 Ada penggalan dialog menarik dalam Film Devil Advocaat,
 "jangan percaya pada politisi, mereka pembohong", kata aktor watak Al 
Pacino. Saya tak ingin mengomentari konteks Al Pacino mengeluarkan 
pernyataan yang sudah menjadi "rahasia umum" dalam ruang publik ini. 
Namun yang pasti, teramat sulit kita menjumpai politisi seperti Mohammad
 Hatta dan Mohammad Natsir. Hatta menyerahkan mandat-nya sebagai Wakil 
Presiden/Perdana Menteri kepada sahabat dekatnya, Soekarno, yang telah 
masuk ke dalam "jurang" otoritarianisme dengan eksperimen Demokrasi 
Terpimpin. Sementara Natsir menyerahkan Surat Pengunduran Diri sebagai 
Perdana Menteri pada Soekarno, karena ada ketidaksesuaian visi politik 
diantara mereka berdua. Hatta dan Syahrir melihat jabatan adalah 
hanyalah "alat" untuk menumbuhkembangkan yang namanya prinsip keluhuran 
politik. Politik bagi mereka berdua adalah jalan (memungkinkan) untuk 
menata kehidupan ketatanegaraan dengan baik. Ujung dari semua itu adalah
 kesejahteraan bagi warga. Karena itu, ketika mereka melihat Soekarno 
telah mulai "mempreteli" tujuan dan filosofi politik tersebut, mereka 
tak mau untuk memberikan justifikasi. Membenarkan sang "atasan". Jabatan
 nan prestisius mereka tinggalkan. Hatta dengan senyuman berikan surat 
mandat,  dan kemudian ia "berkontemplasi". Natsir mendatangi Soekarno 
dan kemudian pulang menggunakan sepeda ontel. Jabatan bagi mereka adalah
 pengabdian.
Ada penggalan dialog menarik dalam Film Devil Advocaat,
 "jangan percaya pada politisi, mereka pembohong", kata aktor watak Al 
Pacino. Saya tak ingin mengomentari konteks Al Pacino mengeluarkan 
pernyataan yang sudah menjadi "rahasia umum" dalam ruang publik ini. 
Namun yang pasti, teramat sulit kita menjumpai politisi seperti Mohammad
 Hatta dan Mohammad Natsir. Hatta menyerahkan mandat-nya sebagai Wakil 
Presiden/Perdana Menteri kepada sahabat dekatnya, Soekarno, yang telah 
masuk ke dalam "jurang" otoritarianisme dengan eksperimen Demokrasi 
Terpimpin. Sementara Natsir menyerahkan Surat Pengunduran Diri sebagai 
Perdana Menteri pada Soekarno, karena ada ketidaksesuaian visi politik 
diantara mereka berdua. Hatta dan Syahrir melihat jabatan adalah 
hanyalah "alat" untuk menumbuhkembangkan yang namanya prinsip keluhuran 
politik. Politik bagi mereka berdua adalah jalan (memungkinkan) untuk 
menata kehidupan ketatanegaraan dengan baik. Ujung dari semua itu adalah
 kesejahteraan bagi warga. Karena itu, ketika mereka melihat Soekarno 
telah mulai "mempreteli" tujuan dan filosofi politik tersebut, mereka 
tak mau untuk memberikan justifikasi. Membenarkan sang "atasan". Jabatan
 nan prestisius mereka tinggalkan. Hatta dengan senyuman berikan surat 
mandat,  dan kemudian ia "berkontemplasi". Natsir mendatangi Soekarno 
dan kemudian pulang menggunakan sepeda ontel. Jabatan bagi mereka adalah
 pengabdian. 
Dunia politik adalah "jalan" logis untuk menebar pengabdian
 tersebut. Pada Hatta dan Natsir serta beberapa "gelintir" tokoh langka 
dalam ranah politik Indonesia pasti bukan menjadi bahagian sample Al Pacino di atas.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar