Oleh : Muhammad Ilham
Seandainya rezim Bashaar al-Assad tidak dekat
dengan Iran, tentunya Arab Saudi dan Mesir tidak menganggap putra Hafeez
al-Assad tersebut wajib diperangi. Tapi ia sahabat sejati Iran yang
Syi'ah dan Heezbollah yang juga Syi'ah, sehingga pada
akhirnya, sesama saudara muslimnya (Mesir, Arab Saudi dan Turki serta
negara aristokrat-absolut teluk lainnya) menempatkan negara yang dulu
dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW. sebagai Damsyik ini, sebagai
"out-group". Sementara NATO dan Israel, justru kebalikannya. Teruslah kalian berperang, berperanglah terus. Ketika manusia di
belahan dunia lain sedang membangun peradaban, berusaha melahirkan para
pemenang Nobel, mewujudkan mimpi manusia untuk hidup di luar angkasa,
memikirkan ozon yang demi kepentingan generasi mendatang, berlomba-lomba
membahagiakan manusia dengan capaian-capaian tinggi dan ulung dalam
bidang teknologi ...... pada sisi lain negeri-negeri "kelahiran" pada
Nabi ini sedang berlomba untuk membeli senjata negara-negara "pusat
peradaban modern" untuk dihabiskan dan dimuntahkan kedalam tubuh sesama
saudara muslim mereka. Teruslah berperang, berperanglah terus ....... !!
(Ketika saya masih Sekolah Dasar dahulu, saya paling suka memandang foto seorang aristokrat Arab Saudi yang pendek-tambun di majalah Tempo milik ayah saya. Sang aristokrat itu bernama Adnan Khasogi. Ia flamboyan, dekat dengan wanita-wanita cantik dan berprofesi sebagai Pialang Senjata. Ia pernah berkata (kira-kira begini) : "Timur Tengah merupakan pasar persenjataan paling potensial untuk jangka waktu yang tidak bisa dipastikan, tapi yang jelas, untuk jangka waktu yang lama".
(Ketika saya masih Sekolah Dasar dahulu, saya paling suka memandang foto seorang aristokrat Arab Saudi yang pendek-tambun di majalah Tempo milik ayah saya. Sang aristokrat itu bernama Adnan Khasogi. Ia flamboyan, dekat dengan wanita-wanita cantik dan berprofesi sebagai Pialang Senjata. Ia pernah berkata (kira-kira begini) : "Timur Tengah merupakan pasar persenjataan paling potensial untuk jangka waktu yang tidak bisa dipastikan, tapi yang jelas, untuk jangka waktu yang lama".
Ketika menonton ILC beberapa malam yang lalu, teringat saya dengan novel AROK-DEDES-nya Pramoedya Ananta
Toer. "Mengapa Ken Dedes mau menikah dengan Ken Arok yang telah membunuh
suaminya (baca : Tunggul Ametung)?". Padahal Tunggul Ametung satu kasta
dengan Ken Dedes, sementara Ken Arok berasal dari kasta Sudra ?.
(Rupanya), bagi Ken Dedes, menikah dengan Tunggul Ametung yang satu
kasta dengannya merupakan "aib" karena berbeda aliran. Bagi Dedes, biar
menikah dan "berdamai" dengan "lain kasta" dibandingklan dengan beda
aliran, walau satu kasta. "Kisah" ini (walau butuh verifikasi), terasa
memiliki "benang merah" dengan apa yang berlaku dengan realitas
Sunni-Syi'ah sebagaimana yang terefleksi dalam acara ILC tersebut.
Tulisan ini, kemudian saya posting di Facebook Muhammad Ilham Fadli, untuk mengkritisi sebuah artikel IST (cc : http://international.okezone.com), tentang "Mesir : Izinkan Warganya untuk Berperang di Suriah" :
Pejabat senior di kantor Presiden Mesir mengatakan, seluruh warga
diizinkan untuk bergabung dalam peperangan di Suriah. Warga-warga itu
tidak akan dihukum sepulangnya mereka dari Suriah. "Hak bepergian
akan terus terbuka untuk seluruh warga Mesir," ujar salah satu
penasihat Presiden Mesir Khaled al-Qazzaz, ketika menanggapi pertanyaan
seputar konflik Suriah dan sikap warga Mesir atas peristiwa itu,
demikian seperti diberitakan Associated Press, Jumat (14/6/2013). Qazzaz
menegaskan, Pemerintah Mesir tidak khawatir akan munculnya radikalisasi
warga Mesir setelah mereka pulang dari Suriah. Meski militansi kian
berkembang di Semenanjung Sinai kian meningkat, Mesir belum
menganggapnya sebagai ancaman. "Kami tidak memandang hal itu
sebagai ancaman. Kami bisa mengontrol situasi di Sinai, Mujahidin itu
tidak akan kembali," papar Qazzaz. Sebelumnya, salah satu ulama
Sunni Mesir Yusuf Qardawi turut menyerukan warga agar mendukung oposisi
Suriah dengan tenaganya. Ulama itu berupaya untuk menekan kekuatan
Hizbullah yang membantu pasukan Presiden Bashar al-Assad. "Semuanya
yang memiliki keahlian dan pernah mendapat pelatihan untuk membunuh,
diwajibkan untuk pergi (ke Suriah)," ujar Qardawi. Namun
dorongan-dorongan itu dinilai akan semakin meningkatkan eskalasi perang
saudara di Suriah. Kelompok bersenjata asing justru akan memainkan
peranan yang sangat besar dalam konflik tersebut. Sejauh ini,
Mesir belum tahu berapa jumlah warganya yang berperang di Suriah.
Warga-warga yang berperang umumnya adalah anggota dari kelompok Salafi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar