oleh sebagian besar warga Jerman. Bahkan, di masanya Hitler mengusulkan kendaraan murah yang bisa dijangkau oleh warga Jerman dengan nama Volkswagen atau yang kita kenal dengan VW hari ini. Selepas diskusi aku bertanya pada Prof. Matussek ini apakah ada yang positif dari Hitler dan setelah agak lama ia berpikir ia menggeleng. “Nothing,” katanya. Seperti yang ia jelaskan tadi di kelas bahwa ia malu menjadi rakyat Jerman hari ini yang memiliki sejarah kelam yang akan tetap melekat sampai kapanpun dalam diri rakyat Jerman. Tampaknya, berbeda dengan rakyat Indonesia yang selalu berdamai dengan masa lalu, rakyat Jerman hari ini terbebani dengan sejarahnya tapi mereka mampu bangkit untuk itu. Di sini, sejarah selalu menjadi bahkan olok-olokan saja. Tak banyak anak mudanya yang menghargai masa lalunya.
Siapa hari ini yang mau mengetahui keterlibatan puluhan ribu Muslim Bosnia yang tergabung dalam Brigade Handjar dan Brigade Kama yang kemudian tergabung dalam IX Waffen-Gebirgs Korps der SS (Kroatisches) dalam kegiatan-kegiatan Nazi? Siapa hari ini yang mau tahu seperti apa peran Partai Fascist Indonesia (PFI) sebagai perkumpulan pribumi dalam menelikung partai fasis asal Belanda seperti Nederlandsch Indische Fascisten Organisatie (NIFO), Fascisten Unie (FU), dan Nationaal Socialistische Beweging (NSB) dalam memperjuangkan konsep kebangsaan (yang tentu berdasarkan ras tertentu itu)? Hari ini, semua orang—tua dan muda—lebih sibuk membahas video porno dari Ariel-Luna Maya-Cut Tary seraya menunggu siapa lagi nama-nama yang akan keluar. Tim ITE dan UU-nya malah akan memberlakukan penghukuman bagi mereka yang mendownload dan menyebarkan video-video tersebut. Sepertinya akan ada barisan anak muda nanti yang membela haknya untuk mendownload film-film bokep. Cerita keseharian anak muda kontemporer dan politik banal anggota DPR yang sibuk minta dana aspirasi selalu lebih seru untuk dibahas ketimbang peristiwa masa lalu. Mungkin oleh karena itu keterpurukan peradaban selalu menjadi teman perjalanan bangsa ini dalam meraih masa depannya. Bangsa ini tak pernah mau belajar dari sejarahnya sendiri. Bangsa ini adalah bangsa yang terjebak di hari ini; bangsa yang terjebak di kekinian dan di kesinian belaka.
(c) kiriman dari adinda Devy Kurnia Alamsyah : semoga makin tercerahkan !
“Ketahuilah, apa yang terjadi di mimpimu itu adalah apa yang akan terjadi di masa depanmu. Anda akan menjadi penyebab munculnya pembantaian terbesar dalam sejarah umat manusia.” Sekali lagi Muller berkata tanpa basa basi. Mukanya serius. “Apa maksudmu?” Zaitz semakin ketakutan. “Terimalah itu karena itu adalah takdirmu. Tak ada yang bisa kau lakukan dan bahkan kematianmu takkan bisa untuk mencegahnya.” Zaitz keluar dari ruangan itu dengan muka merah; campuran antara kemarahan, kesedihan dan kebingungan. Sepanjang perjalanan ia mencerna kembali apa yang sudah diucapkan oleh Muller. Ia tak mampu menelan konsepsi itu. Kenapa aku bisa menjadi penyebab pembunuhan massal itu, pikir Zaitz. Otaknya semakin panas. Ia kalap. Ia membentak-bentak entah pada siapa. Di sebuah rel kereta api Zaitz berhenti. Ia tahu bahwa tak lama lagi ada kereta yang akan lewat. Pria itu kemudian merebahkan satu kepalanya di sisi rel dan kakinya di sisi rel yang lain. Bahkan kematianmu takkan bisa mencegahnya, kembali ia teringat kata Muller. Entah apa maksudnya itu tapi yang ia mau ia ingin mati hari ini. Zaitz memandangi langit biru dengan nelangsa. Suara kereta api mulai terdengar di kejauhan. Kerongkongannya mulai terasa kecut. Ia tak mampu memandang ke arah kereta lalu ia memalingkan wajahnya ke sisi lain. Ia terkejut. Ada anak kecil di bagian ujung yang melakukan hal yang sama dengannya. Ia pun ingin bunuh diri tampaknya. Tanpa panjang pikir ia kemudian berlari secepatnya. Ia berusaha mendahului kecepatan kereta api yang berteriak kencang di belakangnya. Dengan satu gerakan cepat ia merangkul bocah itu dan meloncat ke samping dan kereta berlalu kencang di belakangnya. Nyaris. “Apa yang sedang kau lakukan?” Zaitz panik dan marah.
Bocah itu menyapu pakaian yang ia kenakan lalu menatap Zaitz tajam. Ia sepertinya tak suka dengan apa yang terjadi barusan. Dengan dingin ia menjawab, “… aku hanya melakukan apa yang juga kau lakukan.” Zaitz terdiam. “Tapi kau masih kecil, paling-paling umurmu masih delapan.” “Sepuluh,” cepat-cepat bocah itu meralat. Ia sakit hati diperlakukan seperti anak-anak tampaknya. “Dan itu bukan urusanmu!” “Hei dengar, kau masih begitu muda. Apapun yang terjadi padamu selama ini janganlah kau jadikan alasan untuk membunuh dirimu sendiri. Banyak hal besar yang bisa kau lakukan kelak. Jangan kau tamatkan semua itu dengan meletakkan kepalamu di pinggir rel. kau mengerti.” Bocah itu terdiam. Ia teringat setiap setiap pukulan keras dari ayahnya dan ibunya yang tak pernah membelanya sedikit pun. Ia pun teringat perilaku bullying di sekolahnya. Ia selalu diperlakukan sebagai orang aneh; lelaki yang suka menangis. Ia sudah tak tahan dengan semua tekanan itu. Aku benci semua Yahudi itu, umpatnya dalam hati. Zaitz mendekat. Ia memegang bahu bocah itu. “Aku tahu kau benci dengan kehidupanmu. Tapi mengakhiri hidupmu hari ini—bersamaku—sepertinya bukan opsi yang cemerlang. Kau sepertinya akan menjadi orang besar kelak. Aku tahu itu. Jadi hentikanlah usahamu membunuh dirimu sendiri. Kau bisa berbuat yang jauh lebih besar dari itu.” Entah kenapa bocah itu terkesima dengan pandangan Zaitz. Ia kemudian berdiri dan melangkah perlahan meninggalkan Zaitz. “Hei bocah, siapa namamu jika ku boleh tahu.” “Hitler. Adolf Hitler,” dan ia tersenyum sembari meninggalkan Zaitz. Setelah peristiwa itu Zaitz pun bisa tidur dengan nyenyak. Ia yakin bahwa prediksi Muller akan masa depannya itu salah. Ketimbang mengakhiri hidupnya ia kemudian menyelamatkan seseorang dari percobaan bunuh diri dan ia bangga akan itu. Tapi sepertinya sejarah berkata lain. Bocah yang ia selamatkan itulah yang kelak menghabisi hampir 35 juta manusia; angka genosida tertinggi sepanjang sejarah modern mampu mencatat. Prediksi Muller hanya melenceng sedikit saja tampaknya—atau lebih tepat?
Pria berkumis konyol ini dibahas di FIB UI. Seorang profesor dari Universitas Siegen Jerman, Dr. Peter Matussek, memberikan ceramahnya tentang Hitler sesuai dengan buku yang ia tulis mengenai Hitler. Buku itu berjudul “Affirming Psychosis the Mass Appeal of Adolf Hitler”. Sepertinya ia berusaha mendekati pria dengan satu zakar ini melalui pendekatan psikologis dam sosiohistoris. “Hitler terlahir dengan segala kegagalan dalam kehidupan awalnya dan dia sangat tidak nyaman dengan semua yang baginya sangat memalukan,” Matussek membuka pembicaraan. “Segala kekurangan ini kemudian mencipta semacam delusion of grandeur di kemudian hari yang sayangnya menjadikan kedinamisan terhadap segala inferioritas di dalam dirinya. Hitler bermimpi mencipta ras tertinggi di dunia dengan mengeyahkan bangsa lain yang dianggap telah merusak tatanan peradaban.” “Mendekati Hitler sebenarnya juga merupakan dilema tersendiri,” sebagai pria dari generasi kedua atau yang terlahir setelah Perang Dunia II, Prof. Matussek sepertinya ingin mempertanyakan generasi-generasi terdahulu yang telah membiarkan pembantaian massal ini terjadi. Bahkan kakeknya pernah terlibat dalam Nazi. Perdebatan mengenai Hitler, Nazi, holocaust dan rasisme pernah terjadi di antara tiga generasi di rumahnya ia mengaku.
“Hitler—individu dengan efek kehancuran yang dahsyat—ini mengidap gejala psikosis yang sebenarnya mengarah kepada skizofrenia. Gejala-gejala paranoid yang ia alami—mungkin pengaruh masa kecil di lingkungannya dulu—semakin membuat saya yakin ada sesuatu yang sebenarnya luar biasa dalam diri Hitler. Yang jadi pertanyaan bagi saya adalah dari mana semua energi ini berasal? Dari mana Hitler mendapat ide-ide penuh delusi itu? Mendekati Hitler dengan menganalisa psikososialnya bagiku adalah untuk berusaha mencegahnya munculnya Hitler-hitler selanjutnya,” harap Prof. Matussek mengakhiri paparan awalnya dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Aku menjadi penanya pertama. “Hitler pada suatu peristiwa pernah berkata bahwa ia tidak berniat untuk membunuh semua Yahudi itu, ia akan menyisakan sedikit untuk memperlihatkan kepada dunia seperti apa berbahayanya para Yahudi ini kelak. Tapi nyatanya ia tetap membunuh semua Yahudi itu sementara yang tersisa adalah mereka yang kemudian meninggalkan Jerman. 15 tahun setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II muncullah negara Yahudi pertama di dunia setelah berjuang selama 2.000 tahun—yang entah kenapa tidak didirikan di Eropa saja—yaitu Isra…hell,” ujarku sembari pura-pura batuk. “Dan beberapa waktu lalu seluruh dunia menyaksikan bagaimana prilaku crime against humanity dilakukan tentara-tentara Yahudi itu terhadap relawan kemanusiaan yang hendak menolong mereka yang tertindas di Gaza Palestina. Di sini aku melihat ada dua ideologi terkait dengan wacana nasionalisme; Jerman dengan Third Rheich-nya dan Israel dengan tanah yang dijanjikan itu. Kita—aku dan Anda—mungkin berbeda dalam memandang Hitler hari ini karena ingatanku tentang Hitler hanya didapat dari film-film Hollywood yang tentunya pro-Yahudi. Jika Anda mencoba menggali psikologis Hitler secara personal mungkin lebih baik dikembangkan ke psikologi massa—terutama Jerman kala itu—yang mendukung sepenuhnya ide-ide Hitler untuk meninggikan ras Arya itu. Bagiku ada yang salah dengan Jerman saat itu.” “Aku bisa merasakan apa yang Anda rasakan dan aku hargai kejujuran Anda mengenai perasaan Anda terhadap kaum Yahudi. Menurutku di Israel juga masih banyak warga Yahudi yang tidak setuju dengan program pemerintahnya dalam menginvasi dan mengembargo Palestina,” ujar profesor itu.
Hitler, setelah Perang Dunia I, di dalam penjara dia menyelesaikan Mein Kampf-nya dan dalam buku itu ia menyusun pembelaannya berikut strateginya terhadap kaum Yahudi yang ia anggap sebagai faktor kuat yang menyebabkan Jerman kalah dalam perang. Dalam persidangan ia kemudian menjadi orator yang ulung yang mampu memukau semua yang hadir kala itu. Hitler berkata, “benar aku adalah penghianat negara tapi ada jauh lebih penghianat dariku. Mereka adalah pemerintah pusat yang tidak pernah memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan membiarkan martabat bangsa Jerman yang mulia ini lebih rendah dari kaum Yahudi.” Tahun 1925 Hitler mencopot kewarganegaraan Austria-nya dan tujuh tahun kemudian ia mendapatkan kewarganegaraan Jermannya. Setahun kemudian ia menjadi Kanselir Jerman dan setahun setelah itu ia mulai menjalankan aksi politiknya sebagai Sang Führer yaitu dengan membunuh lawan politiknya dan mendata jumlah Yahudi di Jerman. Keberhasilan Hitler dalam mengurangi jumlah pengangguran dan perbaikan ekonomi malah membuatnya didukung oleh sebagian besar warga Jerman. Bahkan, di masanya Hitler mengusulkan kendaraan murah yang bisa dijangkau oleh warga Jerman dengan nama Volkswagen atau yang kita kenal dengan VW hari ini. Selepas diskusi aku bertanya pada Prof. Matussek ini apakah ada yang positif dari Hitler dan setelah agak lama ia berpikir ia menggeleng. “Nothing,” katanya. Seperti yang ia jelaskan tadi di kelas bahwa ia malu menjadi rakyat Jerman hari ini yang memiliki sejarah kelam yang akan tetap melekat sampai kapanpun dalam diri rakyat Jerman. Tampaknya, berbeda dengan rakyat Indonesia yang selalu berdamai dengan masa lalu, rakyat Jerman hari ini terbebani dengan sejarahnya tapi mereka mampu bangkit untuk itu. Di sini, sejarah selalu menjadi bahkan olok-olokan saja. Tak banyak anak mudanya yang menghargai masa lalunya.
Siapa hari ini yang mau mengetahui keterlibatan puluhan ribu Muslim Bosnia yang tergabung dalam Brigade Handjar dan Brigade Kama yang kemudian tergabung dalam IX Waffen-Gebirgs Korps der SS (Kroatisches) dalam kegiatan-kegiatan Nazi? Siapa hari ini yang mau tahu seperti apa peran Partai Fascist Indonesia (PFI) sebagai perkumpulan pribumi dalam menelikung partai fasis asal Belanda seperti Nederlandsch Indische Fascisten Organisatie (NIFO), Fascisten Unie (FU), dan Nationaal Socialistische Beweging (NSB) dalam memperjuangkan konsep kebangsaan (yang tentu berdasarkan ras tertentu itu)? Hari ini, semua orang—tua dan muda—lebih sibuk membahas video porno dari Ariel-Luna Maya-Cut Tary seraya menunggu siapa lagi nama-nama yang akan keluar. Tim ITE dan UU-nya malah akan memberlakukan penghukuman bagi mereka yang mendownload dan menyebarkan video-video tersebut. Sepertinya akan ada barisan anak muda nanti yang membela haknya untuk mendownload film-film bokep. Cerita keseharian anak muda kontemporer dan politik banal anggota DPR yang sibuk minta dana aspirasi selalu lebih seru untuk dibahas ketimbang peristiwa masa lalu. Mungkin oleh karena itu keterpurukan peradaban selalu menjadi teman perjalanan bangsa ini dalam meraih masa depannya. Bangsa ini tak pernah mau belajar dari sejarahnya sendiri. Bangsa ini adalah bangsa yang terjebak di hari ini; bangsa yang terjebak di kekinian dan di kesinian belaka.
(c) kiriman dari adinda Devy Kurnia Alamsyah : semoga makin tercerahkan !
1 komentar:
KISAH SUKSES SAYA JADI TKI – Ke Jepang, berkat bantuan Bpk DRS. HERMONO, M.A yang bekerja di BNP2TKI jakarta beliau selaku sekertaris utama BNP2TKI pusat no hp pribadi beliau 0853-9845-2347
kisah cerita saya awal jadi TKI
Perkenalkan Nama kisah Sukses saya menjadi TKI – Ke Jepang, berkat bantuan Bpk DRS. HERMONO, M.A yang bekerja di BNP2TKI jakarta beliau selaku sekertaris utama BNP2TKI pusat no hp pribadi beliau 0853-9845-2347
kisah cerita saya awal jadi TKI
Perkenalkan Nama Saya
Ridwan surabaya jawa timur
Disini saya akan bercerita kisah sukses yang menjadi kenyataan mimpi Beliau.
KEGIATAN SEBELUM MENGIKUTI PROGRAM.
Seperti para pemuda umumnya dan dengan kondisi ekonomi Keluarga saya yang pas-pasan saya ikut merasa prihatin dan menghendaki adanya perubahan ekonomi dalam keluarga saya. Saya lahir di salah satu kampung terpencil di kota surabaya jawa timur, dimana struktur tanah tempat kelahiran dia adalah pegunungan dengan mata pencaharian masyarakat sekitar petani dan beternak. Pengorbanan keluarga yang selama mendidik, membina dan membiayai hidup saya selama ini tak cukup hanya sekedar saya mengikuti jejak orang tua saya menjadi petani, saya harus membuktikan kepada keluarga untuk menjadi yang terbaik, tetapi dimana dan bagaimana? Sisi lain saya tau saya hanya lulusan SLTA sedangkan lowongan pekerjaan hanya diperuntukan bagi lulusan Diploma dan Strata 1.
Pada pertengahan tahun 2016 saya bertemu dengan seorang teman lama di Jalan Raya waru sidoarjo. Dia memperkenalkan saya dengan salah satu pejabat BNP2TKI PUSAT, Beliau adalah SEKERTARIS UTAMA BNP2TKI, DRS. HERMONO, M.A. Alamat BNP2TKI Jalan MT Haryono Kav 52, Pancoran, Jakarta Selatan 12770.
Saya diberikan No Kontak Hp Beliau, dan saya mencoba menghubungi tepat jam 4 sore, singkat cerita saya'pun menyampaikan maksud tujuan saya, bahwa sudah lama saya mengimpikan bisa bekerja di japang. Beliaupun menyampaikan siap membantu dengan bisa meluluskan dengan beberapa prosedur , saya rasa prosedur itu tidak terlalu membebani saya. Dari sinilah saya menyetujui nya, yang sangat membuat Aku bersyukur adalah bahwa saya diminta melengkapi berkas untuk saya kirim ke kantor beliau dan sayapun disuruh menyiapkan biaya pengurusan murni sebesar Rp. 22.500.000. Inilah puncak kebahagiaan saya yang akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di negeri sakura japang.
Akhirnya saya mendapat panggilan untuk ke jakarta untuk dibinah selama 2 minggu lamanya, suami saya hanya diajarkan DASAR berbahasa japang. Makna yang terkandung di dalam'nya sangat luar biasa dirasakan oleh saya, tanggung jawab, disiplin, berani dan sebagainya merubah total karakter saya yang dulu cengeng dan kekanak-kanakan, walau kadangkala saya masih belum begitu yakin apakah dia bisa berangkat Ke Jepang dengan baik, akhirnya saya mendapat Contrak kerja selama 3 tahun lamanya di bidang industri.
Rasa pasrah dan khawatir menghinggapi saya saat itu, seorang anak kampung berangkat ke Jepang dengan menggunakan pesawat terbang yang sebelum belum pernah saya rasakan sebelumnya. Jangankan naik di atas pesawat melihat dari dekatpun suami saya belum pernah sama sekali.Di Bandara Soekarno Hatta kami di temani oleh petugas Depnakertrans dan IMM Japan untuk melepas keberangkatan saya, rasa haru dan air mata sedih berlinang di pipih saya pada saat saya di izinkan prtugas untuk pamit kepada keluarga yang kebetulan saya diantar oleh paman di jakarta, kami saling berpelukan dan mohon salam dan restu dari orang tua dan keluarga.
MASA MENGIKUTI PROGRAM KEBERANGKATAN DI JEPANG.
Setibanya di NARITA AIRPORT Jepang, saya dijemput oleh petugas IMM Japan yang ada di sana, dan dia diantar ke Training Centre Yatsuka Saitama-ken untuk mengikuti pembekalan sebelum di lepas ke perusahaan penerima magang di Jepang. jika anda ingin seperti saya anda bisa, Hubungi Bpk sekertaris utama BNP2TKI, DRS. HERMONO, M.A ini No Contak HP pribadi Beliau: 0853-9845-2347 siapa tahu beliau masih bisa membantu anda untuk mewujudkan impian anda menjadi sebuah kenyataan.
Posting Komentar