
Bulan Februari 1924, Muluk ditangkap dengan sebelumnya dipecat menjadi pegawai pos, sebuah posisi yang cukup terpandang kala itu. Apa kesalahan Muluk ? Bersama Buyung Enek (saya yakin dan percaya, namanya tak ada dalam buku sejarah) Muluk mengumpulkan beberapa orang pemuda Silungkang lalu menyanyikan lagu Barisan Pemula yang menggelora dengan aura pembebasan dari ketertindasan dan keinginan untuk menyatukan barisan, barisan yang bernama Indonesia. Sungguh, negara Indonesia sebagai sebuah konsep yang diimaginasikan, telah tertanam dengan kuat pada tahun 1920-an. Muluk dan Buyung Enek menyampaikan pesan pada sejarah. Dan mereka bukanlah figur yang dianggap penting dan tak diperhitungkan oleh sejarah. Kita tidak tahu apa arti “Indonesia” dan kemerdekaan bagi rakyat masa itu. Tapi bagi kawan-kawan Muluk yang lain, seperti Kamaruddin alias Manggulung bersama dengan Sampono Kayo dan Ibrahim yang dijatuhi hukuman gantung, bagi mereka Indonesia sebagai sebuah imagines communities adalah sebuah keniscayaan. Dalam pledoinya, mereka mengatakan “terus terang” motif pemberontakan mereka - hasrat untuk merdeka. Mereka meminta untuk di hukum gantung di pasar Silungkang, daerahnya mereka sendiri. Menghadapi kematiannya, Kamaruddin masih tetap imajinatif, menuntut agar dagingnya diiris-iris dan dikirimkan kepada Ratu Belanda, Wilhelmina. "Setelah tembok Cina selesai berdiri, kemanakah para budak disembunyikan", kata filosof Cina klasik Lut Szun ratusan tahun lalu.
Referensi : Fachry Ali (1999), Goenawan Mohammad (2000)
Referensi : Fachry Ali (1999), Goenawan Mohammad (2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar