Sabtu, 01 Juni 2013

Arok - Dedes dan Mantagi Wanita dalam Politik

Oleh : Muhammad Ilham

Karena melihat ada sinar di paha putih mulus Ken Dedes
membuat Ken Arok yang sudra itu,  kelak menjadi raja besar di tanah Jawa 
(Pramoedya Ananta Toer : Arok-Dedes)

(c) sierraekspresmedia.com
Karena faktor wanita (dalam bahasa Minangkabau : padusi)  menjadi salah satu faktor kontributif dalam merubah alur gerak sejarah, membuat "mbah" Postmodernisme Michael Foucault merasa perlu untuk menulis buku : "Seks dan Sejarah”. Julius Caesar menjadi besar sekaligus terjerambab dalam sejarah dan diakhiri oleh pengkhianatan Brutus, bermula-tersebabkan oleh Cleopatra, yang berjenis kelamin wanita. Tontonlah film Sparta, dengan lakon-nya aktor ganteng berwajah kotak - Bradd Pitt - menjadi haru biru karena perebutan wanita. Dalam film-film imajiner Hollywood, berlaku hukum bahwa tak ada yang bisa mengalahkan Superman, Batman, Spiderman .... apalagi Hulk. Urat takut mereka sudah putus. Tapi para aktor super-hero imajiner ini, menjadi "kalah" oleh wanita. Presiden Afrika Selatan, Zuma suatu ketika pernah mengatakan, "saya tak bisa membuat sejarah, sebelum mendapatkan senyum wanita" .... dan akhirnya Zuma yang berusia tujuh puluh tahun ini, memiliki istri hingga 5 (entah 6) orang. Pemerintah Afrika Selatan menjadi pusing 7 x 7 keliling karena membiayai beli mikc-up perempuan-perempuan cantik di sekeliling Zuma. Presiden flamboyan AS, John Fritgerald Kennedy, dicatat sejarah sebagai salah seorang Presiden AS yang paling berhasil, tapi ia punya catatan sensual yang terus mengikuti kisah Presiden "berlabel" JFK ini, "Marlyn Monroe bunuh diri, diindikasikan karena patah hati cintanya ditolak JFK". Presiden AS yang lain, Bill Clinton, berjasa mempopulerkan istilah "impeachment" kepada publik dunia karena faktor wanita - Monica Lewinsky. Kalaulah bukan karena Maria Eva, besar kemungkinan politisi Golkar, Yahya Zaini berpotensi menjadi Menteri Agama. Tapi sayang, video "semlehoy" mereka, membuat mantan ketua PB. HMI harus mengakhiri karir politiknya. Sama halnya yang berlaku pada Antasari Azhar. Ketika karir-nya menjulang tinggi-gemilang hingga ke bintang, mantan Ketua KPK berkumis tebal  ini harus terjerambab tak bangkit lagi ..... bermula dan tersebabkan wanita mungil, Rani.  

Wanita, kata Foucault, sebagaimana halnya faktor lingkungan dan ekonomi, sering membuat alur sejarah tak berjalan "normal". Havelock Ellis yang digelari oleh Foucault sebagai "Darwinnya Ilmu Sejarah Asmara" menganggap wanita sering membuat sejarah berubah dari “alur resmi” atau “alur yang harus semestinya”. Mengikuti sejarah asmara tokoh-tokoh terkenal sepanjang zaman, membuat kita bisa memahami mengapa ada beberapa kalangan sejarawan menempatkan seks sebagai salah satu faktor pemicu perubahan sejarah. Dalam setiap abad, diberbagai tempat dan dalam berbagai strata sosial, kisah-kisah petualangan orang besar tidak bisa dilepaskan dari “peran” wanita (baca: asmara). Sejarah Peradaban Islam juga demikian. Bacalah secara objektif, sejarah para Sultan pasca Khulafaurrasyidin, wanita menjadi “cerita menarik sekaligus memiriskan”. Harem, sebuah “konsep sensualitas-erotik” kerajaan Turki Utsmany, menjadi catatan sejarah bagaimana wanita menjadi bahagian penting dalam kehidupan para Sultan (dan ini menjadi keheranan saya ........ salah satu organisasi yang mengusung konsep Khilafah justru menjadikan sistem kekhlaifahan Turki ini menjadi referensi mereka untuk mengaktualisasikan "imagine-society" mereka). Cerita 1001 malam Dinasti Abbasiyah, Selat Bhosporus yang menjadi kuburan ratusan para selir Sultan, hingga jumlah istri dan selir para Sultan “ummat Islam” mutakhir. Konon, Sultan Kuwait, Sultan Sabah al-Nahayan memiliki ratusan selir, dan seterusnya, dan seterusnya. Intinya, intrik politik, dalam peradaban ummat manusia ini, mulai dari “zaman batu” hingga zaman “Fathanah”, sejak masa "Cleopatra" hingga "Maharani Suciyono", kehadiran wanita menjadi salah satu penentu jalannya gerak sejarah. Karena wanita-lah, beberapa politisi potensial Indonesia harus melalui alur sejarah mereka yang "yang seharusnya tidak mereka alami".   

:: Malam ini, menikmati festivalisasi "Wanita-Wanita di sekitar Daging Sapi" (TVOne). Ketika melihat foto Darin Mumtazah, seorang PREN saya berkata, "mancimpua !" .... sambil menelan ludah, jakunnya pun turun naik.
:: saya minta maaf, tak ada niat sedikitpun "menyudutkan" makhluk Tuhan bernama wanita. Orang yang saya cintai di dunia ini, ibunda almarhumah, istri nan ayu serta anak-anak yang manis, mereka adalah wanita. Apa yang terjadi pada wanita, juga berlaku secara sama pada Laki-Laki.

referensi : Foucault (1998: terjemahan); youtube (film Cleopatra dan film Sparta)