Menurut Muhammad Ilham, fenomena tersebut sebagai bentuk "Kriminalisasi Pemikiran" yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak mengakui kebhinekaan di Indonesia. Dalam aspek manapun, penyerangan termasuk rencana penyerangan,
adalah sesuatu yang menyalahi 'semangat bernegara'. Tidak ada dasar
juridis maupun historis orang melakukan penghancuran sebuah tradisi
keilmuan, ujar dosen sejarah dan sosiologi politik itu, Sabtu (23/11).
IRAN RADIO BROADCASTING (irib) - Sebuah lembaga kecil di Yogyakarta baru-baru ini menjadi
target ancaman penyerangan oleh kelompok intoleran yang menuding tempat
berdiskusinya para mahasiswa itu sebagai agen penyebaran ajaran Syiah
kota pelajar itu. Tapi rencana
aksi anarkis terhadap Institut Rausyan Fikr berhasil digagalkan berkat
kesigapan aparat keamanan dan pemerintah Yogyakarta. Sebelumnya, beredar ancaman penyerangan yang sudah merebak sejak Kamis,
21 November 2013. Yayasan yang berlokasi di jalan Kaliurang ini
menerima peringatan dari kepolisian dan Kantor Wilayah Kementerian
Agama, Sleman, tentang adanya ancaman serangan yang diduga akan
dilakukan kelompok yang mengklaim sebagai Majelis Mujahidin Indonesia,
Forum Umat Islam dan Front Jihad Islam usai shalat Jumat. Sejumlah spanduk terpampang di berbagai lokasi strategis di Yogyakarta
yang menyatakan Syiah bukan Islam, dan Rausyan Fikr sebagai agen
penyebar ajaran Syiah.
"Mereka
tidak hanya keliru, tetapi sudah sesat," kata komandan lapangan Front
Jihad Islam Yogyakarta Nurohman dengan nada berapi-api, Jumat, (22/11),
seperti dilansir media lokal.
Sementara itu, Juru bicara Rausyan Fikr, Edy Syarif membantah tudingan
tersebut. Menurut Edy, yayasan yang berdiri sejak tahun 1995 ini hanya
forum kajian pemikiran Islam dari berbagai aliran, termasuk Syiah. Selain aktif membuka kelas filsafat dan pemikiran Islam, Rausyan Fikr
juga menerbitkan buku-buku filsafat dan keagamaan, termasuk Syiah yang
mencapai 20 buku. "Secara institusi tidak Syiah, tetapi orang-orangnya ada yang Syiah" ujar Edy.
Mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta ini menolak anggapan
bahwa Yayasan Rausyan Fikr sebagai bagian dari lembaga Syiah Indonesia.
Menurutnya, Rausyan Fikr bukan anggota IJABI maupun ABI, dua organisasi
payung penganut Syiah di Indonesia. "Yayasan ini hanya rajin menggelar kajian terhadap pemikiran tokoh
Syiah seperti Muthahhari, Ali Syariati dan lain-lain, " tegasnya. Pernyataan Edy diamini oleh beberapa orang yang pernah terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan Rausyan Fikr. Iqbal Aji Daryono, yang pernah mengikuti kursus filsafat Islam di
Rausyan Fikr mengungkapkan institusi itu sangat terbuka dan tidak ada
ajakan menjadi Syiah.
"Saya pernah
ikut kursus filsafat Islam di Rausyan Fikr. Kami diskusi secara sangat
sehat dengan tradisi rasionalisme yang menyenangkan. Semua berpikir
terbuka. Buku-buku yang dipelajari di sana juga sangat beragam dari
Mutadha Muthahhari hingga Karl Marx. Tak ada sama sekali ajakan untuk
menjadi Syiah, dan di sana saya tetap bisa nyaman dengan ke-Sunnni-an
saya, " tutur alumnus Jurusan Jurnalistik UGM yang saat ini berdomisili
di Australia, Sabtu (23/11) di jejaring sosial. Ketua Dukuh Manggung, Depok, Sleman, Sujiman mengatakan mereka yang
belajar di Rausyan Fikr, yang dituding Syiah oleh sejumlah kalangan
intoleran, adalah warga negara yang baik dan terbuka, serta berbaur
dengan masyarakat sekitarnya. Sujiman juga membantah tudingan kelompok intoleran bahwa aktivitas
keagamaan di Institut Rausyan Fikr berbeda dengan penganut Islam
lainnya. "Saya kira tidak, wong
mereka juga shalat jamaah di masjid kampung kok. Kayaknya sama aja tu.
Tapi saya tidak tahu kalau ada pihak yang menilai beda. Sebagai penganut
Islam, saya kok menilai sama aja tu," kata Sujiman, seperti dilansir
sorot jogja Jumat (22/11). Seperti
menimpa Rausyan Fikr, seorang dosen di Bandung yang Sunni Ahad (23/11)
mengeluhkan beredarnya pesan singkat melalui BBM bahwa lembaga Quran
miliknya mengajarkan Syiah. Serangan kubu intoleran juga dilancarkan tehadap Ketua PB NU yang
dituding melindungi Syiah di Indonesia. Pada 9 November lalu, situs
Arrahmah secara keras menyerang Ketua PB NU dalam tulisan berjudul "Dr.
Said Aqil Siradj Dulu dan Kini". Situs Islam garis keras pimpinan Muhammad Jibril, yang pernah ditahan
polisi karena terlibat aksi terorisme, menyerang ketua PB NU gara-gara
kiai Said menyebut Syiah sebagai bagian dari Islam dalam sebuah
pernyataannya beberapa waktu lalu.
Eskalasi gelombang tekanan kelompok intoleran terhadap minoritas Muslim
Syiah di Tanah Air semakin meningkat belakangan ini. Menurut Muhammad
Ilham, fenomena tersebut sebagai bentuk "Kriminalisasi Pemikiran"
yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak mengakui kebhinekaan di
Indonesia. "..dalam aspek manapun,
...penyerangan termasuk rencana penyerangan, adalah sesuatu yang
menyalahi 'semangat bernegara'. Tidak ada dasar juridis maupun historis
orang melakukan penghancuran sebuah tradisi keilmuan," ujar dosen
sejarah dan sosiologi politik itu, Sabtu (23/11). "Bila ini dilakukan, seperti ancaman penyerangan terhadap Rusyan Fikr,
[maka] termasuk 'kriminalisasi tradisi keilmuan'," tegas dosen IAIN Imam
Bonjol Padang. (IRIB Indonesia)