Minggu, 11 Maret 2012

Dari Matahari Terbit ke Palu Arit (Bagian :2)

Oleh : Muhammad Ilham 

Penelitian ini memberikan sebuah kesimpulan umum bahwa dalam sebuah peristiwa politik ataupun perubahan sosial, maka kaum wanita merupakan kelompok yang paling merasakan dampaknya, terutama dari aspek kualitatif dampak tersebut.  Kehadiran Gerwani di Kecamatan Sungai Beremas, tidak bisa dipisahkan dari dilaksanakannya operasi penumpasan sisa-sisa simpatisan PRRI di daerah ini pada tahun 1958. Operasi ini dianggap sebagai peristiwa yang memberikan implikasi psikologis mendalam kepada mereka seumur hidup. Operasi yang memperhinakan basis gender dan kultural mereka. Kegairahan politik yang diciptakan Masyumi dan Muhammadiyah selama ini, harus mereka bayar dengan trauma psikologis. Selanjutnya, sejarah mencatat, PRRI dan Masyumi ”dijaga rapi” oleh rezim yang berkuasa (baik masa Soekarno maupun Soeharto) sebagai pengkhianat bangsa. Keluarga Muhammadiyah dan bekas pemberontak merasa duduk diantara bara. Itulah yang kemudian (turut) dirasakan para aktifis dan bekas aktifis Muhammadiyah di Kecamatan Sungai Beremas. Partai Masyumi praktis menjadi  cerita tabu dan menakutkan  bagi sebagian masyarakat ketika itu.  

Setelah berakhirnya operasi pembersihan simpatisan PRRI di Kecamatan Sungai Beremas,  masyarakat di daerah ini seperti anak ayam kehilangan induk.  Para reference personal yang selama ini menjadi tokoh anutan masyarakat, banyak yang melarikan diri dan dibunuh.  Pada tahun-tahun tersebut, daerah-daerah di Kecamatan Sungai Beremas berada dalam kelumpuhan psikologis, khususnya bagi kalangan wanita.  Perginya tokoh-tokoh panutan ini, yang umumnya laki-laki tersebut, membuat kaum wanita, baik yang selama ini aktif berorganisasi maupun yang tidak, merasa kehilangan tokoh panutan. Kaum wanita adalah pihak  yang paling menanggung beban politis, sekaligus juga beban ekonomis.   

Selama ini, kaum wanita lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial edukatif yang dilaksanakan oleh Aisyiah-Muhammadiyah dan Masyumi. Namun setelah tahun 1958 tersebut, kaum wanita ini merasa ada sesuatu yang hilang yaitu gejolak (animo) mereka untuk berpolitik dan berorganisasi. Disamping tak adanya reference pesonal,  Perti dan PNI Kecamatan Sungai Beremas bagi mereka tidak memberikan wadah untuk menggantikan Masyumi. Mungkin karena kehadiran PNI dan Perti selama ini hanya disiapkan oleh para tokoh pendirinya untuk kaum laki-laki saja. Berbeda dengan Masyumi yang telah memiliki source tersendiri, yaitu Muhammadiyah dengan Aisyiyah-nya.   

Selama lebih kurang tiga tahun, kaum wanita di daerah ini ”diam”. Pada tahun 1963, Gerwani mulai menanamkan pengaruhnya di Kecamatan Sungai Beremas, sebagaimana halnya PKI, melalui figur out-group.  Bagi wanita-wanita mantan aktifis Aisyiah-Muhammadiyah dan Masyumi ini, PKI dan Gerwani itu adalah dua entitas organisasi social politik yang berbeda. Aktifitas sosial politik Gerwani di Kecamatan Sungai Beremas, tidak bisa dilepaskan dari bayang-bayang Aisyiah-Muhammadiyah. Disamping tokoh-tokoh kunci Gerwani di daerah ini berasal dari aktifis Aisyiah-Muhammadiyah, aktifitas sosial politik-nya pun tidak bisa dilepaskan dari apa yang selama ini mereka lakukan pada Aisyiah-Muhammadiyah.   Ada perbedaan yang mendasar ketika wanita-wanita tersebut melakukan aktifitas sosial politik waktu masih aktif di Aisyiah-Muhammadiyah dengan ketika bergabung di Gerwani. Mereka memiliki kesadaran politik tinggi ketika masih berada di Aisyiah-Muhammadiyah karena didukung dan dibina oleh kelompok laki-laki panutan yang sadar politik. Sementara ketika mereka aktif di Gerwani, walau hanya dalam waktu lebih kurang 2 tahun, kesadaran politik ini berganti dengan kegiatan-kegiatan yang lebih fokus kepada peningkatan kepribadian kewanitaan dan urusan-urusan domestik. Padahal dua organisasi ini eksis di Kecamatan Sungai Beremas pada fase intensitas politik tinggi, yaitu menjelang Pemilu 1955 dan peristiwa PRRI serta fase isu-isu politik sangat dinamis dan penuh intrik-intrik politik pada tahun 1962-1965.

Mayoritas wanita-wanita yang aktif dalam Gerwani di Kecamatan Sungai Beremas, adalah bagian penting dari peristiwa politik PRRI di daerah ini. Sehingga mereka adalah kelompok yang merasakan dua kali implikasi psikologis-politik. Menanggung beban politik dan ekonomi pasca PRRI, serta menanggung beban politik yang (bahkan) jauh lebih berat pasca G 30 S.  Sebagian besar dari mereka adalah wanita-wanita yang berasal dari etnik Minangkabau. “Kena dua kali” – sebuah istilah yang selalu mereka gunakan, mereka tebus dengan apatisme dan ketidakpercayaan pada dunia politik. Banyak diantara mereka, mengasingkan diri karena takut terjebak lagi untuk “ketiga kalinya”. Hal ini menjadi salah satu indikasi kuat untuk menjawab pertanyaan, “mengapa wanita-wanita yang berasal dari etnik Minangkabau di Kabupaten Pasaman Barat teramat minim terlibat dalam ranah politik praktis?”.     Sudah cukup banyak kajian-kajian mengenai Gerwani dan hubungannya dengan implikasi politik yang diterima oleh para pengikutnya. Bahkan kajian Gerwani di Sumatera Barat yang dilakukan oleh beberapa orang peneliti, cukup representatif. Demikian juga dengan posisi dan implikasi politik bagi kaum wanita di Sumatera Barat berkaitan dengan peristiwa pemberontakan PRRI. Namun, kajian yang membahas mengenai pergeseran pilihan ideologis entitas atau kelompok wanita tertentu, khususnya di Sumatera Barat, kepada pilihan ideologis yang secara historis serta politis, sangat minim dilakukan.   

Selama ini, kajian-kajian tentang Gerwani ataupun PRRI yang dikaitkan dengan posisi politik entitas sosial politik wanita, mayoritas sangat centre-mindsett. Seakan-akan, wanita-wanita yang bermukim dan beraktifitas di daerah perkotaanlah, pada masa 1950-an dan 1960-an, yang memiliki sense of politic serta pihak yang merasakan dampaknya. Padahal cukup banyak wanita-wanita yang bukan berdomisili di centre tersebut memiliki kesadaran politik tinggi serta kelompok yang paling (sering) merasakan implikasi politik dari kesadaran politik mereka tersebut. Salah satunya wanita di Kecamatan Sungai Beremas pada era 1950-an dan 1960-an.  Dalam konteks diatas, semoga kajian ini bisa menjadi bagian kecil untuk menyusun rangkaian yang lebih besar dari temuan-temuan ilmu pengetahuan.    

Tidak ada komentar: