Senin, 08 Februari 2010

"Seni Politik" : Ketakutan atau Kekuatan Politik ?

Oleh : Muhammad Ilham

Politic is Who get What How and When (Harold Laswell)

Kita masih ingat awal "curhat" SBY via salah seorang petinggi Partai Demokrat : “Saya hormat pada teman-teman Pansus dari PDIP, Gerindra dan Hanura. Tapi yang lain, maaf ya !”. Posisi PDI-P, Gerindra dan Hanura sudah JELAS. Mereka "oposisi". Sementara "teman-teman" yang "lain" seperti Golkar dan PKS melakukan akrobatik politik di Pansus membuat SBY gundah gulana. Ini terlihat dari sikap para politisi Partai Demokrat (PD) yang mulai menunjukkan kegeramannya, tidak suka dengan laku politik kawan koalisinya, terutama Golkar dan PKS yang sulit "dipegang" Bisa dipahami. Tahun pertama berkuasa, biasanya koalisi pemerintah asyik berbulan madu. Namun yang terjadi pada koalisi pemerintah SBY-Boediono, justru sebaliknya. Setelah kabinet dilantik, bergeraklah para politisi di DPR menyelidiki kasus bailout Bank Century. PD yang memiliki kursi terbanyak di DPR, tidak bisa berbuat apa-apa.

Apa salah bila partai-partai koalisi pemerintah selain PD, yaitu Golkar, PKS, PAN, PKB dan PPP, bergerak menyelidiki kasus bailout Bank Century, yang disebut sebagian dananya mengalir ke PD dan pasangan calon presiden-wakil presiden SBY-Boediono pada Pemilu 2009 lalu? Tidak juga, sebab tidak ada upaya sungguh-sungguh dari PD dan SBY untuk mencegah kawan koalisinya saat mengusulkan penyelidikan. Bahkan terlihat jelas, PD dan SBY termakan ‘provokasi’ para penggerak penyelidikan, bahwa pembentukan Pansus Bank Centruy, justru akan membersihkan citra PD dan SBY, jika memang mereka benar-benar tidak mendapatkan dana bailout. Makanya pembentukan Pansus pun mulus saja saat dibawa ke sidang paripurna DPR.

Bolehlah dibilang, dalam hal ini para politisi PD masih lugu, jika tidak mau dibilang kurang cerdas. Mereka sama sekali tidak dapat memetakan ke mana arah penyelidikan setelah Pansus Bank Century terbentuk. Mereka tahu Pansus akan jadi bola liar. Tetapi mereka tidak bisa memetakan keliaran arah bola, dan mempersiapkan berbagai antisipasi. Keluguan itu ternyata dibenarkan oleh sikap SBY, yang mungkin saja berharap akhir dari Pansus justru akan membersihkan citra diri dan partainya dari kasus Bank Century. Wajar saja bila kemudian SBY membiarkan Pansus bergerak ke sana ke mari. Meski SBY yakin, kebijakan bailout yang diputuskan oleh Boediono dan Sri Mulyani sudah benar, tetapi dia membiarkan saja Boediono dan Sri Mulyani, jadi bulan-bulanan Pansus. Politik pembiaran itu berlangsung lama, sampai akhirnya SBY tersentak, bahwa Pansus bisa mengarah ke pemakzulan terhadap Boediono dan bahkan dirinya sendiri.

Suara nyaring para politisi di parlemen yang ditopang teriakan keras para demonstran di jalanan, membuat SBY dan PD, mengeluarkan kartu trufnya: reshuffle kabinet! Golkar dan PKS yang paling keras suaranya di Pansus, tentu jadi sasaran. Namun sepertinya mereka tidak gentar digertak. Sampai kapan? Itu pertanyaan PD dan SBY saat ini. Benarkah langkah PD dan SBY yang membiarkan kawan koalisinya leluasa melakukan penyelidikan Bank Century adalah sebuah kesalahan? Belum tentu juga. Sebab di balik sikap lugu tersebut, bisa jadi PD dan SBY justru memetik buahnya, yaitu mengetahui kekuatan kawan-kawan koalisinya. Pengetahuan di awal kekuasaan ini penting demi mendapatkan bekal politik melangkah ke depan. Jika spekulasi ini benar, hal itu tidak hanya menunjukkan kelihaian politik PD dan SBY, tetapi juga menunjukkan hasrat mereka dalam membangun kekuatan politik (demi mempertahankan kekuasaan selama mungkin), daripada memanfaatkan kekuasaan untuk mensejahterakan rakyat. Bayangkan betapa banyak waktu dan energi yang dikeluarkan oleh banyak pihak untuk mengurusi kasus Bank Century ini.

Sumber : vivanews.com/detik.com/gatra.com

1 komentar:

h_4_rdi@yahoo.co.in mengatakan...

opini mas ilham juga termasuk 'seni politik' --kekuatan apakah ketakutan(pd penguasa) -- :)