Minggu, 17 Maret 2013

Pursuit of Happyness & Fadli al-Maturidiy

Oleh : Muhammad Ilham  

Malam ini, menonton film "Pursuit of Happyness" (dibintangi aktor kawakan, Will Smith dan aktris cilik berbakat, Jaden Smith). Tak perlu saya narasikan, tapi yang pasti, sungguh berharga menjadi seorang ayah. Film yang menyentuh, sungguh teramat menyentuh, seumpama film "John Q" (pemeran : aktor kelas Oscar, Denzel Washington). Dua film ini, teramat penting untuk ditonton. Pesan yang ingin disampaikannya, sama dengan apa yang diiungkapkan Rabindranat Tagore, "kehadiran seorang anak, adalah pesan bahwa Tuhan tak pernah bosan pada manusia".


"Pursuit of Happyness" (c) foto : selnajaya

Setelah menonton film "Pursuit of Happyness" malam ini, saya-pun rindu ayah ! 

"saya pecinta Soekarno dan Khomeini, tapi secara politik, saya adalah pendukung berat PPP .... lihatlah batu cincin saya, warnanya hijau" ..... (demikian, nukilan kata Fadli Senior, suatu ketika menjelang Pemilu 1987)


(Foto : Almarhum) Ayahanda Tercinta : FADLI AL-MATURIDIY, sekitar tahun 1990-an awal.  

Beliau Tukang jahit, dan ia bangga dengan profesi itu. "Membuat orang bahagia karena memakai baju dan celana baru," katanya pada saya. Pernah kuliah (1960-an awal) di Medan, (juga) pernah menjadi Ketua Pemuda Marhaenis Kdi kota ini tahun 1965, tapi sayang "sejarah mengalahkannya", kalau-lah tidak, mungkin beliau sekaliber Sabam Sirait, itu lho .... politisi senior PDIP, ayahnya politisi muda cerdas, Maruarar Sirait. Akibat imbas gejolak politik 1965, tahun 1967, ia pulang ke Air Bangis dan mendirikan "perusahaan" dengan nama "Melarat" Tailor. Kawan-kawannya heran, mengapa harus "melarat". Sampai sekarang, saya yang anaknya ini, juga tak pernah tahu "ashbab" pemberian nama "Melarat" tersebut.   

Ia yang merupakan pengagum "berat" Soekarno dan pengkoleksi buku-buku Putra Fajar ini, selalu ceria dalam kekurangan finansial. Ketawanya lepas-khas-unik, suaranya "bariton-berat" sempama suara Bob Tutupoly dan Broery Marantika yang disukainya. Wajah mirip Karl Marx .... tapi ia lebih suka dipermiripkan dengan salah seorang idolanya yang lain, Khomeini atau Inyiak Djambek. Menjadi "Pembela" habis-habisan PPP (bukan PDI) kala Orde Baru dalam pentas politik kelas kampung bernama Air Bangis.... dan setahu saya, BUTER (Danramil) di Air Bangis "tidak berani" pada ayah saya, karena sang BUTER adalah "konco palangkinnya" sama-sama minum kopi di sebuah kedai. Ketika menjadi aktifis di Kota Medan, Fadli muda pernah punya Pacar orang Aceh dan Anak Polisi (setingkat Kapolres) Kota Medan nan cantik. Dan itu ia ceritakan dengan "lepas" pada saya yang kala itu masih belum bisa membersihkan ingus warna hijau kebiru-biruan. Ia ingin beritahukan kepada saya ...... "jadilah lelaki yang baik, kamu akan dapat wanita baik, itu saja rumusnya !". Saya masih ingat, dengan menghisap rokok kebanggaannya, KAISER, keluaran Padang Sidempuan, sambil menjahit, ia "mendoktrin" saya tentang siapa sebenarnya Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Natsir, Anwar Sadat, Menachen Begin, Aidit, Hamka hingga Lee Kuen Yew.  

Bagi saya .... Ia mahaguru pertama saya yang memperkenalkan Majalah TEMPO (bukan BOBO), Tenggelamnya Kapal van der Wijk, Buku Cindy Adams hingga Biografi NIXON dan KENNEDY, perjuang Khomeini, Khaddafi hingga Guevara. Pada ia-lah untuk kali pertama saya tahu bahwa SOEHARTO jauh lebih kejam dibandingkan Pol Pot .... dan ia ceritakan itu, kala saya menginjak kelas 2 atau 3 SD. Sesuatu hal yang luar biasa untuk kelas kampung. Saya tahu, ia suka rokok DJI SAM SOE, tapi karena "berlangganan" Koran Tempo dan Panji Masyarakat, terpaksa "seleranya" ia turunkan untuk sekedar menikmati Rokok .... KAISER. "Rasa Roti Gabus", katanya. Ia-lah guru "berenang" saya, yang setiap sore, kala usia saya 5 tahun, "memaksa" saya untuk belajar Olah Raga yang menurutnya adalah olah raga yang sebenar-benar "olah raga". Ya ..... Fadli Al-Mathuridi yang setiap pagi selalu mandi sebelum sholat Shubuh di Masjid Pinggir Sungai, yang selalu memutar Channel REUTER dan BBC London setiap pagi dari Radio Butut. 
(I Love You, Pader !!).

Oh ya saya lupa satu lagi. Beliau-lah yang memperkenalkan kepada saya kali pertama, bagaimana enaknya "teh telor".

Tidak ada komentar: