Minggu, 05 Agustus 2012

Menolak Bakrie Award = Menolak Aburizal Bakrie


Karena (memang) "tak ada makan siang yang gratis", maka mereka menolak untuk menjadi "kudo palajang bukik" bagi kepentingan politik pencitraan-personal. Dengan menolak Bakrie Award, terlepas motif personal ataupun kelompok, pada dasarnya mereka ingin menyampaikan pesan bahwa mereka menolak Aburizal Bakrie.


Rohaniwan Franz Magnis Suseno ''mempelopori'' penolakan terhadap Penghargaan Ahmad Bakrie (Bakrie Award) pada 2007. Ketika itu Romo Magnis menolak menerima hadiah Bakrie Award dengan alasan bencana lumpur Lapindo yang disebabkan anak perusahaan Bakrie.  


Sastrawan Sitor Situmorang sejatinya mendapatkan anugerah sastra pada Penghargaan Ahmad Bakrie 2010. Namun penyair ini menolak menerima hadiah dengan alasan serupa yang dikemukakan Franz Magnis Suseno.



Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dari 1978 sampai 1983 dalam Kabinet Pembangunan III Daoed Joesoef, diberi gelar ''Pemikir Sosial'' dalam Penghargaan Ahmad Bakrie 2010. "Mengikuti hati nurani sendiri," adalah alasan penolakan Daoed tersebut.



Seno Gumira Ajidarma menerima pemberitahuan akan mendapat penghargaan Ahmad Bakrie tahun ini. Namun doktor ilmu sastra Universitas Indonesia itu menolak dengan mengatakan "sebaiknya penghargaan tersebut diberikan pada orang lain yang dianggap layak."



Budayawan Goenawan Mohamad (GM) memberikan keterangan pers terkait pengembalian penghargaan Bakrie Award yang diterimanya pada tahun 2004, di Komunitas Salihara, Jakarta, Selasa, 22 Juni 2010. Pengembalian piala dan uang sebesar Rp 154 juta (dihitung dengan memasukkan bunga SBI sejak 2004 sampai 2010) tersebut dilakukan atas akumulasi kekecewaan GM terhadap tindakan yang berkaitan dengan Aburizal Bakrie.

Sumber Foto : TEMPO (cc) tempointeraktif.com

Tidak ada komentar: