Ditulis ulang : Muhammad Ilham
Mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi gonjang-ganjing politik yang paling membuat kaget publik belakangan ini. Sri Mulyani lebih memilih memenuhi pinangan Bank Dunia untuk menjadi managing director ketimbang melanjutkan tugasnya menjadi Menteri Keuangan. Meskipun belakangan ini dia terus menjadi sorotan publik karena kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan dan Skandal Century. Sri Mulyani memilih pergi ke Washington DC, tempat kantor Bank Dunia berada dan meninggalkan tuntutan para politisi Senayan yang meminta dia bertanggung jawab atas kasus bailout Bank Century. Publik menjadi bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat Sri Mulyani mundur? Mereka pun jadi penuh praduga. Belum terjawab pertanyaan publik di atas, hanya berselang hari, publik kembali dikejutkan 'drama' baru. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical ditunjuk SBY menjadi ketua pelaksana harian Sekretariat Gabungan (Setgab) partai koalisi. Faktor timing dari dua kejadian ini seperti sebuah drama yang sudah disusun rapi alur ceritanya. Benarkah mundurnya Sri Mulyani dan diangkatnya Ical sebuah rekayasa politik untuk menutup kasus Century dan gonjang-ganjing politik yang ditimbulkan?
Pertanyaan itu mulai terjawab, saat salah satu Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengusulkan penutupan kasus Century, setelah Sri Mulyani memastikan diri mundur. Golkar bahkan mengajak semua kekuatan politik untuk cooling down dan tidak lagi mengunakan hak-hak dewan, seperti menyatakan pendapat atau hak lainnya yang bisa berujung kepada pelengseran Boediono sebagai Wapres. Pernyataan Priyo ini, menurut saya semakin meyakinkan publik, bahwa hengkangnya Sri Mulyani dari Menkeu adalah penyelamatan dan win-win solution dari pertarungan elit dalam kasus Century. Lantas, siapa penyusun cerita yang saling sambung-menyambung menjadi satu ini? Siapa yang membuat skenario? Siapa yang diuntungkan dari semua drama ini? Menurut saya, mundurnya Sri Mulyani merupakan bukti nyata kemenangan Golkar, yang selama ini memang ingin menyingkirkan sosok reformis di Kemkeu ini. Apalagi sebelumnya Sri Mulyani dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal secara tegas menyatakan dibalik hiruk-pikuknya pengungkapan Skandal Century ini ada Golkar dan Ical di belakangnya. Analisa ini akan didukung dengan fakta masuknya Golkar ke barisan inti kekuatan SBY lewat penunjukan Ical sebagai ketua pelaksana harian Setgab parpol koalisi. Rangkaian ini, saya kira sudah cukup membuktikan dalam lingkaran dalam SBY telah terjadi pergeseran peta. Posisi Hatta Rajasa yang sebelumnya selalu dipasrahi urusan 'mengerem' parpol yang melawan pemerintah, kini akan digantikan dengan Ical.
Lalu, apakah benar SBY tidak menghitung semua risiko dari pilihan politiknya ini? Golkar yang juga sudah menjadi bagian dari partai koalisi, terbukti licin dan susah dikendalikan, misalnya dalam kasus Century. Menurut saya, sebagai presiden yang menang dalam 2 kali pilpres, SBY tentu tidak mungkin gegabah. Semua pasti sudah diukur, karena SBY sangat cerdas dan lihai. Atas dasar inilah, saya menilai justru Golkar yang sedang dibonsai oleh SBY. Dengan menunjuk Ical sebagai ketua pelaksana harian, SBY akan semakin leluasa mengendalikan Ical dan Golkar untuk bisa ikut dengan kemauan 'sang pemimpin'. Ini juga yang membuat internal Golkar mulai goncang. Sebab, ada beberapa kader yang tidak setuju dengan Ical menjadi ketua Setgab, karena dianggap hanya menguntungkan SBY dan PD. Golkar yang selama ini bisa bermain kritis dan bebas, menjadi terkekang dengan posisi Ical sebagai ketua Setgab itu. Lalu kenapa Ical mau menerima tawaran SBY? Bukankah dia politisi yang sudah makan asam garam dan memimpin Golkar yang terkenal karena pengalamannya berkuasa selama 32 tahun? Spekulasi publik pun muncul, jangan-jangan SBY dan Ical sedang merancang satu skenario tertentu untuk Pilpres 2014?
Dengan alur cerita di atas, bisa jadi Ical sedang diplot SBY untuk disiapkan dalam Pilpres 2014. Mungkin karena PD tidak memiliki kader yang kuat betul didorong sebagai capres pasca SBY, PD cukup puas dengan posisi wapres dengan syarat Golkar dan PD harus berkoalisi. Belum tahu siapa yang akan didorong, apakah Ical sendiri atau kader lain di Golkar. Dugaan itu ternyata diamini oleh elit Golkar. Kalau memang demikian adanya, bagaimana nasib Boediono setelah ada Ical? Akankah Boediono dipertahankan sampai akhir masa jabatannya sebagai wapres dengan sekian persoalan yang masih melingkupinya, termasuk skandal Century? Pengamat politik dari LSI Burhanudin Muhtadi menilai dugaan ancaman tergusurnya Boediono itu mungkin saja terjadi. Sebab dalam politik, tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi. Apalagi peran Ical dinilai cukup strategis karena bisa berkomunikasi langsung dengan SBY setiap saat dan bisa rapat dengan para ketua umum partai koalisi setiap waktu. Namun, untuk mengusur Boediono bukanlah hal yang mudah. Meski secara citra, kekuasaan Wapres Boediono teramputasi dengan peran Ical. Boediono praktis tinggal mengurusi tugas sebagai pembantu presiden. Ical mengambil alih tugas membantu SBY dalam hal konsolidasi parpol koalisi seperti yang dulu dilakukan Wapres Jusuf Kalla saat itu. Jadi, menurut saya spekulasi publik sah-sah saja mengatakan SBY dan Ical telah, bersepakat atas satu hal. Namun, para politisi itu harus ingat, rakyat telah memiliki rasionalitasnya sendiri. Rakyat telah memiliki ukuran-ukuran mereka untuk memberikan dukungan atau menolak sama sekali. Kalau memang ada kesepakatan antar SBY dan Ical, semoga itu didasarkan atas niat dan komitmen menyejahterakan rakyat. Bukan membuat oligarki kekuasaan baru dengan kawinnya kekuatan penguasa dan pengusaha. Semoga....!
(c) M. Nur Hasyid/detikcom
Mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi gonjang-ganjing politik yang paling membuat kaget publik belakangan ini. Sri Mulyani lebih memilih memenuhi pinangan Bank Dunia untuk menjadi managing director ketimbang melanjutkan tugasnya menjadi Menteri Keuangan. Meskipun belakangan ini dia terus menjadi sorotan publik karena kasus Mafia Pajak Gayus Tambunan dan Skandal Century. Sri Mulyani memilih pergi ke Washington DC, tempat kantor Bank Dunia berada dan meninggalkan tuntutan para politisi Senayan yang meminta dia bertanggung jawab atas kasus bailout Bank Century. Publik menjadi bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat Sri Mulyani mundur? Mereka pun jadi penuh praduga. Belum terjawab pertanyaan publik di atas, hanya berselang hari, publik kembali dikejutkan 'drama' baru. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical ditunjuk SBY menjadi ketua pelaksana harian Sekretariat Gabungan (Setgab) partai koalisi. Faktor timing dari dua kejadian ini seperti sebuah drama yang sudah disusun rapi alur ceritanya. Benarkah mundurnya Sri Mulyani dan diangkatnya Ical sebuah rekayasa politik untuk menutup kasus Century dan gonjang-ganjing politik yang ditimbulkan?
Pertanyaan itu mulai terjawab, saat salah satu Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengusulkan penutupan kasus Century, setelah Sri Mulyani memastikan diri mundur. Golkar bahkan mengajak semua kekuatan politik untuk cooling down dan tidak lagi mengunakan hak-hak dewan, seperti menyatakan pendapat atau hak lainnya yang bisa berujung kepada pelengseran Boediono sebagai Wapres. Pernyataan Priyo ini, menurut saya semakin meyakinkan publik, bahwa hengkangnya Sri Mulyani dari Menkeu adalah penyelamatan dan win-win solution dari pertarungan elit dalam kasus Century. Lantas, siapa penyusun cerita yang saling sambung-menyambung menjadi satu ini? Siapa yang membuat skenario? Siapa yang diuntungkan dari semua drama ini? Menurut saya, mundurnya Sri Mulyani merupakan bukti nyata kemenangan Golkar, yang selama ini memang ingin menyingkirkan sosok reformis di Kemkeu ini. Apalagi sebelumnya Sri Mulyani dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal secara tegas menyatakan dibalik hiruk-pikuknya pengungkapan Skandal Century ini ada Golkar dan Ical di belakangnya. Analisa ini akan didukung dengan fakta masuknya Golkar ke barisan inti kekuatan SBY lewat penunjukan Ical sebagai ketua pelaksana harian Setgab parpol koalisi. Rangkaian ini, saya kira sudah cukup membuktikan dalam lingkaran dalam SBY telah terjadi pergeseran peta. Posisi Hatta Rajasa yang sebelumnya selalu dipasrahi urusan 'mengerem' parpol yang melawan pemerintah, kini akan digantikan dengan Ical.
Lalu, apakah benar SBY tidak menghitung semua risiko dari pilihan politiknya ini? Golkar yang juga sudah menjadi bagian dari partai koalisi, terbukti licin dan susah dikendalikan, misalnya dalam kasus Century. Menurut saya, sebagai presiden yang menang dalam 2 kali pilpres, SBY tentu tidak mungkin gegabah. Semua pasti sudah diukur, karena SBY sangat cerdas dan lihai. Atas dasar inilah, saya menilai justru Golkar yang sedang dibonsai oleh SBY. Dengan menunjuk Ical sebagai ketua pelaksana harian, SBY akan semakin leluasa mengendalikan Ical dan Golkar untuk bisa ikut dengan kemauan 'sang pemimpin'. Ini juga yang membuat internal Golkar mulai goncang. Sebab, ada beberapa kader yang tidak setuju dengan Ical menjadi ketua Setgab, karena dianggap hanya menguntungkan SBY dan PD. Golkar yang selama ini bisa bermain kritis dan bebas, menjadi terkekang dengan posisi Ical sebagai ketua Setgab itu. Lalu kenapa Ical mau menerima tawaran SBY? Bukankah dia politisi yang sudah makan asam garam dan memimpin Golkar yang terkenal karena pengalamannya berkuasa selama 32 tahun? Spekulasi publik pun muncul, jangan-jangan SBY dan Ical sedang merancang satu skenario tertentu untuk Pilpres 2014?
Dengan alur cerita di atas, bisa jadi Ical sedang diplot SBY untuk disiapkan dalam Pilpres 2014. Mungkin karena PD tidak memiliki kader yang kuat betul didorong sebagai capres pasca SBY, PD cukup puas dengan posisi wapres dengan syarat Golkar dan PD harus berkoalisi. Belum tahu siapa yang akan didorong, apakah Ical sendiri atau kader lain di Golkar. Dugaan itu ternyata diamini oleh elit Golkar. Kalau memang demikian adanya, bagaimana nasib Boediono setelah ada Ical? Akankah Boediono dipertahankan sampai akhir masa jabatannya sebagai wapres dengan sekian persoalan yang masih melingkupinya, termasuk skandal Century? Pengamat politik dari LSI Burhanudin Muhtadi menilai dugaan ancaman tergusurnya Boediono itu mungkin saja terjadi. Sebab dalam politik, tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi. Apalagi peran Ical dinilai cukup strategis karena bisa berkomunikasi langsung dengan SBY setiap saat dan bisa rapat dengan para ketua umum partai koalisi setiap waktu. Namun, untuk mengusur Boediono bukanlah hal yang mudah. Meski secara citra, kekuasaan Wapres Boediono teramputasi dengan peran Ical. Boediono praktis tinggal mengurusi tugas sebagai pembantu presiden. Ical mengambil alih tugas membantu SBY dalam hal konsolidasi parpol koalisi seperti yang dulu dilakukan Wapres Jusuf Kalla saat itu. Jadi, menurut saya spekulasi publik sah-sah saja mengatakan SBY dan Ical telah, bersepakat atas satu hal. Namun, para politisi itu harus ingat, rakyat telah memiliki rasionalitasnya sendiri. Rakyat telah memiliki ukuran-ukuran mereka untuk memberikan dukungan atau menolak sama sekali. Kalau memang ada kesepakatan antar SBY dan Ical, semoga itu didasarkan atas niat dan komitmen menyejahterakan rakyat. Bukan membuat oligarki kekuasaan baru dengan kawinnya kekuatan penguasa dan pengusaha. Semoga....!
(c) M. Nur Hasyid/detikcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar