Khaddafi itu fanatik Islam dalam negeri, nasionalis Arab luar negeri
(Muhammad Hussein Heikal)
(Muhammad Hussein Heikal)

Khaddafi tetap merasa bahwa rakyat mendukungnya. Publikasi gencar media massa tentang kekayaannya yang luar biasa seperti apa yang juga dituduhkan pada Mubarak, tidak membuat ia merasa terjepit. Bombardir udara tentara NATO dan serangan darat para pemberontak serta prediksi Khaddafi akan jatuh dalam hitungan hari, hingga tulisan ini saya buat, justru tidak menggoyahkan "keabadian" Khaddafi. Lihatlah, para anak lelakinya maju "kedepan". Khamis Khaddafi dan Muttashim Khaddafi menjadi figur sentral tentara Libya dalam menghadapi pemberontak di darat dan NATO di udara. Sementara, Saef al-Islam, putra lelaki Khaddafi yang lain, selalu tampil menghadapi publik dunia, seakan-akan kebijakan Libya telah beralih ke tangannya. Saef al-Islam yang Ph.D tamatan Inggris ini dianggap sebagai anak Khaddafi paling pintar. Tidaklah mengherankan apabila belakangan ini, figur Saef al-Khaddafi begitu terkenal. Sementara Khamis yang sempat dikabarkan tewas serta Mutasshim, lebih misterius, tapi kemampuannya mengorganisir tentara Libya dalam suasana terjepit dari udara dan darat, memberikan kepada kita sebuah kesimpulan bahwa mereka memang hebat - terlepas kita suka atau tidak pada klan Khaddafi ini.
Khaddafi memang unik. Membaca gerak politiknya sekarang, tak bisa dilepaskan dari kiprah politik kala ia masih muda - "Khaddafi muda" - katakanlah demikian. Sebuah fase dimana ia menjadi "pusat" perhatian dunia. Dan itu bermula ketika ia berusia 27 tahun, tanggal 1 September 1967, Raja Idris berhasil digulingkannya. Hubungan internasional pertama yang dilakukannya - selepas merebut kekuasaan tanpa pertumpahan darah - adalah ke Mesir, menemui "mentor ideologis"nya, Gamal Abdel Nasser. Muhammad Hussein Heikal yang waktu itu merupakan utusan khusus Mesir menuliskan gaya Khaddafi : "Beritahu Presiden kalian bahwa revolusi kami lancarkan untuknya. Dia boleh mengambil apa saja dari sini dan menambahkannya kepada bagian dunia Arab yang lain untuk digunakan dalam peperangan". Pada saat itu juga, Khaddafi yang sebelumnya sama sekali tidak dikenal, bahkan juga dikalangan bangsanya yang berpenduduk (waktu itu) lebih kurang 2 juta jiwa, mendesak Mesir untuk menerima Libya dalam suatu persekutuan/negara gabungan. Bagaimana tanggapan Nasser ? Nasser yang memiliki pengalaman pahit dengan kegagalan Republik Persatuan Arab - penggabungan Suriah dan Mesir - tentu saja tidak teramat bergembira menerima desakan anak muda yang tiba-tiba muncul ini. Alih-alih memikirkan desakan Khaddafi, Nasser nampaknya lebih memikirkan nasib Raja Idris yang berada di Turki untuk berobat waktu digulingkan Khaddafi. Raja Idris selama ini banyak memberikan bantuan kepada Mesir. Bahkan sebagai wujud terima kasih pemerintah Mesir, pada masa Mesir dibawah rezim Anwar Sadat, Raja Idris diberi suaka politik di Mesir.

Meski tidak bisa berharap terlalu banyak pada Anwar Sadat, Khaddafi tidak merasa putus asa. Walau ia kecewa, karena keinginannya untuk menggabungkan Libya dengan Mesir menjadi kekuatan dan entitas negara bangsa di Timur Tengah tidak kesampaian - kekecewaannya itu ia salurkan melalui aktifitas politik internasionalnya yang semakin agresif. Hal yang sukar dibayangkan bila seandainya Nasser masih hidup. Khaddafi mulai "mengusir" Inggris dan Amerika Serikat dari pangkalan-pangkalan asing Libya, perusahaan-perusahaan minyak dinasionalisasikannya, Islamisasi hukum-pun diberlakukan. Sembari tinggal di tangsi militer Azizia, Khaddafi menyibukkan diri melakukan pembangunan perumahan dan prasarana bagi rakyatnya yang jumlahnya memang tak banyak. Segala kegiatan dalam negeri tidak jarang dikontrol langsung oleh Khaddafi. Ia sering melakukan "turba" seperti gaya Sultan Harun al-Rasyid pada masa Dinasti Abbasiyah dahulu. Khaddafi yang oleh Muhammad Hussein Heikal dikatakan sebagai "fanatik Islam dalam negeri, nasionalis Arab luar negeri" ini kemudian menjadi penghias halaman-halaman depan koran di berbagai penjuru dunia sebagai pemimpin muda Libya yang teramat obsesif pada Nasser.
Referensi : beberapa wawancara yang dilakukan Metro TV/TV One/Tempo dengan beberapa komentator politik Timur Tengah. Foto : www.kaw'srant-space.tumblr.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar