Rabu, 08 April 2009

Dari "Say No To Mega"

Oleh : Muhammad Ilham

Dunia Cyber telah menjadi instrumen kunci dalam sosialisasi politik. Sesuatu yang tidak bisa dihindari adalah, dunia cyber merupakan dunia dimana setiap orang mampu untuk berimprovisasi tanpa ada sekat dan hambatan “editing” ataupun “breidel”. Dunia politik di Amerika dan Malaysia telah terbukti sukses dalam menjaring suara lewat komunitas blogger dan pengguna internet. Dengan berbagai fasilitas dan dinamika blog, komunitas blogger bakal menjadi mitra penting bagi praktisi politik. Barrack Obama ataupun Tony Pua Kiam Wee, politisi Malaysia adalah segelintir contoh politisi yang berhasil mendapatkan kursi di parlemen dengan mengandalkan kampanye di media blog. Melalui dunia blog pula, misalnya, dunia politik di Malaysia terkesan lebih “hidup” dibandingkan dengan Indonesia. Hidup dalam artian “mobilitas pendapat masyarakat yang bebas” via dunia cyber. Bila dalam tatanan kebijakan politik real-nya, lain cerita. Indonesia jauh lebih rasional dan demokratis. Bila kita buka blog “malaysiatoday”, terlihat sumpah serapah publik Malaysia kepada para pemimpinnya (khususnya dari kalangan UMNO). Blog yang dipimpin oleh Raja Petra Kamaruzzaman (biasa disebut dengan panggilan popular RPK), blog ini telah membuat pusing elit politik Malaysia. Kehadiran blog ini, juga telah mampu mengangkat popularitas Partai Pembangkang (baca: oposisi) dibandingkan masa-masa sebelumnya ketika dunia cyber belum familiar dalam khazanah instrumen politik Malaysia.

Disamping blog, Face Book, yang juga menjadi salah satu instrumen dunia cyber tersebut, telah mampu memberikan alternatif lain untuk melakukan sosialisasi politik yang produktif, walaupun hanya untuk “kelas tertentu”. Namun, dalam perspektif Durkhemian, perkembangan penggunaan Face Book berkorelasi futuristik dengan perkembangan masyarakat. Artinya, untuk ke depan, penggunaan Face Book menjadi sesuatu yang lumrah bahkan cenderung menjadi pilihan yang lebih rasional-efisien. Face Book yang dikenal sebagai ajang perkenalan, menjelang pemilu legislatif yang tersisa 3 hari ternyata akhirnya menjadi ajang perseteruan politik juga. Kalau kita buka Face Book, ternyata ada aksi yang sangat mengejutkan, terdapat sebuah komunitas yang menamakan dirinya “Say ‘No!!!’ to Megawati.” Tadi malam penulis melihat yang tercatat sebagai suporter berkisar sekitar 51.000-an, tapi pada pagi ini tercatat jumlahnya sudah mencapai 60.514 orang dan terus naik, tercatat 1,886 More Members, 10 Board Topics, 501 Wall Posts.

Fenomena Face Book beberapa waktu terakhir ini telah membius dan membuat banyak orang menjadi demikian terpengaruh, bahkan sangat dikenal istilah “autis” bagi penggila face book, sibuk dengan PC ataupun Black Berry-nya masing-masing. Memang ada kesan kita mencontoh pilpres di Amerika, dimana Obama juga menjadi member dan memanfaatkan pertemanan di internet seperti Face Book ini sebagai salah satu ajang saat kampanye. Para politisi dan beberapa capres kita juga melakukan hal yang sama dengan membuka account di Face Book dan menawarkan pertemanan agar kenalannya menjadi pendukungnya. Tercatat Prabowo Subianto , Yuddy Chrisnandi, Akbar Tanjung, Marwah Daud juga mejadi anggota pertemanan di Face Book. Kembali kepada Say “No!!!” To Mega, pada profile Say No itu dipasangi foto Megawati yang dipasangi tanduk, yang merupakan rekayasa digital. Tidak jelas benar siapa yang membuat acount tersebut, tercatat demikian banyaknya nama-nama admin merupakan gabungan orang Indonesia baik didalam maupun diluar negeri. Sebagaimana sistem terbuka pada face book, para suporter jelas mencantumkan foto dan namanya masing-masing, walau beberapa menggunakan foto samaran. Komentar sangat beragam, tetapi pada umumnya menyatakan ketidak setujuannya Mega menjadi Capres.

Kader PDIP Effendy Simbolon menyatakan “Ini melanggar Undang-Undang ITE (Informasi Teknologi). Bisa masuk pada tindak pidana.” Menurut Effendy kelompok seperti ini bisa dikategorikan memfitnah dan membuat kampanye negatif untuk Megawati. PDIP tidak akan melarang apalagi melakukan kampanye hitam tandingan untuk menghalau gerakan ini. “Terserah mereka kalau memang mau menzalimi Mega. PDIP punya prinsip untuk tetap menggunakan cara kampanye yang sesuai aturan,” kata Effendy. Anggota Bawaslu Bambang Eka Cahyono menyatakan, katagorinya bisa saja black campaign. Tapi dia bingung bagaimana menegur atau menindak komunitas jaringan internet ini. “Kita tidak tahu yang membuat siapa” katanya. Eka menyarankan Mega melaporkan ke Bawaslu, nanti akan dilaporkan ke Depkominfo yang bisa menindak lanjuti.

Melihat beberapa fakta tersebut, ternyata memang ajang internet selain bisa digunakan sebagai sarana kampanye, bisa juga dipergunakan sebagai sarana penyerangan. Pada Say No, yang jelas terserang adalah citra dari capres Megawati. Admin hanya melontarkan sebuah ide dan muatan, kemudian para penggila face book langsung bereaksi. Reaksi yang muncul beragam, mulai dari mengkritik, menyarankan, bahkan ada yang menghina. Tidak main-main para suporter dengan cepat bertambah, hanya beberapa jam saja jumlahnya bisa naik hingga diatas 10.000 orang. Pertanyaannya ada apa ini?. Bagi para elit PDIP, harus segera mensikapi fenomena yang terjadi, sulit untuk mengatasi kegiatan semacam ini didunia maya, merekapun mengatakan silahkan kalau mau menuntut, nanti penjara penuh.

Terlepas dari ulah para admin Say No, baik itu iseng ataupun memang pesanan, ada satu hal yang sangat penting diperhatikan dan dipelajari lebih jauh oleh PDIP, para suporter adalah pengguna internet yang dapat dikatagorikan kelompok yang cukup terpelajar. Dari komentar yang masuk, sementara ini terlihat munculnya sebuah “resistensi” terhadap Megawati dari kelompok terpelajar, tidak hanya dari kaum pria tetapi banyak juga dari kaum wanitanya. Nah ini yang menjadi “point” penting bagi PDIP untuk dipelajari. Apabila serangan dibiarkan, maka kelompok ini akan berubah menjadi sebuah bola salju yang akan sulit dikendalikan oleh PDIP, jelas akan banyak mempengaruhi anggota face book lainnya. Selesaikan masalah ini dengan arif, jangan balik menyerang mereka, karena komunitas netters bergerak secepat angin, tanpa batas ruang dan waktu. Kearifan merupakan salah satu yang diserang oleh warga negara Face Book, kalau boleh disebut demikian.

Insert : Foto diambil dari Face Book "Say No To Mega" (Gambar bukan merupakan pendapat pribadi penulis)

Tidak ada komentar: