Rabu, 21 September 2011

Ketika Einstein "Menangis"

Oleh : Muhammad Ilham

Suatu ketika, "menangislah" Albert Einstein, "Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit?

Visum (baca : video mesum) selebritis dan visum-visum "jenis" lainnya sangat mudah diperoleh oleh semua lapisan masyarakat, lintas usia dan strata sosial. Teknologi "dunia maya" memudahkan orang untuk "menikmati" hal ini. Banyak yang mengutuki "capaian ilmu pengetahuan teknologi" tersebut, disamping tentunya menyumpahi para pemeran olah raga "gulat" yang tidak pernah kolosal ini. Seringkali kita juga mendengar "khutbah" para penjaga moral yang menyudutkan capaian ilmu-teknologi tersebut dan memberikan solusi untuk "menolak" atau menghambat medium itu untuk digunakan ditengah-tengah ruang publik. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, adalah sunnatullah yang tidak bisa dihambat. Ia mengalir dengan cepat karena potensi otak dan keingintahuan manusia "dititipkan" sang maha pencipta pada homo sapiens. Denghan itu, manusia akan terus selalu mencari invention baru untuk memberikan "kebahagiaan" pada manusia, dengan tentunya implikasi yang ditimbulkannya. Kelahiran media internet, merupakan kumulasi dari berbagai tools capaian manusia dalam sejarah ilmu pengetahuan. Seluruh pendukung konstruksi pengetahuan seperti telepon, telegraf dan tulisan serta faximile-fotocopy, menyatu dalam "makhluk" yang bernama internet. Internet, lengkap dengan komunikasi elektromagnetoopis via satelit maupun kabel dan didukung oleh jaringan telepon-telefoni yang telah ada dan juga didukung oleh ratusan satelit di "diluar sana". Ummat manusia dalam tahap revolusi ini, dapat berinteraksi oral maupun dengan teks dengan sangat interaktif, keseluruh penjuru-penghujung-sudut dunia ini, tanpa sedikitpun kehilangan interaktifitasnya maupun "sense of live"nya.

Karena itu, ruang paling private bagi manusia, bisa ditransformasikan dan menyebar dalam hitungan detik. Dinikmati oleh semua lapisan tanpa ada sekat-sekat yang yang secara mekanik bisa dibatasi. Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan, malah menjadikan manusia sebagai budak-budak mesin. Ya dalam "tangisannya" Einstein yang keturunan Yahudi ini memberikan jawaban sederhana, kita belum lagi belajar bagaimana menggunakan imu pengetahuan dan teknologi secara wajar. Einstein yang dianggapoleh beberapa orang memeluk agama Islam (Syi'ah) diakhir hidupnya ini - wallahu a'lam - memberikan kata kunci - kewajaran. Menggunakan dan mensikapi dengan wajar. Sejarah memperlihatkan, sains dan teknologi tidak serta-merta membawa kebahagiaan dan membuat hidup lebih mudah. Penyelewengan teknologi telah menjungkirbalikkan nilai manfaat itu. Karenanya teknologi secara aksiologis perlu dikendalikan oleh etika manusiawi agar penyesalan Einstein di atas menjadi bermakna. Perlu adanya suatu kearifan teknologi, yakni kearifan bagaimana menggunakan dan mensikapi teknologi secara wajar agar ia membawa berkah, bukan bencana.

Foto : gambaronline.com

Tidak ada komentar: