Oleh : Muhammad Ilham
"..... gadis2 dalam asrama itoe saija liat
sedang meratjau, memanjat dinding. mareka itoe terkena tenung
sidjoendai, sematjam sihir jang dilakoekan sa' orang anak moeda di
sabuah goeboek puntjak goenoeng jang mamoetar gasing jang dari tengkorak
manoesia karena tersinggoeng diloedahi sa' orang anak parampoean itoe
jang ia nja soeka pada anak parampoean itoe".
(Schoolscriften, A. Wahab, "boeah tangan dari Padang", Perempoean Bergerak, 16 Juli 1919 : Arsip-fotocopi di PDIKM)
(Schoolscriften, A. Wahab, "boeah tangan dari Padang", Perempoean Bergerak, 16 Juli 1919 : Arsip-fotocopi di PDIKM)
(c) perekacipta |
Sekarang "Sijundai" boleh dikatakan hampir punah. Karena dulu,
ranah dan jangkauan yang tak luas, membuat seorang laki-laki, bila
ditolak seorang perempuan, ia akan merasa tersudut, apalagi diludahi.
Dan, sijundai akan "bermain". Tapi pada masa kini, bila seorang anak
muda ditolak seorang perempuan, ia akan berkata, "kumbang tak seekor,
kuntum tak setangkai, dunia ini luas, banyak nan cantik lagi kamek".
Ranah jangkauan telah semakin luas. SIJUNDAI mungkin jadi "catatan
sejarah". hehehe.
(sekitar awal tahun 1980-an, di kampung saya, saya terakhir melihat wanita kena SIJUNDAI. ia berlarian sepanjang jalan, menjerit-jerit dengan rambut tergerai. setelah itu, tak pernah terdengar lagi .......... sampai hari ini).
(sekitar awal tahun 1980-an, di kampung saya, saya terakhir melihat wanita kena SIJUNDAI. ia berlarian sepanjang jalan, menjerit-jerit dengan rambut tergerai. setelah itu, tak pernah terdengar lagi .......... sampai hari ini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar