Minggu, 22 Januari 2012

Kebajikan Imam Abu Hanifah

Oleh : Muhammad Ilham

"Inilah pendapat dari Abu Hanifah. Dan ini sebaik-baiknya menurut pertimbangan kami. Barangsiapa yang datang dengan membawa keterangan yang lebih baik, dialah yang utama diikuti dengan benar" (Imam Abu Hanifah)

Belajarlah dari orang-orang besar, setidaknya demikian kata Boris Pasternak. Sastrawan Rusia yang mengarang novel terkenal - Dr. Zhivago - ini menyadari bahwa setiap orang-orang besar telah "bertungkuslumus" dengan dinamika sejarah. Kebesaran mereka - baik yang tercatat dengan baik oleh sejarah ataupun dipinggirkan sejarah - merupakan sebuah proses yang tidak lahir kebetulan, tapi merupakan perpaduan antara kelebihan karakter-prinsip hidup dan kemampuan menghadapi problem kehidupan. Mereka biasanya inspiratif. Kehadiran mereka juga implikatif bagi perubahan ke arah yang lebih baik. Dan, disetiap komunitas sosial, di setiap sejarah ummat manusia, kehadiran orang-orang besar selalu ada (walaupun terkadang juga : diadakan). Orang-orang besar yang dicatat dan yang membuat sejarah itu (bukan orang yang hanya menulis biografi), biasanya akan dikenang dengan rapi dan inspiratif ketika mereka memperkenalkan sebuah hal : "keteguhan terhadap prinsip". Walau untuk itu, ia dikesampingkan. Keteguhan prinsip yang tidak tergoda dengan hedonisme apatah lagi pengorbanan fisik. Imam Abu Hanifah merupakan salah satu diantara orang besar yang masuk dalam kategori ini.

Abu Hanifah, yang lebih kita kenal sebagai Imam Hanafi dikenal sebagai orang besar yang memiliki keteguhan hati sekeras batu - dan mungkin lebih keras dibandingkan batu. Imam yang dianggap sebagai peletak dasar salah satu mazhab besar dalam tradisi Sunni ini, hidup pada masa Sultan Abu Ja'far al-Manshur. Imam Abu Hanifah bukan ulama yang hanya berkutat dalam zikir-kontemplasi saja. Ia juga menjalani kehidupan yang praktis - menjadi saudagar, sebuah pergulatan profesi yang rawan dengan "garis" apa yang hak dan apa yang bathil. Tapi Imam Abu Hanifah justru melewati hari-hari praktisnya tersebut dalam ranah yang rawan itu. Ia selalu menjaga garis itu dengan baik. Pernah suatu ketika, datanglah beberapa ekor kambing dari pampasan perang ke kota Kufah. Kambing-kambing tersebut kemudian bercampur dengan kambing-kambing penduduk setempat. Maka Imam Hanafi kemudian bertanya, "Berapa tahun, biasanya, umur kambing ?". Ketika dijawab, "tujuh tahun", maka selama tujuh tahun pula ia mencegah dirinya memakan daging kambing.

Sultan Dinasti Abbasiyah, Abu Ja'far al-Manshur, yang digelari Amirul Mukminin ("pemimpin ummat beriman") sangat mengimpikan Imam Abu Hanifah menjadi Qadhi kerajaan. Suatu prestise tertinggi yang dirindukan oleh siapa saja pada masa itu - dan dalam "bentuk lain" pada masa sekarang. Tapi Imam Abu Hanifah menolak posisi itu. Merasa pinangannya ditolak, Sultan marah. Permintaan dan ucapan Sultan tersebut harus ditaati dan menjadi sebuah hukum yang harus dituruti. Ulama dari Kufah ini kemudian didera dengan cemeti. Sejarah juga mencatat, leher Imam yang kurus ini dikalungi dengan rantai. Siksaan fisik dilalui-nya tanpa menggoyahkan prinsip hatinya untuk mengambil jarak dengan kekuasaan. Bagi Imam ini, kekuasaan akan membawanya pada "kompromi" fatwa. Ketika ibunya datang membujuk dengan bahasa air mata agar menerima tawaran Sultan ini, Imam Abu Hanifah menjawab, "Oh Ibu, jika saya menghendaki kemewahan hidup di dunia ini, tentu saja saya tidak dipukuli dan tidak dipenjarakan". Ketika ia kemudian dilepaskan, si Sultan merasa menyesal. Wujud dari rasa menyesal tersebut, dari Baghdad Sultan mengirimi uang ke Imam Abu Hanifah di Kufah, 10.000 dirham. Uang itu disuruhnya diletakkan di dalam pundi di sudut rumah. Ketika Imam Abu Hanifah mau meninggal, ia meninggalkan wasiat pada anaknya, "kembalikan uang itu padaSultan di Baghdad". Baginya, uang tersebut tidak sama dengan "kambing" yang punya batas waktu untuk dikeragui jarak hak dan bathilnya. Imam Abu Hanifah begitu keras pada dirinya. Tapi pada anak muridnya, ia merupakan guru yang bahagia bila dibantah. Ia adalah seorang peneguh tradisi kemerdekaan berfikir, kemerdekaan yang tetap tegak di hadapan kekuasaan, juga kemerdekaan yang tetap dijaga di hadapan sikap "abu-abu". Sesuatu yang sangat amat langka ditemukan pada masa sekarang.

Foto : kfk-kompas.com

Tidak ada komentar: