
Sejarawan spesialis Asia Tenggara, Anthony Reid pernah membahas tentang perbudakan di nusantara. Dan itu ia nukilkan dalam buku-nya yang terkenal Slavery, Bondage and Dependency in Southeast Asia (sudah diterjemahkan oleh penerbit Graffiti). Ia mendeskripsikan kepiluan seorang Ibu Buleleng Bali pada tahun 1800-an, kala 2 anak-nya dijual oleh Raja Buleleng pada orang Perancis. Kira-kira, begini Reid mendeskripsikannya : "Sore itu, di Pantai Buleleng, berlabuhlah sebuah kapal bertiang ganda yang dipimpin oleh seorang Kapten dengan puluhan awaknya. Kapal itu dilengkapi meriam, pistol serta pedang. Tak ada kemewahan dalam kapal itu, yang ada hanyalah mata uang Spanyol dengan satu tujuan - membeli budak. Salah seorang penjual budak itu adalah - konon - Raja Buleleng Bali. Hari itu, sang Raja menjual 1 orang wanita berusia 40 tahunan dan 2 orang anaknya yang masih belia, 9 dan 6 tahun. Karena si ibu sudah tua, Kapten Perancis ini tak mau membelinya, ia hanya ingin kedua anak itu. Ketika sampai di pantai untuk dinaikkan ke atas perahu menuju kapal yang berlabuh dibibir pantai, Kapten menyuruh agar kedua bocah ini dibawa, sementara ibunya ditinggalkan. Kedua anak ini tak mau. Mereka meronta, demikian juga ibunya, yang memeluk erat dua buah hatinya. Kalau ingin ambil anak saya, bawa sekalian dengan saya, demikian hardikan ibu ini dalam bahasa Bali yang tidak dimengerti Kapten kapal dari negara Napoleon Bonaparte ini. Mereka bertiga menangis kuat-kuat. Si Kapten marah. Ia meyuruh dua kelasinya untuk memisahkan dua anak ini dari ibunya yang masih memeluk anak-anaknya dengan beruraian air mata. Apalah daya, tangan dan kuasa sang ibu yang lemah. Kedua anak itu kemudian diangkat paksa ke perahu, terus berkayuh hingga ke kapal di bibir pantai. Dan, selanjutnya kapal berlayar dengan meninggalkan kesedihan dan raungan tiada tara, si ibu yang berusia 40 tahunan ini. Ia yang tertinggal di pantai ini, kemudian roboh tergolek. Cukup lama ia tergolek sesegukan. Ia menangis, menyeru memanggil anak-anaknya. Sampai beberapa hari, si ibu tetap termangu di tepian pantai. Tapi sia-sia.
:: Mungkin dua narasi diatas, seakan-akan tak memiliki keterkaitan-kronologis. Namun, peristiwa si ibu teman istri saya serta si ibu di pantai Buleleng Bali mungkin bukan terletak pada dua anaknya yang menghabiskan waktu karena kesibukan pendidikan semata serta bukan pula karena dua anak wanita Buleleng ini dijadikan budak, melainkan karena seorang ibu harus direnggutkan. Direnggutkan oleh sistem pendidikan yang harus dijalani anak-anak mereka dan direnggutkan anak-anak mereka oleh perbudakan primitif. Dan kedua-duanya hampir sama ..... si ibu yang direnggutkan.
:: Mungkin dua narasi diatas, seakan-akan tak memiliki keterkaitan-kronologis. Namun, peristiwa si ibu teman istri saya serta si ibu di pantai Buleleng Bali mungkin bukan terletak pada dua anaknya yang menghabiskan waktu karena kesibukan pendidikan semata serta bukan pula karena dua anak wanita Buleleng ini dijadikan budak, melainkan karena seorang ibu harus direnggutkan. Direnggutkan oleh sistem pendidikan yang harus dijalani anak-anak mereka dan direnggutkan anak-anak mereka oleh perbudakan primitif. Dan kedua-duanya hampir sama ..... si ibu yang direnggutkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar