Minggu, 02 Januari 2011

Indonesia dalam "Bingkai" Sejarah

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Benar tidaknya sejarah dalam peradaban, boleh dibilang tergantung siapa penguasanya, tak terkecuali di Indonesia. Dari sekian banyak penjajah yang pernah singgah, sejarah Indonesiapun muncul dalam banyaknya versi bak jamur di musim hujan. Setiap orang mengatakan bahwa sejarah merekalah yang benar. Akhirnya memunculkan kontroversi berkepanjangan. Dan sejarah tentang Indonesia pun menjadi sesuatu yang absurd.


Memang gagasan tentang awal pemikiran dan pembentukan Negara Indonesia sudah banyak menjadi perdebatan yang cukup alot, terlebih oleh sejarawan internasional. Pelbagai kalangan mengklaim merekalah yang memunculkan ide tentang pembentukan Indonesia. Khususnya sejarawan Belanda yang banyak memiliki data tentang Indonesia, sehingga mereka beranggapan cikal bakal Indonesia dibentuk mereka. R. E. Elson, seorang ilmuan terkemuka, lewat karyanya ini, kita diajak untuk kembali mencari asal-usul dari gagasan terbentuknya Indonesia, yang dimulai sejak pertengahan abad kesembilan belas. Ia juga berupaya menelusuri lebih jauh lagi tentang pelbagai jalan berliku yang telah dilalui Indonesia hingga mampu eksis hingga kini. Dia mencari tahu mengapa Indonesia ada sebagai suatu negara-bangsa meskipun menghadapi begitu banyak tantangan, dan seperti apa bentuk-bentuk yang dulu pernah dilalui Indonesia. Dia mencoba menjelaskan ciri bangsa ini dalam perjuangannya menuju kesatuan dan cita-cita. Analisisnya menyajikan narasi kronologis yang membedah politik Indonesia, tokoh-tokoh politik, serta hubungan mereka dengan rakyat Indonesia.

Jika kita telusuri lebih jauh, gagasan tentang Indonesia ini sebenarnya sudah lama mencuat. Gagasan ini pernah di lontarkan oleh JR Logan pada 1850-an. Ia merupakan seorang sejarawan dari Belanda yang berstatus sebagai editor majalah etnografi The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Kurang lebih gagasan yang dimaksudkan adalah sebagai suatu bentuk mewadahi untuk apa yang kini disebut sebagai identitas Indonesia. Logan memilih, sebuah kesatuan negara-negara itu, dengan sebutan Indonesia dengan ungkapannya, “I prefer the purely geographical term, Indonesia, which merely shorter synonym for the Indians or the Indian archipelago.” Sampai kemudian pada simpulannya, “We thus get Indonesian for Indian Archipelagians or Indian Islanders.” Sayangnya pada masa itu sulit bagi orang-orang yang mendiami sebuah kepulauan pada pertengahan abad ke-19 untuk membayangkan satu indentitas dengan 13.000 suku yang tersebar di Nusantara. Sehingga teori yang digunakan ini belum mampu diterima akal masyarakat. Ironisnya lagi masyarakat tak pernah mengetahui bahwa keterlibatannya dalam suatu ruang-waktu itu kemudian menjadi sebab-sebab adanya Indonesia.

Sembilan tahun kemudian, ketika sebuah novel monumental yang ditulis setelah pengumuman Logan tersebut, Max Havelaar (1859), karya Multatuli atau Eduard Douwes Dekker telah membuktikan fakta itu: semua yang digagaskan oleh JR Logan merupakan sebuah potret otentik yang bisa kembali menggugah kesadaran, yang semakin menguatkan seluruh masyarakat dunia bahwa pada dasarnya gagasan Indonesia telah terbentuk jauh pada abad-abad lampau. Secara rasio, awal terbentuknya Indonesia memang merupakan gagasan luar biasa yang nyaris mustahil terjadi di tengah keterpurukan rakyatnya. Sepintas, bahan-bahan kesatuan nasional Indonesia tampak tak menjanjikan, sejarah Indonesia penuh noda perseteruan internal mendalam dan sering berlumur darah gara-gara perbedaan ideologi, suku, dan agama. Tapi, Indonesia sebagai konsep dan negara-bangsa terus ada, bahkan mungkin sedang mulai berjaya kembali. Sayangnya masyarakatnya Indonesia sendiri kurang begitu antusias untuk lebih memahami awal terbentuknya Indonesia. Kebanyakan masyarakat Indonesia sudah merasa puas dengan kehidupan yang dijalani tanpa berani mempertanyakan kembali asal-usul tempat yang ditinggali. Dengan kehadiran buku ini tentu akan menyadarkan kita sebagai masyarakat Indonesia bahwa bangsa-negara Indonesia ini bukan lahir semata karena koinsidensi, melainkan lahir dari kolase gagasan yang direnungkan dengan serius dan melalui proses yang panjang. Rekomendasi ... : Buku ini sangat bagus dibaca !

Sumber : Tempo/April 2009

Tidak ada komentar: