
Dalam kajian-kajian sosiologi (dalam hal ini psikologi sosial), khususnya yang berhubungan dengan konflik sosial, kekerasan sering timbul dari problem bawah sadar manusia. Apa yang tersimpan dalam alam bawah sadar itu adalah berbagai bentuk kebencian, permusuhan, perasaan cemburukarenakeberhasilanorang lain,dan seterusnya. Proses bawah sadar ini akan mudah meledak bila ada faktor pemicu, bahkan yang remeh sekalipun. Dalam konteks agama, ada banyak penyebab kekerasan di kalangan penganut agama, misalnya manipulasi agama untuk tujuan politik atau tujuan lain, diskriminasi berlandaskan etnis atau agama, serta perpecahan dan ketegangan sosial. Selain itu, ada maslah kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan pembangunan. Benarlah yang dikatakan Budi Hardiman bahwa pelaku kekerasan adalah manusia-manusia yang dicirikan oleh ketakberdayaan dirinya sebagai individu dan oleh kelemahan dalam komunitasnya. Kekerasan terjadi karena krisis makna dalam diri manusia. Lalu ketika merasa diri mereka tak bermakna, ego mereka pun mengecil dan panik. Di situlah tindakan kekerasan potensial diledakkan.

Para pelaku kekerasan hanya bisa bahagia kalau ada yang meraungraung kesakitan, atau tewas mengenaskan. Dengan akal sehat, tindakan ini sangat jauh menyimpang dari kemanusiawian. Para pemimpin negara, dengan demikian, harus menyadari bahwa di antara kita hidup sekelompok orang yang memiliki kehidupan tidak normal, dan secara sosial mereka bahagia jika sudah melakukan tindakan anomi. Abnormalitas ini tidak bisa dibiarkan, dan seharusnya bertindak cepat untuk menghukum mereka yang antiperdamaian ini. Tanpa sadar, berbagai realitas ini menunjukkan bahwa kaum “teroris” sering berhasil mempermainkan kinerja aparat. Aparat dibuat kerepotan untuk menciptakan situasi yang aman dan damai. Kini rasa aman menjadi barang langka di Bumi Pertiwi ini. Belum ada yang bisa bekerja maksimal untuk mendeteksi dini segala bentuk kekerasan seperti ini. Senjata telah diselewengkan fungsinya untuk menghancurkan kehidupan. Bila ia dipegang oleh orang-orang abnormal, ia hanya akan digunakan untuk melahirkan kebencian. Kondisi kesenjangan ekonomi, faktor kebijakan, peran dominan mayoritas yang tidak menghargai minoritas, pelecehan terhadap martabat kemanusiaan dan keadilan membuat manusia mudah frustrasi. Rasa frustrasi akut ini akan membawa bencana bagi negeri ini karena tiadanya harapan akan masa depan. Belajar dari pengalaman ini seharusnya negara tidak lagi boleh gagal dalam menyelesaikan konflik antarwarga. Konflik terjadi karena perbedaan cara pandang. Maka bukan perbedaan itu yang harus dimatikan sebagaimana cara Orde Baru, melainkan bagaimana mengelolanya menjadi aset bangsa yang produktif.
Referensi : unisosdem (2010), Coser (1987) ........... sebagai bahan teori bagi mahasiswa saya di kelas Mata Kuliah Pendekatan Sejarah Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar